Pakaian merupakan sesuatu atau barang yang dikenakan pada tubuh. Misalnya baju, celana, topi, sepatu dan lain sebagainya. Pakaian terbuat dari bahan-bahan seperti kulit binatang, tekstil dan bahan identik lainya.
Di beberapa daerah telah mengganti kulit dengan bahan yang lain seperti serat hewani, wol, linen, katun, sutra, kapas dan rami yang dibuat menjadi tenunan, rajutan, atau dipintal.
Menurut para antropolog di di Institut Max Planck telah melakukan analisis genetik kutu tubuh manusia yang menunjukkan pakaian berasal sekitar 170.000 tahun yang lalu.
Pakaian memiliki tujuan secara fisik, jender dan sosial. Secara fisik, pakaian melindungi tubuh dari ketidakstabilan suhu, radiasi sinar ultraviolet, gigitan serangga dan sebagainya. Misalnya jaket untuk suhu dingin dan topi untuk melindungi wajah dari panas matahari.
Secara gender, pakaian digunakan sesuai dengan kebutuhan. Seorang wanita harus menggunakan pakaian yang tidak harus dan tidak bisa digunakan oleh seorang pria begitupun sebaliknya seorang pria harus menggunakan pakaian yang tidak harus tidak bisa digunakan oleh seorang wanita.
Model pakaian pun sudah dirancang sedemikian rupa sehingga tidak pakaian yang digunakan adalah benar-benar untuk seorang wanita atau seorang laki-laki.
Secara sosial, pakaian melindungi bagian-bagian tubuh tertentu seperti alat kelamin, payudara dan bokong yang sangat memalukan  jika dilihat oleh orang lain.Â
Namun tujuan pakaian secara sosial tiap-tiap daerah atau suku berbeda. Jika di dunia barat, berpakaian sebatas menutup kelamin dan payudara tidak menjadi masalah maka di budaya timur secara khusus di Indonesia adalah hal yang tabu.
Di zaman modern ini, pakaian bukan hanya sekedar tujuan semata secara fisik, jender dan sosial tetapi lebih dari itu merupakan sebuah mode atau fesyen.
Dibeberapa negara, fesyen dilakukan dalam sebuah kontes atau show yang dinamakan sebagai Fashion Show. Fashion Show merupakan peragaan busana yang khas dari para model. Para model berjalan di catwalk dengan mengenakan pakaian yang dibuat oleh sang desainer. Pakaian diterangi menggunakan berbagai bentuk pencahayaan dan efek khusus.
Negara-negara yang terkenal dengan acara ini adalah Perancis (Paris Fashion Week), USA (New York Fashion Week), Italia (Milan Fashion Week), Inggris (London Fashion Week), Jerman (Berlin Fashion Week) dan Rumania (Feeric Fashion Week).
Di era milenial atau tahun 1990-sekarang, Hampir semua negara di dunia mempunyai usaha dalam menciptakan tren fesyennya. Setiap negara biasanya memiliki tren tersendiri dan presepsi yang berbeda dalam berekspresi tentang fesyen, sehingga fesyen yang tercipta hampir tidak ada batasannya pada era ini (Wikipedia).
Namun, bagaimana pun itu setiap negara atau daerah memiliki dress code-nya sendiri. Dress code tidak dicantumkan dalam sebuah aturan resmi tetapi terkandung dalam sebuah nilai budaya yang berlandaskan norma-norma sosial.
Cara berpakaian menyampaikan pesan-pesan sosial, misalnya menunjukkan identitas budaya atau pribadi yang bersangkutan; mendirikan, mempertahankan, atau menentang norma kelompok sosial, dan memberikan kenyamanan serta fungsionalitas.
Selain itu, pakaian menciptakan suatu aturan atau tanda yang menunjukkan pesan yang diberikan oleh pakaian seseorang dan bagaimana pakaian tersebut dikenakan. Pesan itu antara lain bagaimana berpakaian sesuai jenis kelamin, pekerjaan (guru, tukang batu dan lain sebagainya) , kelas sosial (miskin dan kaya) afiliasi politik, suku bangsa dan agama, sikap, mode, tradisi, status perkawinan, usia, dan orientasi seksual.
Saat ini, berbicara tentang pakaian bukan soal kebutuhan tetapi soal show yang harus dilihat oleh orang lain karena hal itu menunjukkan kepribadian seseorang. Kebanyakan orang ingin tampil menarik dan elegan dengan balutan busana yang indah.
Kebanyakan orang menggunakan fesyen karena terinspirasi dari seseorang atau kelompok yang lain. Tak heran, budaya Indonesia sedang terdistorsi oleh gaya berbusana dunia barat. Orang tidak lagi memikirkan budaya, orang tidak lagi memikirkan pesan yang disampaikan melalui pakaian dan orang tidak lagi memikirkan perspektif orang tentang dirinya.
Yang paling fenomenal di Indonesia saat ini adalah Hotpants atau yang dikenal oleh orang Kupang dengan istilah Celana Umpan. Hotpants sebetulnya bukan budaya berpakaian orang Indonesia.
Hot Pants bukan celana pendek tetapi celana yang sangat pendek atau ada yang memberikan nama celana pendek rampasan. Biasanya, Hotpants digunakan oleh wanita dan bisa juga untuk pria.
