Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Kontroversi "Celana Umpan", Seks dan Mode

25 Juni 2019   15:09 Diperbarui: 25 Juni 2019   15:27 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era milenial atau tahun 1990-sekarang, Hampir semua negara di dunia mempunyai usaha dalam menciptakan tren fesyennya. Setiap negara biasanya memiliki tren tersendiri dan presepsi yang berbeda dalam berekspresi tentang fesyen, sehingga fesyen yang tercipta hampir tidak ada batasannya pada era ini (Wikipedia).

Namun, bagaimana pun itu setiap negara atau daerah memiliki dress code-nya sendiri. Dress code tidak dicantumkan dalam sebuah aturan resmi tetapi terkandung dalam sebuah nilai budaya yang berlandaskan norma-norma sosial.

Cara berpakaian menyampaikan pesan-pesan sosial, misalnya menunjukkan identitas budaya atau pribadi yang bersangkutan; mendirikan, mempertahankan, atau menentang norma kelompok sosial, dan memberikan kenyamanan serta fungsionalitas.

Selain itu, pakaian menciptakan suatu aturan atau tanda yang menunjukkan pesan yang diberikan oleh pakaian seseorang dan bagaimana pakaian tersebut dikenakan. Pesan itu antara lain bagaimana berpakaian sesuai jenis kelamin, pekerjaan (guru, tukang batu dan lain sebagainya) , kelas sosial (miskin dan kaya) afiliasi politik, suku bangsa dan agama, sikap, mode, tradisi, status perkawinan, usia, dan orientasi seksual.

Saat ini, berbicara tentang pakaian bukan soal kebutuhan tetapi soal show yang harus dilihat oleh orang lain karena hal itu menunjukkan kepribadian seseorang. Kebanyakan orang ingin tampil menarik dan elegan dengan balutan busana yang indah.

Kebanyakan orang menggunakan fesyen karena terinspirasi dari seseorang atau kelompok yang lain. Tak heran, budaya Indonesia sedang terdistorsi oleh gaya berbusana dunia barat. Orang tidak lagi memikirkan budaya, orang tidak lagi memikirkan pesan yang disampaikan melalui pakaian dan orang tidak lagi memikirkan perspektif orang tentang dirinya.

Yang paling fenomenal di Indonesia saat ini adalah Hotpants atau yang dikenal oleh orang Kupang dengan istilah Celana Umpan. Hotpants sebetulnya bukan budaya berpakaian orang Indonesia.

Hot Pants bukan celana pendek tetapi celana yang sangat pendek atau ada yang memberikan nama celana pendek rampasan. Biasanya, Hotpants digunakan oleh wanita dan bisa juga untuk pria.

Hotpants pertama kali dipopulerkan oleh Majalah mingguan tren industri mode pria dan wanita, Women's Wear Daily (WWD) pada tahun 1970. Pada saat itu WWD menggambarkan celana pendek yang dibuat dalam kain mewah seperti beludru dan satin untuk pakaian modis yang lebih praktis daripada celana pendek yang dipakai untuk olahraga atau rekreasi sejak 1930-an.

Seorang sejarawan mode Amerika, kurator, dan direktur Museum di Fashion Institut of Technology Valerie Fahnestock Steele menulis banyak jurnal tentang mode, salah satunya adalah Fetish: mode, seks, dan kekuasaan diterbitkan oleh Oxford University Press. Ia pernah mengatakan bahwa sebaik apapun Hotpants tersebut maupun sebagai pakaian, dengan cepat akan dikaitkan dengan seks dan pelacuran karena mereka ditonton oleh pria.

Pada Januari 1971, seorang psikiater yang di Manhattan menyatakan bahwa popularitas hotpants terletak pada bagaimana mereka mengekspresikan "kebebasan baru wanita", tetapi kemudian ia melanjutkan dengan menyarankan kepada pengguna hotpants bahwa jika mereka ingin berhubungan dengan orang lain (lawan jenis) harus menarik perhatian melalui "provokasi seksual" dengan berpakaian hotpants sebagai "pendahuluan untuk hubungan yang tulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun