Namun, seringkali agama menjadi sumber perpecahan akibat adanya perbedaan tradisi, hukum, maupun kepercayaan. Di negara Indonesia sendiri, isu agama yang rawan terjadi adalah konflik berbau perbedaan antara agama Islam dengan Katolik.
Fenomena sosial ini bukanlah sesuatu yang baru dan hanya terjadi di Indonesia, tetapi sudah terjadi dari zaman dahulu. Catatan sejarah menyebutkan bahwa dari tahun 1095 sampai 1291, terjadi Perang Salib, yaitu perang antara masyarakat beragama Islam dengan agama Kristiani untuk merebut kekuasaan yang terjadi di kawasan Eropa dan Timur Tengah. Padahal sebenarnya, kedua agama tersebut memiliki tujuan yang sama walaupun berbeda secara tradisi, yaitu untuk mengajarkan kebaikan bagi penganutnya dan mengarahkannya ke jalan yang benar, agar dapat diselamatkan di Akhirat.
Dokumen gereja yang mendukung gagasan tersebut dimuat dalam ensiklik ketiga, Fratelli Tutti, yang berisi pesan Paus Fransiskus kepada dunia teruntuk kaum kristiani. Isi pesan tersebut adalah agar kita kembali berkomunikasi berinteraksi bersosialisasi dengan orang-orang kristiani maupun non-kristiani, terhubung dengan siapa saja tanpa memikirkan adanya perbedaan. Seiring berkembangnya zaman, ada hal yang membuat kita menarik diri, kembali ke habitat dan memisahkan diri dari orang lain, seakan-akan ada tembok besar yang kembali memisahkan kita. Menurut Paus Fransiskus, teknologi adalah pencetus utamanya.
Dokumen gereja selanjutnya adalah Nostra Aetate, yang menyinggung pandangan gereja mengenai ajaran di luar Gereja. Katolik memang tidak membenarkan semua ajaran di luar ajaran Katolik, tetapi belum tentu ajaran tersebut salah dan hanyalah masalah perbedaan sudut pandang saja. Semua orang mempunyai pegangannya masing-masing dan pandangan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, kita hanya menentukan bagaimana kita menilainya dari sudut pandang kita. Dokumen ini juga menekankan bahwa orientasi keagamaan harus ditujukan kepada nilai kemanusiaan, dan sebagai sesama kita manusia, kita harus menganggap orang lain sebagai keluarga.
Toleransi juga diajarkan didalam agama Islam. Ajaran-ajaran tentang toleransi ini termuat di Al Qur'an Qs Al-Baqarah: 256 yang berisi:
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus."
Bacaan ini menjelaskan bahwa agama Islam sesungguhnya tidak memaksa semua agama harus seperti agama Islam, selama agama itu masih beriman kepada Tuhan Allah, atau dalam artian lain agama yang tidak sesat dan menyimpang. Hal ini demikian karena kebebasan beragama merupakan salah 1 bagian dari penghormatan terhadap hak-hak manusia yang paling dasar.
Tidak hanya itu, surat Al Kafirun Ayat 1-6 menegaskan bahwa Allah SWT menekankan tentang toleransi, dimana semua orang mempunyai kebebasan beragama dan tidak dapat mencampuri urusan agama lain. Surat tersebut berbunyi sebagai berikut:
"Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Penyebab terjadinya konflik keagamaan dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan agama sendiri maupun agama orang lain akibat perbedaan sudut pandang. Adanya fenomena tersebut layaknya akan menyebabkan kesalahan penafsiran dari hukum keagamaan maupun pandangan yang tidak sesuai dengan agama sendiri. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita mampu mempertahankan persatuan dan hidup bersama dengan kepercayaan yang berbeda, selayaknya dari kunjungan penulis ke Pondok Pesantren Al-Tajdid, kita sebagai umat non-muslim mampu diterima dan berbaur bersama dengan lingkungan setempat.
Tidak hanya itu, tetapi kesenjangan sosial tanpa kita sadari dapat membuahkan diskriminasi atas dasar perbedaan kasta sosial. Kesenjangan sosial adalah fenomena ketidakseimbangan dalam masyarakat yang mengakibatkan perbedaan drastis, secara khususnya perbedaan penghasilan dari masyarakat kelas atas dan kelas bawah. Adanya kesenjangan ini disebabkan berbagai faktor, seperti tidak meratanya pembangunan atau tertutupnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat kelas bawah. Fenomena kesenjangan sosial ini menjadi salah satu sumber sikap diskriminatif dan generalisasi akibat perbedaan dari segi ekonomi.