"Oya, besok aku beli lampu tidur," kataku sambil berbaring di sampingnya. Matanya terpejam, namun aku tahu dia mendengarkan ucapanku tadi.
"Well, jika menurutmu baik. Aku tidak masalah ...."
"Thanks, Nay."
Sesungguhnya aku adalah orang yang paling beruntung, mereka menyayangiku bahkan sangat mencintaiku. Bagiku itu adalah sebuah anugrah terindah dari Allah, dikelilingi sahabat dan bos yang selalu memberiku semangat ketika diri ini jauh dari keluarga.
Kakiku baru saja melangkah dari pintu gerbang apartemen, kudengar suara gadu dan pekikan anak kecil. Hatiku berdegub kencang, entah bagaimana bisa aku merasa sesuatu yang membuatku sangat ketakutan. Nayla yang berada di sampingku merasa heran dengan tingkahku.
Aku memegangi dadaku, degupan itu semakin kencang. Kakiku pun melangkah, semakin cepat dan langkah itu berubah menjadi berlari. Aku mencari suara gadu dan pekikan anak kecil itu.
"Jangan pukul dia!" suaraku lantang menghentikan seorang ibu yang tengah memarahi anaknya.
Semua orang menatapku aneh, semua mata tertuju padaku dan anak itu pun berhenti menangis. Aku merasa bingung sendiri, mengapa diriku berada ditempat ini. Tak lama kemudian Nayla datang dan meninta maaf pada semua orang.
"Apa yang terjadi?" Nayla begitu resa dengan tingkahku selama minggu-minggu ini. Aku pun bingung untuk memberitahunya, semua datang dengan tiba-tiba bahkan aku tak ingat apa pun setelah kejadian. Diriku merasa seperti manusia yang sangat aneh.
"Aku tidak tahu ...."
Nayla tak begitu banyak menanyakan dia menggandengku lalu pergi bersama, toko kue tempatku bekerja sudah buka. Kulihat Santi sedang membereskan lemari kaca, iya aku bekerja di toko roti milik orang Japang. Aku dan ketiga sahabatku sudah lumayan lama berja di tempat ini, bahkan kita sudah seperti keluarga sendiri dengan bos kami.