Hotpants pertama kali dipopulerkan oleh Majalah mingguan tren industri mode pria dan wanita, Women's Wear Daily (WWD) pada tahun 1970. Pada saat itu WWD menggambarkan celana pendek yang dibuat dalam kain mewah seperti beludru dan satin untuk pakaian modis yang lebih praktis daripada celana pendek yang dipakai untuk olahraga atau rekreasi sejak 1930-an.
Seorang sejarawan mode Amerika, kurator, dan direktur Museum di Fashion Institut of Technology Valerie Fahnestock Steele menulis banyak jurnal tentang mode, salah satunya adalah Fetish: mode, seks, dan kekuasaan diterbitkan oleh Oxford University Press. Ia pernah mengatakan bahwa sebaik apapun Hotpants tersebut maupun sebagai pakaian, dengan cepat akan dikaitkan dengan seks dan pelacuran karena mereka ditonton oleh pria.
Pada Januari 1971, seorang psikiater yang di Manhattan menyatakan bahwa popularitas hotpants terletak pada bagaimana mereka mengekspresikan "kebebasan baru wanita", tetapi kemudian ia melanjutkan dengan menyarankan kepada pengguna hotpants bahwa jika mereka ingin berhubungan dengan orang lain (lawan jenis) harus menarik perhatian melalui "provokasi seksual" dengan berpakaian hotpants sebagai "pendahuluan untuk hubungan yang tulus.
Pada pertengahan 1970-an, celana pendek yang sangat pendek itu telah menjadi sebutan atau istilah untuk pelacuran, khususnya pelacuran di bawah umur, sebagaimana dicontohkan oleh film Taxi Driver tahun 1976, di mana karakter pelacur anak-anak Jodie Foster mengenakan sepasang hotpants.
Oleh karena itu, Era 1970-an merupakan era hotpants dikaitkan dengan industri seks (produksi film porno dan sebagainya) sehingga akhirnya membuat mode tersebut jatuh pamor.
Namun, pada tahun 2010-sekarang, Hotpants bangkit dan menguasai pasar mode sebagai busana klub, industri hiburan, terutama sebagai bagian dari kostum pemandu sorak atau untuk penari. Yang penikmat musik hip-hop dan dance pasti mengetahui hal tersebut.
Hotpants di Indonesia
Hotpants di Indonesia juga digunakan sebagai busana untuk penari wanita seperti JKT 48 dan lain sebagainya. Akan tetapi, ada juga yang menggunakan sebagai busana untuk rekreasi dan sebagainya. Ada juga yang menggunakannya untuk aktivitas sehari-hari tergantung dari masing-masing orang.
Merujuk pada kebebasan wanita berekspresi, hal ini adalah hal yang wajar selagi tidak ada kaitannya dengan hal-hal negatif. Namun, kebebasan berekspresi harusnya punya margin yang tidak bisa kita langgar atau keluar darinya.
Indonesia memiliki budaya berpakaian timur yang sangat sopan apalagi seorang wanita. Konon, lutut saja tidak boleh dilihat oleh orang lain. Artinya bahwa pakaian harus dibawah lutut, baju harus berlengan dan tidak ngepress. Itulah filosofi berpakaian budaya Timur.
Filosofi dari budaya tersebut meninggalkan nilai-nilai hidup yang terus dimaknai dan dijunjung tinggi oleh orang Indonesia.
Oleh karena itu, pakaian yang dikenakan ala budaya barat akan menjadi sorotan publik. Bahkan, penilaian negatif pun akan penuh dalam pemikiran orang lain. Maaf, jika untuk seorang wanita, akan dianggap memamerkan keindahan tubuhnya.
Keindahan tubuhnya akan dikaitkan dengan orientasi seksual. Apalagi hotpants yang sudah dikaitkan dengan seks dan pelacuran sejak tahun 1970-an.
Lebih parahnya, hotpants disebut oleh orang NTT sebagai Celana Umpan. Celana Umpan sebenarnya memiliki makna negatif yang berarti memberi umpan untuk mendapatkan sesuatu dan itu dikaitkan dengan orientasi seksual.
Dalam artikelnya "Saat Bercerita tentang Celana Umpan", Djo Izmail mengatakan bahwa Karena kebiasaan orang NTT yang tidak begitu akrab dengan hotpants, maka sangat risih bila melihat orang memakai celana yang kekurangan kain tersebut. Bahkan, menurutnya, Orang yang menggunakan hotpants akan menjadi lanskap mata untuk memandang dan tempat untuk meletakan kata-kata dari berbagai mulut. Seseuai dengan namanya apakah si pemakai bermaksud mengumpan atau hanya karena kepanasan dan gerah sehingga membiarkan angin masuk mungkin juga karena ia mengikuti perkembangan mode?
Namun, istilah celana umpan dan perspektif semacam ini bukan menjadi pukulan telak tetapi malah menjadi istilah tren yang terus digunakan oleh semua kalangan masyarakat walaupun perspektif itu berkembang pada seorang laki-laki terhadap seorang perempuan penggunaan hotpants adalah wanita jalanan dan sebagainya.
Ini adalah stigma buruk dan perspektif yang salah tetapi budaya memaksa kita untuk menilai seperti itu.
Bagi penulis, penggunaan hotpants harusnya disesuaikan konteks dan budaya agar jangan membawa persepektif masyarakat ke ranah negatif. Ataukah mungkin kita bisa tidak menggunakan hotpants? Bagaimana kita mempengaruhi budaya barat dengan budaya ketimuran kita?
Motif penggunaan hotpants sangat beragam untuk dinilai. Butuh instrumen penelitian khusus untuk motif penggunaan hotpants.
Salam!!!
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H