"Bukan. Suami saya bukan dokter, bukan perawat, bukan tenaga kesehatan lain. Tapi suami saya kerja di rumah sakit di bagian coorporate-nya," jelas saya.
"Iya, Bu, seperti halnya kerja di perbankan bukan berarti dia ahli perbankan dan keuangan. Bisa jadi dia di bagian administrasi, bagian legal, dan lainnya," timpalnya.
Petugas melanjutkan pertanyaan apakah semua nama yang tercantum di KK aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan, apakah suami peserta BPJS Ketenagakerjaan?
Pertanyaan lainnya apakah suami memiliki asuransi kesehatan selain BPJS Kesehatan? Berapa watt daya listrik yang digunakan, apakah di rumah memasang WiFi, berapa luas tanah dan bangunan yang ditempati?
"Apakah memiliki aset tanah atau rumah selain yang ditempati ini?" tanya petugas.
"Paling adanya tanah warisan," jawab saya. Dan, jawaban ini bukan yang dimaksud atas pertanyaan tersebut.
"Berarti tidak ada ya, Bu," katanya sambil menuliskan sesuatu di kolom pertanyaan.
Lanjut ke pertanyaan berikutnya, apakah punya mobil, apakah punya motor? Tanpa dijawab pun petugas sudah bisa mengetahuinya. Karena di garasi sebelah kiri terparkir mobil Land Rover, Bighorn, dan motor. Sementara di garasi sebelah kanan terparkir mobil jenis Toyota dan motor.
"Kalau di rumah, memasak menggunakan gas Bu, gas ukuran apa?" tanyanya, yang saya jawab gas ukuran 3 kg.
Saya bilang pakai gas ukuran 3 kg gara-garanya waktu lebaran yang entah tahun kapan, saat suami berkeliling mencari gas ukuran 12 kg tidak ada, adanya gas melon. Ya, sudah suami akhirnya memutuskan beli daripada saya tidak bisa masak sama sekali.
"Eh, keterusan sampai sekarang. Nggak boleh ya?" tanya saya karena yang saya tahu gas 3 kg atau gas melon itu diperuntukkan untuk warga miskin. Tapi tetap saya pakai karena ternyata gas melon ini lebih hemat dibandingkan gas 12 kg, baik dari segi harga maupun pemakaian.