"Apa kau baik-baik saja ...."
Aku mengangguk gugup, dan segera memberikan tepung pada Pak Sandi. Dia mengambil tepung itu dengan raut wajah sangat bersalah, ia baru tahu jika aku begitu trauma berada gudang bawah. Namun aku tak bisa menyalakannya, dan seharusnya diriku membiasakan, bukan menghindari.
"Sudah kubilang, jangan masuk ke gudang jika itu membuatmu takut dan kamu bisa memberi tahu Pak Sandi, Din ...."
Nayla mengomel dibelakangku, "Stop it, Nay. Aku tidak bisa seperti ini, jika aku menuruti. Dan selamanya aku adalah seorang penakut, dan ...."
Kataku terputus, Nayla dibelakang terdiam dia tak memberi satu kata pun menjawab. Aku tak menghiraukannya dan meninggalkan dia yang terpaku. Sesungguhnya aku merasa sangat bersalah telah berkata kasar padanya, dia punya niat baik dan selalu melindungiku. Tapi aku tak bisa begini selamanya, aku harus bisa dan berani menghadapi meskipun Randy tak masalah dengan semuanya.
"Apa yang terjadi? Mengapa kau tinggalkan Nayla sendiri ...." Randy menatapku. Tapi aku tak berani untuk menatapnya kembali, semua orang merisaukanku. Ada apa dengan diriku yang begitu egois, dan mengucapkan kata-kata yang tak sepantasnya aku katakan.
"Dia punya kaki untuk menyusul, bukan ...."
belum saja melangkah, Randy menggenggam lenganku. "Kau tak sepantasnya begitu padanya, Din."
"Lepaskan dia, Ran. Dinda benar, Dia sudah besar dan tahu  bagaimana untuk mengontrol rasa takunya ...."
"Maksudmu?"
Semua orang terdiam tak ada satu orang pun yang berkata atau menjawab pertanyaanku tadi. Apa yang tengah mereka sembunyikan dariku, kepalaku begitu pening memikirkan hal yang tak aku ingat. Tapi, bayangan anak kecil itu selalu hadir dan setiap aku melihatnya merasa ada sesuatu yang sangat menakutkan.