Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sharing Session, Sarana Interaksi Pimpinan dan Karyawan

6 Februari 2023   21:56 Diperbarui: 6 Februari 2023   22:05 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kompas.com

Menjelang Maghrib, sepulang dari kantor, suami minta dibuatkan kopi pahit. Kopi Liong tanpa gula. Kopi kesukaannya. Saya pun menyeduh kopi panas lalu saya taruh di meja. 

Perjalanan dari kantornya yang di Karawaci, Tangerang, Banten, ke Permata Depok, Kota Depok, Jawa Barat, cukup menguras energinya. Tubuhnya terasa penat. Terlebih ia mengendarai motor. Dan, minum kopi panas membuat tubuhnya kembali bugar.

Suami lantas bercerita tentang kegiatannya di kantor. Suami memang sering bercerita tentang aktifitasnya kepada saya. Apa saja yang dialami suami, sering diceritakannya kepada saya. Entah aktifitas di kantor, di lingkungan rumah, keluarganya atau aktifitas bersama teman-temannya.

Suami bercerita tadi siang itu ada sharing session dengan Wakil Presiden Direktur. Itu sebabnya, suami diminta ke kantor. Biasanya, suami lebih sering kerja dari rumah. Suami saya kebetulan bekerja di perusahaan swasta milik salah satu konglomerat Indonesia.

Sudah lebih dari 10 tahun ini suami menjabat posisi sebagai public affair media relation di kantor pusat yang menangani juga public affair di cabang-cabang di seluruh Indonesia. Salah satu tugas suami menjalin hubungan baik dengan media-media nasional, internasional, maupun lokal.

Dalam pertemuan itu, Wapresdir meminta masukan divisi-divisi atas usulan Manajer Marketing. Seorang perempuan muda lulusan marketing luar negeri. Dia sempat beraudensi dengan Wapresdir dan menyatakan jika tugas-tugas di divisi suami saya dan didikerjakan juga olehnya akan banyak menghemat anggaran.

"Coba kamu jelaskan job desk kamu," kata Wapresdir. Perempuan muda, cantik, energik, cerdas, dan humble. Meski ia anak dari pemilik perusahaan ini, tetapi sesuai dengan keahlian dan kompetensinya.

Lalu dijelaskanlah oleh suami saya sebagai orang yang paling sering di lapangan dia harus standby 24 jam untuk isu-isu yang berkaitan dengan perusahaan. Ia harus bisa membentuk citra positif perusahaan di masyarakat melalui media. Termasuk menghandle bagaimana agar tidak ada publikasi yang negatif.

Kebetulan suami sebelumnya berprofesi sebagai wartawan. Jadi sudah paham bagaimana dunia wartawan termasuk kaidah-kaidah jurnalistik di dalamnya.

"Coba kamu ceritakan waktu kamu ditugaskan ke Medan, bagaimana?" tanya Wapresdir.

"Saya standby 24 jam, berkoordinasi dengan pihak kepolisian, pemadam kebakaran, LSM, dan media. Saya sampai nggak sempat tidur itu," kata suami.

Kebetulan cabang di Medan ada musibah, terjadi kebakaran. Syukurnya, hanya satu ruangan saja yang terbakar.

"Oh begitu ya," jawab si manajer.

Secara fisik, terlebih dia perempuan, sepertinya dia tidak akan biasa bekerja di lapangan. Ini sih bukannya meremehkan kemampuannya. Cuma kan job desknya itu harus disesuaikan juga dengan kompetensinya. Apa iya dia mau jam istirahatnya diganggu?

Ia juga menyorot pola kerja suami yang dilihatnya jarang ada di kantor. Tidak seperti karyawan lain yang masuk pagi, pulang sore dari Senin - Jumat.

Padahal, sebagaimana disepakati suami lebih sering bekerja di luar kantor memantau situasi dan membaca berbagai berita. Ke kantor paling sepekan 2 kali atau ketika harus rapat atau standby untuk mengawal suatu pertemuan penting.

"B ini (menyebut nama suami saya) memang pekerja lapangan, dia harus gerak cepat, memantau isu-isu atau hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan. Harus gerak cepat. Justru kalau ke kantor menjadi tidak efektif," bela atasan suami.

Lalu manajer mengatakan uang publikasi media senilai Rp300 juta terlalu besar. Jika menggunakan agensi bisa ditekan dan anggarannya tidak sebesar itu.

"Coba kamu jelaskan," kata Wapresdir kepada divisi yang biasa berhubungan dengan pihak agensi.

"Justru kalau pakai agensi biayanya lebih besar Bu. Untuk satu agenda kegiatan saja bisa menghabiskan  1 miliar. Kalau Ibu tidak percaya, coba Ibu bikin satu kegiatan saja lalu serahkan kepada agensi," jelas divisi tersebut kepada sang manajer.

Si manajer terlihat termenung dan sedikit kaget. Mungkin dia tidak menyangka ternyata perhitungannya keliru. Mungkin dia juga merasa malu.

"Bagaimana sudah jelas kan job desknya. Ada lagi yang ingin disampaikan?" tanya Wapresdir.

"Untuk saat ini tidak ada. Nanti akan saya pelajari lagi," jawab manajer.

Sebenarnya, kata suami, Wapresdir ini sudah paham dengan kinerja para divisinya. Cuma karena sang manajer menyakinkan Wapresdir bahwa ia bisa menghandle apa yang biasa dihandle divisi lain, Wapresdir ingin sharing.

"Ya sudah ya, saya sebenarnya nggak perlu sampai harus mengadakan pertemuan seperti ini. Sudah jelas job desknya masing-masing," katanya.

Kata suami sih, mungkin maksud manajer tersebut baik, ingin menekan anggaran sehingga lebih efisien dan efektif. Tapi ternyata perhitungan dan analisanya kurang tepat.

Menurut saya pribadi, manajer juga kurang bijak juga jika ingin menghandle semuanya. Dia harusnya fokus dengan desk jobnya. Berdiskusi dengan divisi lain boleh tapi bukan berarti mengambil celah untuk menjatuhkan divisi lain.

Memang sih tugas manajer di perusahaan tidak lepas dari 4 hal yaitu merencanakan, mengarahkan, memimpin, dan mengkoordinir staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tapi kan tugas manajer kan macam-macam sesuai dengan posisinya.

Ada manajer iklan, ada manajer HRD, ada manajer keuangan, manajer operasional, dan lain-lain. Tugas masing-masing menajer kan beda-beda sesuai tupoksi, tidak bisa mengambil alih tupoksi yang bukan kewenangannya.

Syukurnya Wapresdir orangnya cukup bijak menyikapi hal ini. Tidak serta merta mengiyakan atau menyetujui apa yang "dibisiki" sang manajer, meski sang manajer lulusan luar negeri.

Meski masalah ini masalah "remeh" dan bukan menjadi urusannya, namun ia tetap meluangkan waktu mengumpulkan anak buah dan mendengarkan pandangan mereka. Sharing session ini bisa menjadi sarana interaksi antara pimpinan dan karyawan untuk mencari solusi bersama demi kemajuan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun