"Apakah orangnya seperti ini, dok?" Ratih menujukkan foto kecil yang terselip di dompetnya. Dokter itu mengiyakan dan Ratih hanya terdiam entah harus berkata apa ia bingung dan sedikit kecewa dengan suaminya yang begitu tega meninggalkannya bahkan menikah lagi tanpa sepengetahuannya.
"Ambillah sekarang dok, tidak perlu menunggu Pak Sugiman."
Dokter pun menuruti apa yang dikatakan oleh Ratih dan segera mengambil darahnya. Matanya terpejam menahan segala rasa sakit bertahun-tahun dirasakannya sekarang yang ia dapatkan hanyalah sebuah badai yang menyambar dan menghancurkannya berkeping-keping dengan sengatannya yang tiba-tiba. Bulirannya membasahi wajah ayunya seraya ia pun mengusap setiap buliran bening itu.
"Sudah selesai Bu."
Ratih pun bangun dan tersenyum pada sang dokter seakan ia tak ada apa-apa, terdengar suara Jupri dan Rizki karena kamar pengambilan darah tak jauh dari ruang pasein, iya pun terdengar samar-samar suara seorang lelaki yang ia sangat kanali, Ratih bangkit dan keluar dari kamar itu dan yang didengar olehnya ternyata benar bersamaan dengan dokter memberi tahu ia sudah mendapat golongan darah O dokter pun memberitahu bahwa wanita yang disebelahnyalah telah mendonotkan darahnya.
"Maafkan aku, Ratih."
Tangan Jupri mengepal dan Ratih pun mendekap erat Rizki yang ada di pelukkannya, melihat begitu banyak orang Mbah Sumi pun tersadar, ia segerah meminta izin untuk membawa ibunya pulang dan Sugiman pun selalu mencoba untuk menggapai tangan Ratih tapi ia menampikkannya.
"Jangan sentuh aku, Mas dan ceraikanlah aku sekarang juga. Sudah cukup kau membung kami dan menyianyiakan kami. Semoga istri cepat sembuh, tak perberterima kasih atas darah yang aku donor."
Dia adalah Ratih wanita yang ditinggalkan dan disakitinya, meskipun wanita yang terbaring itu telah merebut suaminya ia tetap mendonorkan darahnya pada wanita biadab itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H