Sementara itu, ibu hamil dan bayi dalam kandungan sangat sensitif terhadap paparan polusi udara dan asap dari kebakaran hutan.
Orang tua dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya lebih rentan terhadap dehidrasi, stres panas, infeksi dan eksaserbasi penyakit jantung dan paru-paru.
Studi lainnya juga menemukan paparan asap dari kebakaran hutan dan lahan menggandakan risiko cacat lahir yang parah.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi banyak pihak, baik pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, industri dan pihak swasta.
Perlu penelitian lebih lanjut
Meski dampak perubahan iklim terhadap kesehatan menjadi perhatian serius dunia Internasional, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan tetap diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Dikatakan, perlunya penelitian lebih lanjut tersebut, karena data-data dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak hanya berasal dari luar negeri. Kita sangat perlu ada data lokal, data nasional kita sendiri untuk menentukan langkah antisipasi.
"Jangankan antarnegara, antarprovinsi pun berbeda. Ada daerah yang lebih rawan gempa, ada yang lebih rawan banjir. Ini akan membuat sikap kita juga berbeda. Data lokal ini diperlukan untuk memetakan penanganan yang lebih tepat," kata dia.
Menurut dia, hasil penelitian tentang dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia nantinya dapat menjadi dasar langkah-langkah mitigasi yang diperlukan.
Langkah antisipasi pertama yaitu para orang tua agar menyiapkan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak. Contohnya, dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta memberikan makanan bergizi.