Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Iddah

6 Maret 2023   22:54 Diperbarui: 7 Maret 2023   06:33 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) Masjid Al Ihsan Permata Depok, Pondok Jaya, Cipayung, Minggu 5 Maret 2023, mengupas kajian tafsir surat At-Thalaq ayat 4-5. Kajian disampaikan oleh Ustadz Ahmad Badrudin, Lc, Mc.

Sebelum kajian dimulai, ustadz membacakan Alquran dua ayat tersebut yang diikuti para jamaah.

Artinya, "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4)

Itulah perintah Allah yang diturunkanNya kepadamu. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (ayat 5)

***

Tidak selamanya pernikahan yang terjalin berjalan mulus. Ada saja hal-hal yang membuat pernikahan itu akhirnya harus berakhir. Kandas di tengah jalan.

Islam memang menganjurkan untuk sebisa mungkin mempertahankan maghligai rumah tangga yang sudah dibangun. Karena ibadah paling panjang dan lama yaitu ibadah di dalam berumah tangga.

Namun, jika isteri tidak ikhlas atas perlakuan suami atau isteri juga sudah berusaha bersabar tetapi suami tidak juga berubah, maka isteri berhak mengajukan gugatan perceraian. Begitu pula sebaliknya.

Terkait perceraian ada dua macam. Pertama, perceraian yang terjadi saat masih hidup atau cerai hidup. Kedua, perceraian yang disebabkan oleh kematian atau cerai mati.

Masing-masing dari keduanya terbagi lagi menjadi dua keadaan. Pertama dalam keadaan hamil. Kedua tidak dalam keadaan hamil. Kondisi tidak hamil terbagi lagi menjadi dua: haid dan tidak haid.

Dari perceraian ini, muncul istilah masa iddah bagi muslimah. Masalah iddah ini sudah diatur dalam Alquran. Bagaimana iddah karena perceraian hidup, perceraian mati, ditinggal suami tanpa kabar, dan kondisi-kondisi lainnya.

Apa itu iddah? Iddah adalah masa tunggu tertentu bagi seorang perempuan guna mengetahui kekosongan rahimnya. Hal ini bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru' (masa suci).

Sebagaimana diterangkan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 228. Allah SWT berfirman, "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'".

Berikut penjabarannya.

Pertama

Isteri yang ditinggal wafat suami, sementara ia dalam keadaan hamil atau suami menceraikan isteri saat keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah hingga melahirkan. Setelah melahirkan, perempuan tersebut boleh menikah kembali.

Sebagaimana Allah berfirman, "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).

Berapa lama masa iddahnya tergantung dari masa kehamilannya. Bisa lama, bisa sebentar. Misalnya, ketika isteri diceraikan saat hamil 2 bulan, berarti masa iddahnya hingga melahirkan. Jika merujuk masa kehamilan 9 bulan 10 hari, maka masa iddahnya selama 7 bulan 10 hari.

Contoh lainnya, seminggu atau sehari setelah ditinggal wafat suaminya, perempuan tersebut melahirkan, maka habislah masa iddah wanita tersebut.

Kedua

Isteri yang ditinggal mati suami tetapi tidak dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya selama 4 bulan 10 hari.

Sebagaimana Allah berfirman, "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari (Q.S. al-Baqarah [2]: 234).  

Selama masa iddah ini, perempuan tersebut tidak boleh menikah dengan siapapun sampai masa iddahnya berakhir. Tidak boleh juga dilamar atau dipinang. Kecuali dipinangnya dalam kode-kode atau "sindiran-sindiran".

Ketiga

Perempuan yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah atau masih haid, maka iddahnya adalah tiga kali quru atau masa suci.

Misalnya, bulan pertama haid seminggu kemudian suci, maka belum berikutnya suci ditambah bulan berikutnya lagi. Jadi, 3 kali suci.

Hal ini sudah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya,  "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, (Q.S. al-Baqarah [2]: 228).

Keempat

Perempuan yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah menopouse, maka masa iddahnya sama, selama tiga bulan atau tiga kali quru.

Allah berfirman, "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid" (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).

Kelima

Perempuan yang dicerai namun belum pernah bergaul dengan suaminya, maka tidak ada masa iddah baginya.

Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya" (Q.S. al-Ahzab [33]: 49)

Keenam

Isteri yang ditinggal suami tanpa ada kabar, tanpa ada beritanya, menghilang, bagaimanakah status pernikahannya? Apakah pernikahan sudah dianggap cerai dengan sendirinya? Dan apakah perempuan tersebut bisa menikah lagi?

Jika suami tidak diketahui kabarnya dan sulit untuk menghubunginya, maka Umar bin Khatab memberikan ijtihad batasan isteri wajib menunggu hingga 2 tahun. Munculnya bilangan 2 tahun ini berdasarkan lamanya masa perjalanan di masa Rasulullah.

Di saat itu, sekali perjalanan menggunakan unta atau kuda bisa menghabiskan waktu sekitar 1 tahun, jika ia kembali lagi butuh waktu sekitar 1 tahun juga. Jadi, jika ditotal butuh waktu 2 tahun.

Setelah 2 tahun itu, perempuan tersebut boleh menikah lagi. Dengan catatan, perempuan tersebut mengajukan gugat cerai kepada hakim. Nanti keputusan cerai itu hakim yang memutuskan.

Bagaimana ketika sudah menikah tiba-tiba suami yang hilang itu kembali? Bagaimana dengan status pernikahan tersebut dengan suami yang sah secara syar'i?

Dalam hal ini keputusan diserahkan kepada pihak perempuan. Apakah memilih suami yang "baru" atau suami yang "lama". Jika memilih suami yang lama maka suami yang baru harus menceraikan dulu isterinya.

Setelah melewati masa iddah baru boleh menikah dengan suami yang lama sesuai dengan aturan Islam.

Catatan

Perempuan dalam masa 'iddah talak raj'i (talak pertama dan kedua), diharamkan dipinang dan menerima pinangan. Baik secara terang terangan ataupun sindiran. Mengapa? Karena talak raj'i tidak memutus hubungan suami istri seketika.

Justru masa iddah ini bisa menjadi bahan renungan atau intropeksi diri. Siapa tahu di masa iddah keduanya damai dan rujuk kembali. Kecuali jika masa iddah itu sudah berlalu, maka ikatan perkawinan mereka barulah benar-benar putus.

Hal yang sama juga berlaku bagi perempuan yang menjanda karena menggugat cerai atau karena talak tebus (khulu') atau karena dicerai sebelum dicampuri. Pertimbangannya karena masih adanya kesempatan bersatu lagi dengan cara melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru juga.

Selama masa 'iddah raj'iah, perempuan tersebut wajib tetap tinggal di rumah suaminya sampai habis masa 'iddahnya. Ia tidak diperkenankan keluar dan suaminya pun tidak boleh mengusirnya.

Allah berfirman, "Tempatkanlah mereka dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka." (QS. At Thalaq: 6).

Konteks ayat ini memberi pemahaman bahwa ketentuan ber'iddah dengan keharusan tetap tinggal di rumah suami adalah media untuk rujuk. Itu sebabnya, perempuan yang ditalak raj'iah, haram dipinang laki-laki lain dalam masa iddahnya.

Demikian.

Wallahu'alam bisshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun