Mohon tunggu...
Nico Andrianto
Nico Andrianto Mohon Tunggu... -

Bersyukur dalam kejayaan, bersabar dalam cobaan......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Puzzle 14: Tahafutul Falsafah al Libraliyah(51)

6 Januari 2016   13:12 Diperbarui: 6 Januari 2016   14:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prosesi ritual kelahiran dalam tradisi islam mengekspresikan rasa komunalitas yang sangat kuat (52). Anak manusia lahir dalam keadaan telanjang, lemah, dan pasrah. Sejak saat itu, secara fisik manusia terus-menerus berperang dengan virus dan penyakit, dimana sel pertahanan bernama antibody bekerja siang dan malam tanpa henti untuk mempertahankan kehidupannya. Setiap hari, dengan bernafas manusia membakar kalori menghasilkan karbon dan jutaan selnya mati.

Setidaknya secara fisik tulang belulang manusia akan terus ada dan bahkan menjadi fosil di dalam tanah. Jiwa manusia akan kekal di alam lain untuk mengikuti penghakiman atas apa yang telah dilakukan diatas dunia. Sehingga mengapa dikatakan hidup di dunia ini hanyalah sementara layaknya “mampir ngombe”, berhenti sejenak untuk meminum air di oase dalam perjalanan yang sangat panjang.

Sejak lahir, bayi manusia telah bisa mendengar lalu disusul dengan kemampuan melihat beberapa minggu kemudian. Dalam prosesi kelahiran, seorang bayi muslim akan diperdengarkan suara adzan di telinga kanannya, dan iqomah di telinga kirinya. Sejak itu anak manusia akan mendengar dan melihat beraneka ilmu pengetahuan, ideologi, dan adat kebiasaan yang akan membentuk identitas dirinya. Manusia diberikan perangkat akal dan perasaan untuk mencari kebenaran tertinggi, cahaya diatas cahaya (nur alannur). Tuhan memberikan kitab-kitab suci pada setiap periode kepada manusia sebagai tuntunan hidup di dunia.

Manusia lahir tanpa bisa memilih dilahirkan oleh siapa, memiliki warna kulit, suku atau bangsa apa. Manusia lahir seperti sebuah lembaran kertas putih bersih yang siap ditulis dengan konsep A, B, C, sampai Z ..... apapun juga. Tentu terdapat kode-kode genetis terkait ciri-ciri fisik, sifat ataupun penyakit bawaan si bayi yang diturunkan oleh orangtuanya. Kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai kehidupannya kedepan, apakah menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Islam.

Di antara semua karunia intelektual manusia, kemampuan bahasa manusialah yang paling ditekankan Al Qur’an. Manusia dianugerahi kemampuan berbahasa, dengan menggetarkan rongga mulutnya atau menggunakan lidahnya membentuk kata-kata dan arti tertentu yang dimengerti oleh sesama mereka. Jelaslah kemampuan bahasa adalah peranti intelektual yang amat canggih. Dengan kemampuan ini, lebih daripada kemampuan lain, manusia tumbuh, berkembang dan belajar secara individual maupun kolektif. Kemampuan bahasa menjadi alat untuk belajar dan mengajari orang lain yang tak sempat bertatap muka lewat tulisan, bahkan orang-orang yang secara ruang dan waktu berada sangat jauh. Di seluruh dunia, manusia mengenal ribuan bahasa, banyak diantaranya telah punah seiring hilangnya para penuturnya.

Malaikat-malaikat mengakui ketidakmampuan mereka untuk menjawab tantangan Allah. Mereka tidak memiliki kelebihan berupa akal untuk menciptakan simbol dan konsep bagi diri mereka. Malaikat mengatakan bahwa untuk menciptakan semua itu dibutuhkan pengetahuan dan kearifan yang berada di luar batas kesanggupan mereka. Otak manusia itu persis titik-titik bintang di pekat luasnya jagat raya yang saling terhubung melalui sinyal-sinyal listrik. Manusia dikaruniai dengan sebuah ‘sifat kumulatif’ yang amat maju, yang membedakannya dengan semua makhluk bumi lainnya.

"Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka." (Al Qur'an, 96:15-16)

Ayat-ayat Al Qur’an dengan lugas menyindir manusia yang setelah diberi kemampuan berfikir berani menentang Penciptanya.

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang hendak Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al Insaan 76:1-2)

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata. Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya ia berkata:”Siapakah yang dapat mengidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah:”Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk”. (QS Yaasiin [36]: 77-79).

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (QS. Al Infithaar, 82:6-8)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun