Malahayati adalah panglima perang Kesultanan Aceh yang tesohor berkat keberaniannya melawan armada angkatan laut Belanda dan Portugis pada abad ke-16 M. Ia melawan musuh-musuhnya menggunakan senjata rencong.Â
Ia berhasil membunuh Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada peperangan Inong Balee pada 11 September 1599.
Perjuangan Laksamana Malahayati melawan penjajah harus terhenti sekitar tahun 1606. Ia gugur saat bertempur melawan pasukan portugis di Perairan Selat Melaka.Â
Jasad Malahayati dimakamkan di lereng Bukut Lamkuta, Banda Aceh. Pada 2017, negara menobatkannya sebagai Pahlawan Nasional.
Dua perempuan tangguh itu hanya seujung kuku kisah betapa heroiknya pahlawan perempuan di masa-masa penjajahan. Masih banyak lagi perempuan-perempuan pemberani di masa itu memimpin pertempuran melawan bangsa penjajah.
Kisah-kisah keberanian para perempuan tangguh ini dibuka dalam Seminar "Dharma Samudera  Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia", Selasa 17 Januari 2023, yang diadakan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
Seminar diadakan dalam rangka Hari Dharma Samudera yang diperingati setiap 15 Januari. Peringatan Hari Dharma Samudera sendiri tidak lepas dari sejarah pertempuran antara TNI AL dan Belanda pada 1962.
Pertempuran yang terjadi di Laut Aru -- selanjutnya dikenal dengan Pertemupuran di Laut Aru, ini terjadi akibat sikap Belanda yang mengingkari perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk membebaskan Papua Barat.
Pemerintah Indonesia lantas mengerahkan 4 kapal perang berjenis MTB (Motor Torpedo Boat) untuk melakukan operasi infiltrasi. Sayangnya, misi rahasia tersebut diketahui pihak Belanda yang mengarahkan 2 kapal perangnya ke kapal milik TNI AL.
Pertempuran yang tidak seimbang ini dimenangkan pihak Belanda. KRI Macan Tutul menjadi korban. Kapal yang dipimpin Komodor Yos Sudarso ini pun ditembak oleh kapal Belanda hingga akhirnya tenggelam.