"Stop!"
Motorku kurem seketika. Sebuah roda buah-buahan menghalangi jalanku. Untunglah, remnya pakem.
"Maaf, barangkali mau beli!" ujar si Mang menawari kami dengan wajah watados. Kulihat tinggal dua ikat rambutan dan tiga buah semangka di atas rodanya.
"Tolong dibeli aja, Bu! Mumpung murah!" ujarnya sedikit memaksa. Peluh berleleran di dahinya.
"Gak, Mang, kemarin kan udah beli, masih ada rambutannya!" tukas Bu Yanti yang duduk di goncenganku. Rupanya si Mang langganan Bu Yanti.
"Beli aja lagi, Bu, buat besok!" kata si Mang.
"Enggak, ah!" tukas Bu Yanti.
Aku merasa kasihan, teringat kata-kata Pak Ustaz, untuk berbelanja di pedagang kecil seperti si Mang ini, meski caranya agak memaksa.
"Berapa semangkanya, Mang?" tanyaku ngasal.
Barusan paksu mengirim foto telah membeli sepuluh butir kelapa muda dari tetangga, karena kasihan juga. Duh,
"Tujuh ribu saja, sekilo!"
"Oh!" aku sedikit tertarik.
"Nah, coba lihat, ini merah dan manis!" si Mang membuka semangka yang telah dilubangi, dan warnanya memang menggiurkan.
"Saya beli yang itu saja, Mang!" tunjukku pada semangka yang telah dilubangi.
Aku males membeli semangka yang utuh, karena sering tertipu. Dalamnya ternyata berwarna pucet, dan tak berasa. Makanya, mending yang sudah ketahuan isinya.
"Yang ini saja, ya, Bu!"
Loh, kok, si Mang malah ngambil semangka lainnya, yang warna kulitnya saja kurang meyakinkan.
Tanpa diminta, si Mang langsung menimbang semangka itu dan memasukannya ke kresek. Seakan yakin, aku mau beli. Duh, taktik apaan ini? Pikirku geli.
"Dua kilo setengah, jadi dua puluh ribu, Bu!" si Mang menyerahkan kresek itu padaku, yang masih tertegun di atas motor.
"Loh, kan aku maunya semangka yang sudah dilubangi, Mang?" ujarku kesal.
"Udah yang ini saja, Bu! Kalo gak enak, serahkan lagi sama saya!" ujarnya sambil menepuk jidat, eh, dada.
Aku sangat malas menerima semangka itu. Aku punya firasat, semangka yang diberikan kepadaku jelek. Ah, mending beli rambutan saja, pikirku!
Kulirik rambutan yang tinggal dua ikat.
"Mang, kalau rambutan berapa?" tanyaku.
"Ini dua belas ribu! Coba satu, Bu!"
Lagi-lagi tanpa diminta, si Mang memberi kami masing-masing satu buah rambutan untuk dicoba. Dari tampilannya, rambutan itu kelihatan manis dan tak berair.
Kuselipkan rambutan di motor, di bawah tempat kunci.
"Saya gak jadi beli semangka, Mang. Mau rambutan aja!" kataku.
Si Mang menggelengkan kepalanya.
"Udah, mending semangka aja, Bu!" si Mang memaksa. Mengangsurkan kresek tepat di mukaku.
Duh, kok gitu amat, sih?
"Eh, Mang, Bu Neni maunya beli rambutan. Terus tadi mau semangka yang udah dilubangin, malah dikasih yang lain!" Bu Yanti membelaku.
"Udah, semangka ini aja, ya, Bu. Cuma duapuluh rebu!" si Mang keukeuh.
Ya, ampun? Kok, sampai segitunya, sih, marketing si Mang?
Daripada ribut, segera kukeluarkan uang duapuluh ribu.
"Ini, Mang!"
Tanpa ba bi bu, kutinggalkan si Mang. Sepanjang perjalanan, kami membicarakan kelakuan si Mang yang memaksakan kemauannya kepada pembeli.
"Aneh, ya, si Mang itu!"
"Iya, Bu, kemarin juga saya beli semangka. Emang begitu karakternya!' ujar Bu Yanti," Tapi, manis. kok, semangkanya."
"Tapi kalau yang ini, kurang meyakinkan, ya, Bu!" ujarnya.
"Iya!" kataku.
Setelah Bu Yanti turun di depan rumahnya, aku jadi bingung sendiri. Bingung memikirkan semangka yang tak kuinginkan.
Saat memasuki gerbang perumahan, tampak Pak Heri, Satpam perumahan, sedang mengawasi tiga orang tukang yang mengerjakan gapura perumahan.
Terbersit dalam hatiku untuk memberikan semangka kepada mereka. Panas-panas begini, cocok juga makan semangka! Hehehe
Pergulatan batin sempat terjadi.
Berikan? Jangan! Berikan? Jangan! Berikan? Jang...
Akhirnya, aku menghentikan motor setelah beberapa meter dari gerbang. Kuambil kresek semangka dari cantolan motor, dan bergegas menuju Pak Satpam.
"Pak, ini buat cuci mulut semuanya!" ujarku.
Kuserahkan kresek itu dengan mantap.
Pak Heri dan ketiga pekerja menyambutnya dengan gembira.
"Terima kasih, Bu!" ucapnya tulus.
"Sama-sama, Pak!" ujarku.
Kutinggalkan semangka sengketa di pos Satpam. Tak ingin kuketahui bagaimana isinya.
Mudah-mudahan enak dimakannya, ya, Pak! Batinku lega.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI