"Apa ingin Rizki temani Ibu ngobrol?"
"Tidak, pergilah tidur besok Rizki harus sekolah."
Anak lelakinya pun pasrah dengan permintaan ibunya, mungkin benar dia ingin merenungi malam sambil menunggu salat tahajjud tiba. Rizki pun kembali ke kamarnya dan melanjutkan mimpi yang tertunda.
*****
Ratih masih terpaku menatap potret yang terpajang di sebuah meja kecil diujung ruangan tamu, ia pandangi wajah yang ada dibingkai itu lekat-lekat. Dengan penuh harapan ia berdoa agar bisa dipertemukan dengan suaminya meski dalam keadaan apa pun, ia tak kenal teman-teman suaminya dan PT yang pernah menerbangkan Sugiman pun sudah bangkrut kini Ratih sangat binggung pada siapa lagi ia meminta tolong sedangkan dia tak begitu paham menggunakan media sosial ponsel yang ia punya pun hanya bisa saja, tidak bisa mengakses internet.
"Aku serahkan pada-Mu ya Rabbi, hanya Engkaulah yang Maha Tahu di mana Mas Sugiman berada."
"Bu ...."
Ratih terkejut mendengar jeritan buah hatinya, ia pun bergegas mendekati Rizki, mata tertujuh pada ibunya yang kini terbaring dipangkuan anaknys. "Kenapa, si mbah? Ada Rizki."
"Mbah terpeleset, Bu."
Dia pun segera meminta pertolongan tetangganya yang mempunyai kendaraan dengan napas tersengal ia meminta Jupri mengantarnya ke rumah sakit mendengar keluh kesa Ratih, Jupri tak banyak basa-basi segera mengambil motornya dan membonceng ke dua perempuan itu menuju rumah sakit terdekat. Sepanjang jalan ia hanya menangis mendekap ibunya yang kini tak sadarkan diri, padahal hari raya sebentar lagi namun ada saja ujian yang menyapa namun ia harus sabar dan ikhlas atas apa yang menjadi ketentuan dari-Nya.
"Tahan ya Bu, sebentar lagi kita sampai." Hanya kata-kata itu yang selalu diucapkannya, sesekali mengusap air matanya yang menetes diwajah ibunya.