"Saya menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Perkumpulan Budi Kemuliaan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang telah bekerjasama dengan PPI untuk mencari jalan, bagaimana masalah dampak perubahan iklim dapat diangkat untuk mendapatkan perhatian dari kita semua," katanya.
Banyak dirasakan kelompok rentan
Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura dan Administrasi Umum FKM UI Dr Milla Herdayati, SKM, M.Si, menyampaikan  dampak perubahan iklim banyak dirasakan oleh kelompok rentan, yakni perempuan dan anak-anak.
Menurut dia, perubahan iklim berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi, yaitu pada proses kehamilan, janin, hingga bayi yang dilahirkan.
Perubahan iklim berpengaruh pada frekuensi abortus dan kelahiran prematur yang kejadiannya adalah 20,6 per 1.000 kelahiran hidup dan 6,7 dari 100 kelahiran.
"Ini terjadi di India. Kemudian kejadian autisme di Finlandia dengan risiko sekitar 2,21 dan cacat lahir di China dengan risiko 6,5 sampai 7,18," ungkapnya.
Milla menambahkan, bencana kekeringan juga berpengaruh pada kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) di Bangladesh dan Malawi dengan penurunan sekitar 88,5 gram.
Sementara cuaca ekstrim seperti badai Hurricane juga berpengaruh pada BBLR, kelahiran prematur, fetal distress, fetal death, dan post traumatic stress disorder (PTSD). Ini banyak terjadi di Amerika Serikat, Thailand dan Polandia.
Menurutnya, perubahan iklim tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap kematian ibu dan anak di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perempuan hamil  termasuk yang paling rentan terhadap perubahan iklim, sebab gelombang panas bisa memengaruhi fisiologis kehamilan.