Sementara itu, Kandar menyatakan khazanah arsip tentang kemaritiman yang tersimpan di ANRI tidak saja sebagai bahan bukti penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang tercipta pada masa lampau, tetapi memiliki makna lintas waktu, lintas peristiwa, dan lintas geografi.Â
Masalah kemaritiman yang bisa dihighlight ialah mengenai politik-pemerintahan, pertahanan-keamanan, ekonomi pembangunan, dan sosial. Karena itu, arsip kemaritiman dari kementerian/lembaga sangat diharapkan untuk segera diserahkan agar dimilikinya database arsip kemaritiman.
Mukhlis PaEni mengungkapkan, kita sudah kehilangan budaya maritim, yang tersisa adalah tradisi pesisir. "Bagaimana kita menjadi bangsa maritim yang besar kalau kita tidak punya falsafat maritim? Itu yang  menjadi pergerakan kita dan itulah yang harus dipincut untuk menjadikan manusia maritim," tukasnya.
Sesi kedua menghadirkan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Erwiza Erman dan Arsiparis Madya ANRI Nadia Fauziah sebagai narasumber dan moderator anggota Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Asep Kambali.Â
Prof. Erwiza memaparkan Kartini sebagai anak ke-5 dari 11 saudara, berasal dari
keluarga priyayi dengan budaya feodal Jawa yang sangat ketat. Dengan kelebihan yang  dimiliki, Kartini bisa menikmati pendidikan di ELS.Â
Kegelisahan Kartini pun diutarakan ke
dalam surat-suratnya dengan menuangkan ide-ide tentang kemajuan, pendidikan, kemandirian, dan ketidakadilan, khususnya kepada wanita.Â
Nadia menambahkan pemanfaatan arsip menjadi publikasi kearsipan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dinominasikan ke dalam Memory of The World (MoW). Joint nomination MoW untuk arsip gender sendiri ANRI bekerja dengan Universitas Leiden/KITLV. Ke depan, juga akan bekerja sama dengan arsip Belanda.
Marcella Zalianty sebagai pembahas menerangkan sosok pahlawan perempuan setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, maka perjuangannya tidak berhenti di situ saja. "Kita sebagai penerus bangsa wajib mendedikasikan kerja keras untuk meneruskan perjuangan mereka," kata aktifis perempun ini.
Sementara itu, Prof. Endang Susilowati, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, menambahkan Kartini begitu dikenal luas karena adanya glorifikasi. Dalam sudut pandang Kartini, perempuan yang modern bukan yang harus mampu bersaing dengan laki-laki melainkan perempuan yang bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki, perempuan yang dihormati dan diterima eksistensinya.
Seminar ini dihadiri peserta secara hybrid yang berasal dari kementerian, lembaga, Lembaga Kearsipan Daerah provinsi/kabupaten/kota, sejarawan, Jaringan Komunitas Sahabat Arsip, media massa, dan perguruan tinggi.