Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagaimana Caramu Menjentik Telinga Rendi?

1 Maret 2023   17:45 Diperbarui: 1 Maret 2023   17:55 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas upacara bendera, seorang siswa kelas lima menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya, ternyata telinganya dijentik oleh siswa kelas enam. Duh, ada-ada aja!

Saat di kelas, kuinterogasi anak laki-laki satu persatu.

"Kamu menjentik telinga Rendi?"

Mereka menggeleng.

"Enggak, Bu!"

Mereka menjawab dengan sangat meyakinkan.

"Kalau tidak ada yang mengaku, ayo semua anak laki-laki berdiri, dan masuk ke kelas lima!" perintahku.

Kugiring mereka masuk ke kelas lima. Aku meminta izin kepada Bu Ayu, guru kelas lima untuk mengklarifikasi.

"Silakan, Bu!" ujarnya ramah.

Kulihat Rendi masih menangis. Wajahnya menelungkup di atas meja.

"Rendi, ini semua anak laki-laki kelas enam. Barangkali Rendi bisa menunjukkan, siapa yang telah menjentik telinga Rendi!" ujarku.

Rendi bergeming.

Kutunggu beberapa saat, dia tetap tak mau mengangkat wajahnya, meski dibujuk oleh gurunya sekali pun.

"Ya, udah, kalau Rendi gak mau menunjukkan sekarang, barangkali nanti ya! Rendi bilang saja sama Ibu Ayu."

Kuajak anak-anak kembali ke kelas.

Sebelum melanjutkan pelajaran, mereka kunasihati dulu untuk tidak melakukan perundungan.

"Hati-hati, ya, Nak. Kita sudah membuat kesepakatan serta mengutuk keras tindakan perundungan. Baik secara verbal, mau pun dengan kekerasan fisik. Menjentik telinga, termasuk perundungan fisik, dan hal itu tidak dibenarkan."

Kutatap anak-anak satu persatu.

"Ibu tak ingin kejadian ini terulang kembali. Mengerti?"

"Mengerti, Bu!"

Saat bel istirahat, aku bertemu dengan Bu Ayu di ruang guru.

"Bu, kata Rendi, yang menjentik telinga itu Tino!" ujarnya sambil tertawa.

"Rendi memang sangat mudah menangis, sedikit-sedikit, nangis!" jelasnya.

"Oh, begitu, ya?"

"Iya, Bu, sering sekali dia menangis di kelas, karena hal sepele!"

Aku mengangguk-angguk.

"Mungkin dia anak manja?" tanyaku, sambil mesem.

"Iya, Bu!" jawab Bu Ayu.

"Sebentar, saya mau nanya dulu Tino, mumpung istirahat!"

Bu Ayu mengangguk.

"Silakan, Bu!"

Aku menuju lapangan sekolah. Beberapa siswa sedang main sepakbola, ada juga yang main kejar-kejaran. Kulihat Tino duduk bersama teman-temannya di bangku taman. Dia sedang asyik menonton sepakbola.

Tanpa basa-basi, langsung saja kutanya dia.

"Hai, Tino, bagaimana caramu menjentik telinga Rendi? Dengan tangan menelungkup atau terlentang?"

Aku menelungkupkan telapak tangan sambil menjetikkan ibu jari dan jari tengah, dan menelentangkannya.

Tak kusangka, Tino menjawab dengan rasa percaya diri.

"Begini, Bu!"

Spontan, ia menelentangkan telapak tangan, dan menjentikkan ibu jari dan jari tengahnya dengan keras. 

Oalah, dasar bocah! Dia keceplosan! Hahaha

Tino langsung mengaku, padahal, tadi pagi dia sama sekali tak mau  mengakuinya.

Melihat kepolosan Tino, rasanya ingin tertawa, tetapi kutahan.

"Wah, pasti sakit, ya, kalau dijentik seperti itu?" tanyaku.

"Iya, Bu!"

"Kenapa menjentik telinga Rendi?"

"Abis dia ngobrol saat upacara!"

"Bagus, gak, menjentik telinganya?"

Tino menggeleng.

"Nggak, Bu," lirih jawabnya.

"Nah, kalau merasa bahwa perbuatanmu salah, jangan diulangi lagi, ya?"

"Iya, Bu!" Tino mengangguk dengan mantap.

"Nanti kau temui Rendi, dan minta maaf padanya!"

"Iya, Bu!"

Selepas istirahat, Tino menemui Rendi di kelasnya.

Disaksikan oleh guru dan semua siswa kelas lima, dia meminta maaf kepada Rendi, yang disambut Rendi dengan senyum merekah. Mereka bersalaman sambil tersipu malu.

Semoga Tino menjadi anak baik, dan Rendi tak cengeng lagi.

Aamiin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun