Mohon tunggu...
Nenk Mawar
Nenk Mawar Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Saya hanyalah penulis receh yang tengah berperang dengan pena dan menggoreskan kata-kata

Hidup hanya sekali, buatlah hidupmu berwarna. Jangan engkau menyia-nyiakannya tetap semangat apapun keadaannya keep fighthing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau adalah Aku

18 Agustus 2020   15:36 Diperbarui: 18 Agustus 2020   16:37 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf kita terlambat lagi," kataku ketika kaki ini baru saja melangkah depan pintu kaca.

Santi hanya tersenyum, aku pun masuk dan mulai mengganti pakaian. Terlihat Nayla tengah bersiap-siap untuk menghantarkan kue pesanan, kita sudah mulai sibuk dan aku terlupa apa yang terjadi dua satu jam lalu.

"Hey, Din. Aku keluar, tolong bilang ke Randy aku akan sampai dua jam lagi ...." Nayla pun pergi bersama motor mionya, aku beru teringat ke mana Randy pergi. Sudah siang begini dia belum sampai tokonya, aku pun bertanya pada Pak Sandi yang sang baker.

"Dari kemarin dia tidak masuk, kurang begitu tahu dia ke mana. Cuma dua hari lalu dia mengirim pesan, agar jangan mencari dia ...."

Kemarin aku tidak masuk, dan biasanya Randy mengabariku atau Nayla meskipun dia tengah sibuk dia akan mengirim pesan singkat padaku.

"Ma kasih, Pak ...."

"Oya, Din. Bisa ambilkan tepung dibawah?"

Aku sedikit ragu untuk melangkah, namun itu tidak mungkin jika diriku menolak dan memilih untuk tidak mendengar permintaannya. Dibawah sana, tak begitu gelap masih ada sedit udara yang masuk dari lubang jendela kecil. Lampu di dalam sini tak begitu terang, sedikit redup mungkin karena ini adalah tempat penyimpanan tepung.

Kakiku melangkah pada tangga yang menurun ke bawah, kulihat seorang lelaki menyeret anak kecil berambut ikal. Anak itu merengek mencoba untuk melepaskan diri, napasku sesak. Seakan terhipit pada ruangan yang sempit, anak itu terpekik ketika seorang lelaki itu mulai memukulinya dan ia melemparkan anak perempuan itu bersama boneka beruangnya ke sudut ruangan.

Lelaki itu menghilang, tubuhku gemetar melihat anak kecil itu tersungkur. Tanganku mencoba untuk meraihnya, namun dia tiba-tiba menghilang. Aku kalap, menangis hiteris dan berteriak, aku takut di sini. Aku berteriak meminta tolong. Pintu itu tertutup, aku lupa bahwa pintu gudang ini tidak bisa buka dari dalam.

Dari luar kudengar Nayla berteriak, aku pun menggedor pintu gudang ini. Kulihat wajahnya begitu cemas dan semua sepasang mata melihatku, begitupun dengan Rendy yang berdiri di depan pintu kaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun