Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

UU PKDRT Sudah 19 Tahun tapi Kasus KDRT Masih Tinggi

18 Oktober 2023   23:08 Diperbarui: 18 Oktober 2023   23:48 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data Simfoni PPA dari Januari- Desember 2022, tempat kejadian kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di rumah tangga (KDRT) yakni sebesar 73,1% (8.432 kasus). Adapun pelakunya sebagian besar adalah suami 56,3%.

Lantas apa yang salah? Minggu 14 Oktober 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak berbagai pihak untuk menggaungkan "Gema Kolaboratif Multistakeholders Menghapuskan KDRT di Ruang Publik". Kegiatan Kampanye Jelang 2 Dekade UU PKDRT ini difokuskan di area Car Free Day FX Sudirman, Jakarta Pusat

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga yang hadir dalam kegiatan itu mengajak semua stakeholder, terutama organisasi perempuan, untuk menggaungkan komitmen bersama dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan.

"Kita tunggu aksi semua pihak untuk bersama-sama menggaungkan UU PDKRT dan mengawal setiap kasus KDRT yang ada di lapangan," tandas Bintang.

Pihaknya menyerukan kepada para perempuan untuk berani bersuara demi melawan KDRT. Jika tidak berani bersuara, maka kasus KDRT yang sama akan terus berulang. 

Karena itu, masyarakat tidak perlu ragu untuk melaporkan kasus KDRT. Semakin banyak kasus yang terungkap, semakin banyak memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku. Karena konsekuensi dari pemberlakuan UU tersebut, pelakunya bisa dikenakan sanksi penjara.

Kementerian PPPA sendiri sudah melakukan sosialisasi "Dare to speak up" atau berani bersuara sejak 2021 sebagai langkah awal agar para korban dan saksi bisa melapor.

Dilengkapi pula dengan Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang terintegrasi ke 34 provinsi di seluruh Indonesia. SAPA 129 dapat diakses melalui hotline 129, WhatsApp (WA) 08111129129, serta aplikasi SAPA 129 yang tersedia di PlayStore.

Menurutnya, perlawanan terhadap KDRT, penting untuk dilakukan mengingat negara telah memiliki UU PKDRT yang telah berusia hampir dua dekade. UU tersebut dapat menjadi dasar hukum yang memberikan perlindungan hukum kepada korban, dan sanksi bagi pelaku KDRT.

Hadir dalam kegiatan ini berbagai organisasi masyarakat, tokoh agama, lembaga layanan, aktivis hak asasi manusia, dunia usaha, penyandang disabilitas, buruh, hingga penyintas kekerasan. Tampak hadir artis Nova Eliza Ketua Yayasan Suara Hati Perempuan, dan berbagai komunitas lainnya.

Dokumentasi Kongres Wanita Indonesia (Kowani)
Dokumentasi Kongres Wanita Indonesia (Kowani)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun