“Buat Tiara pa, Tiara pasti senang dapat boneka baru..Tiara pasti…,”
Tak sempat ia meneruskan kata katanya. Karna di potong suara suaminya yang naik dua oktaf.
“Mama…sadarlah, Ma! Tiara sudah tidak ada. Hadapilah semua ini, Ma! Kita harus mengikhlaskannya.”
Sejenak mereka terdiam. Keduanya tak ada yang bicara, istrinya menunduk karena melihat pandangan suaminya yang serius, yang beberapa detik yang lalu membentaknya. Berusaha menyadarkannya.
Perempuan itu nampak ketakutan, dengan sayu ia mengarahkan pandangannya ke bawah. Melihat foto Tiara yang dipegangnya sejak tadi. Tak ada keberanian untuk mengatakan kepada suaminya, bahwa Tiara masih ada dan sering bermain main bersamanya. Tiara masih sering minta disuapi makan dan nonton TV bersamanya. Tiara masih suka minta ditemani tidur dan dibacakan dongeng olehnya.
Melihat kejadian itu suaminya merasa bersalah, kemudian ia menyimpan koper di meja belajar Tiara, dan mendekati istrinya seraya berkata perlahan.
“Maafkan papa ya, Ma! Sudahlah ayo kita keluar dari sini, dan besok papa akan ajak mama jalan-jalan kita memang sudah lama tidak pergi bersama”
Kecupan lembut di kening istrinya memberikan sedikit ketenangan. Perlahan suaminya meraih foto itu dari tangan istrinya, kemudian menyimpannya di meja belajar Tiara tepat di samping tasnya. Foto itu menghadap ke arah mereka berdua. Dengan lembut suaminya memeluk istrinya, membelai rambutnya yang terlihat kurang terawat, karena selama seminggu ini belum pernah disisir. Sementara itu istrinya diam dalam pelukan, dari sela bahu suaminya perempuan itu membuka mata, dengan pandangan tertuju ke arah foto Tiara. Dia memandangi foto itu dengan tajam. Dan foto Tiara itu tersenyum dan melambaikan tangan padanya.
****
Hari berganti hari, keadaan tak kunjung membaik. Perempuan itu semakin gemar menyendiri, menyepi dan jarang berbicara. Pewarna bibir dan peralatan rias wajahnya utuh dimeja kamar selama 3 bulan ini tak pernah disentuhnya. Rambutnya yang semakin tak karuan mulai terlihat menyeramkan. Dengan piyama putih yang tak mau dia lepas dan menggantinya. Perempuan itu tak lagi memperhatikan penampilannya.
Sejak meninggal anaknya itu, suaminya tak pernah lagi disiapkan sarapan pagi oleh istrinya. Dia seakan tak perduli lagi pakaian yang dikenakan suaminya. Tidak seperti sebelumnya yang selalu mencocokkan warna dasi dan kemeja yang dipakai. Perempuan itu memang sudah tak merawat suaminya lagi, karena dia sendiripun tak pernah dirawatnya. Perempuan itu terlalu hanyut dalam kesedihan dan dunia hayalnya.