“Mama masih ingat bagaimana Tiara merengek-rengek meminta ikut dengan kita. Mama masih ingat dengan jelas semuanya, Pa..,” kata perempuan itu sambil menangis.
“Sabar, Ma! Ini semua musibah dan takdir, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerimanya dengan ikhlas.”
“Kita terlalu egois, Pa. Kita terlalu disibukkan dengan urusan kita sendiri. Kita…,”
Tak sempat kata-katanya diteruskan oleh perempuan itu. Karena kini dia menangis tersedu -sedu dalam pelukan suaminya. Perempuan itu begitu merasakan kesedihan yang dalam dikarena anaknya meninggal secara mengenaskan. Kawanan perampok yang memasuki rumahnya semalam secara keji membunuh anaknya. Dengan luka mengganga di leher dan kepalanya. Sementara itu, kini pembantunya masih berada di rumah sakit tak sadarkan diri dengan lebam di wajah dan kepalanya, serta luka di tangan kanannya yang menangkis sabetan senjata tajam.
Kedatangan mereka tadi pagi memang sengaja dari luar kota, mereka mendapat telepon dari Kantor Polisi tentang perampokan bersenjata tajam di rumahnya. Mereka dengan panik dan tergesa-gesa segera pulang ke rumahnya.
Tiara baru berumur 5 tahun dan ulang tahunnya minggu lalu yang ke 5 itu ternyata menjadi ulang tahunnya yang terakhir. Sesal ibunya kali ini karena sesaat sebelum ditinggalkan pergi keluar kota, Tiara terus menangis meminta ikut dengan mereka, dan karena alasan masih sekolah maka Tiara tak bisa di bawa mereka.
Entah kenapa saat itu Tiara tak bisa diberi pengertian. Tiara tetap menangis meminta ikut bersama mereka. Mungkin itu sebuah pertanda bahwa kematiannya hanya tinggal menunggu jam saja. Karena pada saat mereka pergi ke luar kota di siang hari, pada malamnya di hari itu pula perampokan terjadi.
******
Tiga bulan sudah kejadian perampokan itu terjadi, namun ibunya tetap tidak bisa melupakan kehilangan anak satu satunya itu. Dia tidak pernah masuk kerja dengan alasan masih belum konsentrasi dan tidak fokus pada pekerjaannya, dan suaminya selama ini menagani semua urusan di kantornya. Untunglah perusahaan itu memang perusahaan keluarga, sehingga mereka bisa saling mengisi kekosongan dalam setiap tugas yang diembannya.
Perempuan itu selalu mengunjungi kamar anaknya setiap hari, membersihkan dan merapihkanya walau tak pernah dipakai. Beberapa boneka berwarna warni yang bersusun di meja belajar, dia turunkan dan disusun kembali, hanya merubah posisi saja. Hingga terkadang hampir seharian dia tidak keluar dari kamar Tiara, hanya diam memandangi foto dan semua barang peninggalan Tiara.
Perempuan itu dapat merasa dan melihat, bahwa anaknya masih ada di dalam rumah. Perempuan itu dapat merasa dan mendengar, Tiara menangis menyayat hati, merintih kesakitan dengan wajah dan tubuh yang berlumuran darah. Perempuan itu menangis dan berlari menghampiri anaknya. Rasa kasih sayangnya, mengalahkan rasa takutnya.
"Tiara, sini dekat mama sayang.. mama minta maaf. Biarkan mama merawat lukamu." Perempuan itu memeluk anaknya
"Mana yang sakit, sayang ? Mama akan ambil perban, mama akan ambil obat penghilang rasa nyeri. Mama akan membuatmu merasa nyaman ." Dengan panik perempuan itu membersihkan darah segar dari tubuh Tiara.
Perempuan itu memeluk Tiara. Perempuan itu meraung sedih.Mereka saling memeluk dan saling bertukar cerita. Sambil sesekali perempuan itu menghapus darah yang terus keluar dari luka leher dan kepala Tiara yang mengganga.
Sejak hari itu, perempuan itu merawat luka Tiara hingga sembuh dan anaknya tidak menangis lagi.
*******
“ Papa ! Sini sebentar.” Perempuan itu memangil suaminya yang terlihat melintas di pintu kamar.
Suaminya baru pulang kerja, lengkap dengan tas laptop yang disatukan dengan beberapa dokumen penting perusahaan.
“Ada apa ma?” tanya suaminya pendek.
Kemudian ia memasuki kamar itu, melihat ke sekeliling kamar dengan perlahan.
“ Papa, besok kita beli boneka baru ya! Besok kan hari sabtu, sekalin jalan jalan. Sudah lama kita nggak jalan jalan bersama sambil belanja.” Kata perempuan itu pada suaminya.
“Maksud mama boneka apa? Dan buat siapa beli boneka?” dengan mengernyitkan dahi suaminya bertanya.
“Buat Tiara pa, Tiara pasti senang dapat boneka baru..Tiara pasti…,”
Tak sempat ia meneruskan kata katanya. Karna di potong suara suaminya yang naik dua oktaf.
“Mama…sadarlah, Ma! Tiara sudah tidak ada. Hadapilah semua ini, Ma! Kita harus mengikhlaskannya.”
Sejenak mereka terdiam. Keduanya tak ada yang bicara, istrinya menunduk karena melihat pandangan suaminya yang serius, yang beberapa detik yang lalu membentaknya. Berusaha menyadarkannya.
Perempuan itu nampak ketakutan, dengan sayu ia mengarahkan pandangannya ke bawah. Melihat foto Tiara yang dipegangnya sejak tadi. Tak ada keberanian untuk mengatakan kepada suaminya, bahwa Tiara masih ada dan sering bermain main bersamanya. Tiara masih sering minta disuapi makan dan nonton TV bersamanya. Tiara masih suka minta ditemani tidur dan dibacakan dongeng olehnya.
Melihat kejadian itu suaminya merasa bersalah, kemudian ia menyimpan koper di meja belajar Tiara, dan mendekati istrinya seraya berkata perlahan.
“Maafkan papa ya, Ma! Sudahlah ayo kita keluar dari sini, dan besok papa akan ajak mama jalan-jalan kita memang sudah lama tidak pergi bersama”
Kecupan lembut di kening istrinya memberikan sedikit ketenangan. Perlahan suaminya meraih foto itu dari tangan istrinya, kemudian menyimpannya di meja belajar Tiara tepat di samping tasnya. Foto itu menghadap ke arah mereka berdua. Dengan lembut suaminya memeluk istrinya, membelai rambutnya yang terlihat kurang terawat, karena selama seminggu ini belum pernah disisir. Sementara itu istrinya diam dalam pelukan, dari sela bahu suaminya perempuan itu membuka mata, dengan pandangan tertuju ke arah foto Tiara. Dia memandangi foto itu dengan tajam. Dan foto Tiara itu tersenyum dan melambaikan tangan padanya.
****
Hari berganti hari, keadaan tak kunjung membaik. Perempuan itu semakin gemar menyendiri, menyepi dan jarang berbicara. Pewarna bibir dan peralatan rias wajahnya utuh dimeja kamar selama 3 bulan ini tak pernah disentuhnya. Rambutnya yang semakin tak karuan mulai terlihat menyeramkan. Dengan piyama putih yang tak mau dia lepas dan menggantinya. Perempuan itu tak lagi memperhatikan penampilannya.
Sejak meninggal anaknya itu, suaminya tak pernah lagi disiapkan sarapan pagi oleh istrinya. Dia seakan tak perduli lagi pakaian yang dikenakan suaminya. Tidak seperti sebelumnya yang selalu mencocokkan warna dasi dan kemeja yang dipakai. Perempuan itu memang sudah tak merawat suaminya lagi, karena dia sendiripun tak pernah dirawatnya. Perempuan itu terlalu hanyut dalam kesedihan dan dunia hayalnya.
Seringkali dengan suara jelas, perempuan itu berbicara sendiri di kamar anaknya yang telah meninggal 3 bulan yang lalu. Dalam penglihatannya, Tiara masih ada. Dan sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya. Sesal baginya karena perempuan itu terlalu sibuk bekerja dan tak punya waktu lagi dalam merawat Tiara. Perempuan itu sering menangis sedih dan meminta maaf berulangkali pada Tiara. Putri tunggal yang sangat disayanginya.
Pembantunya yang baru bekerja 1 minggu, setelah peristiwa perampokan itu pun telah meminta berhenti. Pembantunya tak sanggup menghadapi keadaan majikannya yang sering berbicara sendiri dan merasa trauma dengan kejadian itu. Pembantunya memilih berhenti sesaat , untuk menenangkan diri dikampung halamannya.
*******
Menjelang gelap suaminya baru pulang kerja, dengan mengendap ia mendengarkan istrinya yang sedang berbicara sendiri di kamar Tiara. Setelah beberapa saat ia mendengar istrinya berbicara dan tertawa riang. Seakan sedang mengobrol dan bercanda dengan Tiara. Dengan sekuat tenaga ia membuka pintu kamar itu.
“Mama! Papa sudah muak dengan semua ini. Sadarlah, Ma! Tiara itu sudah meninggal. Dia telah tiada lagi, dan tempatnya bukan disini.” Dengan amarah ia berbicara.
Sementara itu istrinya tak terpengaruh sedikitpun dia asyik dengan beberapa boneka yang berserakan di ranjang Tiara. Seolah sedang bermain dengan mereka.
Melihat keadaan itu, amarah suaminya makin terpancing dengan cepat menuju istrinya. Dengan kedua tangannya dia memegang bahu istrinya. Menguncangnya sambil berkata.
“Mama! sadarlah, Ma !” ucapnya setengah berteriak.
Istrinya tetap menunduk sambil bergumam seolah sedang berbicara dengan Tiara. Suaminyapun mulai kehilangan kesabaran. Sebuah tamparan di pipi istrinya membuat dia berhenti berhayal.
“Mama,.sadarlah! Tiara sudah tidak ada. Ingat papa, ma!. Perjalanan hidup kita masih panjang." suaranya kini mulai melemah, tak sekeras seperti sebelum dia menampar istrinya.
Air mata laki-laki itu mulai berlinang. Tamparan itu bukanlah karena membenci istrinya. Dia hanya ingin menyadarkan istrinya.
Perlahan istrinya mulai mengangkat wajah, kini pandangannya tepat beradu dengan suaminya. Pandangan itu terlihat kosong, sayu dengan raut pucat yang terlihat jelas. Kemudian ia berbicara perlahan.
“Mama sadar, Pa. Ini sedang bermain sama Tiara. Sebentar lagi mama mau memandikannya. Karena besok Tiara mau pergi jauh." Perempuan itu berkata pada suaminya.
"Ayo Tiara, sapa dan peluk papamu. Katanya Tiara kangen dan ingin bermain bersama papa. Tiara sayang kepada papa dan sangat berat hati untuk berpisah." Perempuan itu seakan berkomunikasi dengan Tiara.
Mendengar perkataan istrinya itu, suaminya kembali terlihat marah. Tanpa berkata kata ia langsung menarik kuat tangan istrinya. Dia menarik, hingga istrinya terjatuh dari ranjang dan suaminya menarik paksa istrinya hingga ia terseret dari ranjang tersebut. Perempuan itu menangis dan meronta ronta, memohon agak tidak dipisahkan dengan Tiara. Tapi suaminya tetap tak tersentuh, menyuruhnya diam dan mendengarkan perintahnya.
Kini mereka berada di depan sebuah kaca besar kaca yang biasa dipakai Tiara setiap hari. Sementara itu istrinya diam tidak bersuara. Seakan pasrah dengan perlakuan suaminya itu.
“Lihat, Ma! Yang harus mandi itu mama! Bukan Tiara, karena Tiara sudah tidak ada. Dia sudah meninggal, Ma !"
"Sadarlah! Mama sudah terlalu larut dalam kesedihan. Akhiri semua ini sekarang! Tiara sudah berbeda alam dengan kita.” Ucap suaminya dengan sedih dan perlahan.
Air mata mulai mengalir deras dari mata suaminya, mengiringi kata katanya yang mulai melemah kembali. Sambil berkata ia mencoba mengangkat istrinya untuk segera berdiri.
Setelah istrinya berdiri tegap, dia melepas pegangan tangan di bahu istrinya.
“Lihatlah wajah mama sekarang, penampilan mama sangat tidak karuan, lihat wajah mama sendiri di cermin ini, Ma!” dengan pelan dia mengarahkan istrinya menghadap tepat ke arah cermin.
Setelah yakin posisi istrinya sempurna, kemudian dia mulai melihat ke arah cermin. Dan seketika itupun dia terperanjat. Jantungnya bedegup kencang, darah mengalir dengan cepat disetiap nadinya. Mata suaminya terbelalak. Melotot tajam ketika melihat tubuh istrinya dan sebuah sosok kecil di cermin itu.
Sosok dalam cermin itu adalah istrinya, dengan mata merah dan rambutnya yang acak acakan. Dan begitu ia mengarahkan pandangan ke arah tubuh istrinya, dia begitu terkejut. Sangat terkejut, karena dia melihat sosok anak kecil sedang memegang tangan istrinya.
Dialah adalah Tiara, anaknya yang 3 bulan lalu meninggal dunia. Tiara dengan tatapan penuh kesedihan dan tubuh yang berlumuran darah. Kepala yang pecah dan luka leher yang mengganga. Dengan darah yang masih berlumuran dipakaian putihnya.
Tiara menatap sedih. Seakan berkata,
"Tolong jangan marah pada mama, Pa. Biarkan aku di sini sebentar dan bermain main bersama mama. Sebelum aku pergi, dan tak akan kembali lagi." Ucap Tiara dengan wajah pucat yang memelas.
Tiara berjalan menghampiri laki laki itu dan memeluknya. Seketika laki laki itu tak sadarkan diri, ambruk di sisi kanan istrinya.
******
Wajah cantik itu terlihat samar. Mungil dan lucu sambil memegang barbie kesukaannya. Perlahan ia berkata.
“Maafkan Tiara, Pa. Tiara masih kangen, tapi Tiara janji tidak akan mengganggu lagi”
Wajah itu kemudian berubah menjadi sinar yang menyilaukan, sebuah sinar dari balik jendela kamarnya.
*******
“Bangun, Pa! sudah siang nih mau masuk kerja nggak?” suara istrinya terdengar lembut.
Dan saat ia menoleh ke samping kanan, terlihat istrinya membawa nampan yang biasa dipakai menghidangkan sarapan paginya. Segelas teh panas dan nasi goreng terlihat masih mengeluarkan asap pertanda panas.
Dengan penuh heran suaminya memperhatikan istrinya. Rambutnya yang tersisir rapi, dengan wajahnya yang putih merona adalah pemandangan yang biasa disaksikannya setiap pagi. Namun sudah 3 bulan kebelakang tidak ia lihat lagi. Dan hari ini adalah hari pertama ia melihat itu kembali.
“Semalam papa mimpi buruk, Ma. Aku bermimpi menampar mama, dan papa melihat.. melihat….,” dengan ragu dia berkata,
Kemudian istrinya berkata,
“Melihat Tiara maksud papa?” tanya perempuan itu sambil tersenyum.
“Lho kok mama tau?” ucap laki laki itu dengan ekspresi kaget.
“Itu bukan mimpi kok pa ! Kemarin sore, sampe sakit pipi mama ditampar papa.Untunglah nggak ada bekasnya.”
“Terus, apa yang terjadi?" tanya suaminya penasaran.
“Hmmmm... papa pingsan di kamar Tiara, ketika Tiara menghampiri dan ingin memeluk papa," jelas perempuan itu.
" Sampai berat, mama membawa papa dari kamar Tiara kesini." Ucap perempuan itu sambil tersenyum.
Kemudian perempuan itu menceritakan mimpinya semalam. Bahwa Tiara datang menemuinya dan pamit akan pergi selamanya. Tiara senang, karena rasa kangennya terhadap kita sudah terobati. Tiara titip salam untuk papa. Sekarang Tiara sudah tenang dan bahagia bersama teman temannya, hidup damai di alam baka.
Pasangan suami istri tersebut saling menatap, lalu berpelukan. Sebagai kesepakatan, bahwa mereka akan memulai hidup baru, meski tanpa Tiara.
=================================================================
Kolaborasi : Neny Silvana dan R - 82
(gambar: dari google)
Tulisan yang lainya di :
http://www.kompasiana.com/nenysilvana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI