Imam Gunarto, mengatakan Bung Karno pernah mengingatkan untuk kembali menjadikan Indonesia sebagai bangsa maritim. Karena dengan menguasai samudera, Indonesia mampu menjadi satu negara yang kuat, sentosa, dan sejahtera.
Banyak cerita hebat tentang masa lalu Indonesia ketika masih memegang titel sebagai negara maritim, termasuk para pejuang wanitanya. Namun, Imam menyadari bukti kebenaran mengenai hal tersebut sulit untuk dicari. Baik itu bukti arkeologis, bukti arsip, naskah maupun bukti akademis lainnya.Â
"Karena arsip yang tersimpan bukan tentang maritim, melainkan daratan. Kita membutuhkan banyak inspirasi dari masa lalu tentang pejuang wanita yang sangat menentukan hari ini," ujarnya.
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Muhammad Syarif Bando, yang juga hadir, menyampaikan saat ini ada banyak 'pahlawan' wanita di daerah pesisir Indonesia yang berjuang bertaruh nyawa untuk menjalani kehidupan.
"Ada jutaan pahlawan wanita di daerah pesisir yang bertaruh nyawa untuk sesuap nasi. Mereka bekerja dengan alat tangkap ikan yang masih sangat tradisional," katanya.
Menurutnya, langkah yang perlu diambil untuk membantu para 'pahlawan' wanita tersebut ialah mengubah mereka menjadi manusia unggul. Yakni dengan memfasilitasi puluhan titik kampung bahari dengan penyediaan akses terhadap bahan bacaan dan buku-buku ilmu terapan yang relevan dengan wilayah tempat tinggal mereka.
"Tidak butuh waktu lama untuk Indonesia mampu melunasi hutang kalau poros maritim kita kuasai dan hal tersebut butuh manusia unggul," ungkapnya.
Seminar kearsipan ini dikemas dengan dua sesi diskusi panel. Sesi pertama menghadirkan narasumber pengamat bidang militer, pertahanan dan keamanan, Connie R. Bakrie dan Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI, Kandar. Sebagai pembahas adalah Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa Mukhlis PaEni dan dimoderatori oleh Kepala Museum Bahari, Tinia Budiati.
Connie menegaskan, saat Presiden Jokowi menyatakan negara kita sebagai poros maritim dunia 2014, harusnya kita bisa berproses cepat. Bagaimana kita menempatkan negara pada posisi
tertinggi sesuai dengan kehormatannya.Â
"Jika kita memang negara yang ada di dua samudera, diapit oleh dua benua, itulah kehormatan kita. Jadi, supremasi negara itu bagaimana negara mampu menempatkan pada tempat kita yang sesungguhnya dan Ratu Kalinyamat paham hal itu," paparnya