"Maksudmu, Na?"
"Bagaimanapun, semua yang ada dalam cerita itu adalah tentang cinta dan pengorbanan. Kisah seorang Ibu yang tegar ingin menyelamatkan anaknya apapun bentuk caranya. Si adik, karena cinta jugalah rela manut pada permintaan orang tuanya. Walaupun konflik membingkainya. Yah begitulah cinta. Satu api padam, api yang lain menyala, kesakitan seseorang berkurang akibat penderitaan orang lain, begitu kata Shakespeare dalam Romeo dan Juliet. Â Iya kan Cint?"
Kulirik Cinta disebelahku yang sudah terlempar jauh ke negeri mimpi.
"Cinta...Cinta."
***
Hari Minggu kuhabiskan di rumah. Sambil sesekali menggoda Mba Tuti, sesekali pula kubantu pekerjaannya, tanganku tak lepas dari buku. Matahari mulai terik saat kusadari sepanjang pagi aku belum bertemu Mami. Mba Tuti bilang Mami pergi sejak semalam dan belum pulang. Ke mana Mami? Tak biasanya malam minggu pergi sampai larut bahkan ini sudah berganti hari belum kelihatan batang hidungnya.
Menjelang tengah hari Mba Tuti memanggilku karena ada tamu yang ingin bertemu aku. Kok tumben, pikirku. Mana pernah ada orang dewasa mencari aku kecuali guru les yang diundang Mami khusus buatku.
"Selamat siang," sapa tamu itu.
Seorang laki-laki separuh baya dengan perempuan muda yang tidak begitu jauh usianya dari Mami.
"Maaf kami mengganggu aktivitas Nona siang ini. Perkenalkan Saya Dimas Suganda, pengacara ibu Nona dan ini Siti Fatimah sekretaris pribadi ibu Nona, Nayritta Zahara Muntaqo. Ada beberapa hal yang akan kami sampaikan kepada Nona Nashchya Zahara Muntaqo  tentang ibu Nona."
Ucapan laki-laki itu serentak melarikan detak jantungku.