Rumah bulat memiliki empat tiang induk sebagai penopang utama dan beberapa tiang penolong yang berbentuk lingkaran mengikuti pondasi bangunan. Empat tiang penopang utama selain menopang rumah, tiang-tiang tersebut juga menopang loteng.
Dindingnya mengikuti tiang penolong, dibuat serapat mungkin. Pintunya hanya satu, setinggi perut orang dewasa, tidak memiliki jendela, tidak memiliki ventilasi. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar yang disajikan.
Pertanyaan adalah mengapa atoin meto membuat rumah seperti itu?
Konon, wilayah yang didiami oleh suku Dawan disebut pah meto yang berarti tanah kering. Sementara julukan atoin meto atau atoni pah meto adalah orang kering atau orang dari tanah kering. Ini setidaknya menggambarkan tentang geografis wilayah yang didiami atoin meto bahwa tanah yang ditempati adalah tanah kering.
Tanah kering yang dimaksud adalah lahan kering. Sebagian besar tanahnya adalah tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, tanah yang kekurangan air. Ditandai dengan rata-rata curah hujan yang rendah, kurang dari 250 - 300 mm/tahun. Suhu wilayah pun sangat tinggi terutama pada musim panas.
Risiko pertanian di lahan kering adalah kekurangan air dan hanya bergantung pada musim hujan, begitu pun curah hujan rendah. Artinya musim untuk memproduksi makanan sendiri (food production) sangat singkat sehingga perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Perlu diketahui, jagung adalah makanan pokok atoin meto yang diperlakukan istimewa dari masa tanam, panen, penyimpanan hingga diproses menjadi makanan untuk dikonsumsi.
Akan tetapi, jagung hanya bisa dibudidayakan pada musim hujan sementara musim panas tidak dapat dibudidayakan. Tentunya pada musim panas atoin meto terancam kelaparan karena kehabisan makanan, tidak bisa produksi pula.
Merespon hal tersebut atoin meto wajib memiliki lumbung atau tempat penyimpanan makanan sebagai alternatif untuk musim panas, musim di mana keadaan tidak memungkinkan untuk memproduksi makanan.