Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tarif Pijit Three in One

19 Juni 2023   20:14 Diperbarui: 19 Juni 2023   20:20 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari masih pagi, saat tiba di sekolah inklusif. Bu Ai, CGP yang akan kubersamai dalam PI langsung menyambut. Dia mengajakku masuk ke ruangan kantor yang sangat rapi, bersih dan indah. Maklum, sekolah ini adalah sekolah binaan, fasilitasnya lengkap, guru-gurunya hebat, serta merupakan sekolah inklusi.

Dilansir dari wikipedia.org, pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar siswa dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali untuk difabel.

Seorang anak laki-laki berperawakan tinggi langsing, berambut agak gondrong datang menyapa Bu Ai. Padahal, saat itu pembelajaran baru dimulai.

"Bunda mau dipijit?" tanyanya ramah.

"Nanti, ya, kalau Bunda udah beres pekerjaannya?" jawab Bu Ai sambil tersenyum.

Merasa tertarik dengan tawarannya, anak itu segera kutanya.

"Emangnya bisa mijit, ya, Nak?"

"Iya, Bunda. Pijit three in one"

"Loh, apa itu three in one?" tanyaku heran.

"Pijit kepala, pundak punggung!" jawab anak itu lugas, sambil memandangku.

"Wah, keren sekali nama pijitannya! Berapa tarif pijit three in one, Nak?"

Kulihat nama di dadanya, tertulis "Ari"

"Seribu, Bunda!"

"O, gitu, ya, Ari? Nanti Bunda Neni mau nyobain, ya! Emang udah belajar di kelas, Nak?" tanyaku.

Anak itu menggelengkan kepala.

"Ayo, belajar dulu di kelas, ya. Nanti habis belajar, pijitin Bunda Neni!" bujuk Bu Ai.

Ari pun mengangguk. Ia berlari tanpa alas kaki menuju kelasnya.

Belum lima menit, anak itu muncul kembali.

"Bunda mau dipijit sekarang?" tanyanya padaku.

"Udah belajar di kelas, Nak?"

:Udah, Bunda!"

"Ayo, Bunda pegel, nih, pijit yang enak, ya!"

Anak itu tersenyum dan segera duduk di kursi. Saya yang sedang lesehan mengisi LMS  bersama Bu Ai, segera menutup laptop. Tenaga Ari cukup andal untuk anak ukuran kelas 2 SD. Dengan siku, dia memijit punggungku. Tangannya beralih ke pundak dan kepala. Sangat runut.

"Ari, pinter juga mijitnya. Belajar dari siapa, Nak?" tanyaku sambil menikmati pijitan three in one.

"Aku belajar alamiah saja, Bunda!" jawabnya pede.

"Masya Allah, bagus, Nak.Uangnya pasti sudah banyak, ya?"

"Udah ada seratus dua puluh satu ribu, Bunda."

"Wow, mantap! Uangnya buat apa, Nak?"

"Buat nraktir semua teman-teman di sekolah!" ujarnya yakin.

Sejenak aku kehabisan kata mendengar ucapannya.

"Wah, mulia benar hatimu, Ari. Semoga tetap sehat dan semangat, ya? Biar bisa nraktir temen-temen!"

"Iya, Bunda!'

Tangannya tak henti memijit kepalaku.

"Kalau udah, tinggal bilang aja, Bunda," ujar Ari.

Mungkin dia pegel, pikirku. Cukup lama juga Ari memijit.

"Udah cukup pijitannya, ya, Nak!" ujarku.

Ari segera menghentikan pijitannya dan turun dari kursi.

"Gimana, sudah enakan, Bunda?" tanyanya penasaran.

"Alhamdulillah, enak banget! Pegel-pegel jadi hilang!" ujarku tulus.

Senyum Ari pun mengembang.

Segera kusodorkan uang lima ribu rupiah, yang sejak tadi kupersiapkan.

"Ini buat Ari, ya!"

"Saya ambil kembaliannya dulu, Bunda!"

Secepat kilat, Ari melesat ke arah kelasnya tanpa dapat kucegah. Maksudku, sih, biar saja, gak usah dikembalian.

"Ini, Bunda, kembaliannya!"

Tiba-tiba saja Ari sudah ada di dekatku, dan menyodorkan uang logam lima ratusan. Setelah kuhitung, jumlahnya benar! Empat ribu rupiah.

"Wah, makasih kembaliannya, Ari! Nanti pijit Bunda, kalau kapan-kapan ke sini, ya?"

"Iya, Bunda!" anak itu mengangguk senang.

"Ari mau nyari lagi guru yang mau dipijit, Bunda!" Ari menyalami tangan kami.

"Assalamualaikum," katanya berpamitan

"Wa'alaikumussalam warahmatullah..."

Kupandangi Ari yang berjalan tanpa alas kaki, di tengah gerimis pagi.

Dari cerita Bu Ai, Ari anak yang tantrum, tetapi sangat pandai dalam bidang akademiknya.  Kini dia sudah lepas dari guru pembimbing khusus, dan sudah menjadi murid reguler. Ari sudah bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Hanya, kesenangannya jalan-jalan saat orang lain belajar, belum bisa berubah.

Tetapi menurutku, seneng juga sih, bisa jalan-jalan terus, saat selesai belajar, atau bosan di kelas. Dapet uang, lagi! Hehehe

Kreatif juga anak ini, ya?

Semoga sukses dan berkah, ya, Ari! Terima kasih pijit three in one-nya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun