Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Semangka Sengketa

6 Februari 2023   15:18 Diperbarui: 6 Februari 2023   15:27 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Stop!"

 Motorku kurem seketika. Sebuah roda buah-buahan menghalangi jalanku. Untunglah, remnya pakem.

"Maaf, barangkali mau beli!" ujar si Mang menawari kami  dengan wajah watados. Kulihat tinggal dua ikat rambutan dan tiga buah semangka di atas rodanya.

"Tolong dibeli aja, Bu! Mumpung murah!" ujarnya sedikit memaksa. Peluh berleleran di dahinya.

"Gak, Mang, kemarin kan udah beli, masih ada rambutannya!" tukas Bu Yanti yang duduk di goncenganku. Rupanya si Mang langganan Bu Yanti.

"Beli aja lagi, Bu, buat besok!" kata si Mang.

"Enggak, ah!" tukas Bu Yanti.

Aku merasa kasihan, teringat kata-kata Pak Ustaz, untuk berbelanja di pedagang kecil seperti si Mang ini, meski caranya agak memaksa.

"Berapa semangkanya, Mang?" tanyaku ngasal.

Barusan paksu mengirim foto telah membeli sepuluh butir kelapa muda dari tetangga, karena kasihan juga. Duh,

"Tujuh ribu saja, sekilo!"

"Oh!" aku sedikit tertarik.

"Nah, coba lihat, ini merah dan manis!" si Mang membuka semangka yang telah dilubangi, dan warnanya memang menggiurkan.

"Saya beli yang itu saja, Mang!" tunjukku pada semangka yang telah dilubangi.

Aku males membeli semangka yang utuh, karena sering tertipu. Dalamnya ternyata berwarna pucet, dan tak berasa. Makanya, mending yang sudah ketahuan isinya.

"Yang ini saja, ya, Bu!"

Loh, kok, si Mang malah ngambil semangka lainnya, yang warna kulitnya saja kurang meyakinkan.

Tanpa diminta, si Mang langsung menimbang semangka itu dan memasukannya ke kresek. Seakan yakin, aku mau beli. Duh, taktik apaan ini? Pikirku geli.

"Dua kilo setengah, jadi dua puluh ribu, Bu!" si Mang menyerahkan kresek itu padaku, yang masih tertegun di atas motor.

"Loh, kan aku maunya semangka yang sudah dilubangi, Mang?" ujarku kesal.

"Udah yang ini saja, Bu! Kalo gak enak, serahkan lagi sama saya!" ujarnya sambil menepuk jidat, eh, dada.

Aku sangat malas menerima semangka itu. Aku punya firasat, semangka yang diberikan kepadaku jelek. Ah, mending beli rambutan saja, pikirku!

Kulirik rambutan yang tinggal dua ikat.

"Mang, kalau rambutan berapa?" tanyaku.

"Ini dua belas ribu! Coba satu, Bu!"

Lagi-lagi tanpa diminta, si Mang memberi kami masing-masing satu buah rambutan untuk dicoba. Dari tampilannya, rambutan itu kelihatan manis dan tak berair.

Kuselipkan rambutan di motor, di bawah tempat kunci.

"Saya gak jadi beli semangka, Mang. Mau rambutan aja!" kataku.

Si Mang menggelengkan kepalanya.

"Udah, mending semangka aja, Bu!" si Mang memaksa. Mengangsurkan kresek tepat di mukaku.

Duh, kok gitu amat, sih?

"Eh, Mang, Bu Neni maunya beli rambutan. Terus tadi mau semangka yang udah dilubangin, malah dikasih yang lain!" Bu Yanti membelaku.

"Udah, semangka ini aja, ya, Bu. Cuma duapuluh rebu!" si Mang keukeuh.

Ya, ampun? Kok, sampai segitunya, sih, marketing si Mang?

Daripada ribut, segera kukeluarkan uang duapuluh ribu.

"Ini, Mang!"

Tanpa ba bi bu, kutinggalkan si Mang. Sepanjang perjalanan, kami membicarakan kelakuan si Mang yang memaksakan kemauannya kepada pembeli.

"Aneh, ya, si Mang itu!"

"Iya, Bu, kemarin juga saya beli semangka. Emang begitu karakternya!' ujar Bu Yanti," Tapi, manis. kok, semangkanya."

"Tapi kalau yang ini, kurang meyakinkan, ya, Bu!" ujarnya.

"Iya!" kataku.

Setelah Bu Yanti turun di depan rumahnya, aku jadi bingung sendiri. Bingung memikirkan semangka yang tak kuinginkan.

Saat memasuki gerbang perumahan, tampak Pak Heri, Satpam perumahan, sedang mengawasi tiga orang tukang yang mengerjakan gapura perumahan.

Terbersit dalam hatiku untuk memberikan semangka kepada mereka. Panas-panas begini, cocok juga makan semangka! Hehehe

Pergulatan batin sempat terjadi.

Berikan? Jangan! Berikan? Jangan! Berikan? Jang...

Akhirnya, aku menghentikan motor setelah beberapa meter dari gerbang. Kuambil kresek semangka dari cantolan motor, dan bergegas menuju Pak Satpam.

"Pak, ini buat cuci mulut semuanya!" ujarku.

Kuserahkan kresek itu dengan mantap.

Pak Heri dan ketiga pekerja menyambutnya dengan gembira.

"Terima kasih, Bu!" ucapnya tulus.

"Sama-sama, Pak!" ujarku.

Kutinggalkan semangka sengketa di pos Satpam. Tak ingin kuketahui bagaimana isinya.

Mudah-mudahan enak dimakannya, ya, Pak! Batinku lega.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun