Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan didesak untuk segera direvisi. PP tersebut dinilai belum cukup efektif menurunkan perokok anak.
Selain tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, PP 109/2012 juga belum mengatur mengenai bentuk-bentuk rokok lain seperti rokok elektrik. Tidak heran, anak-anak semakin mudah menjamah rokok.Â
Perubahan PP 109/2012 perlu diatur di antaranya mencakup ukuran pesan bergambar pada kemasan rokok diperbesar, penggunaan rokok elektrik diatur, iklan, promosi, sponsorship diperketat, penjualan rokok batangan dilarang, dan pengawasan ditingkatkan.
Demikian persoalan yang mengemuka dalam webinar "Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak Sesuai Mandat RPJMN 2020-2024" yang diadakan Lentera Anak, Kamis 28 Juli 2022. Webinar diadakan dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional 2022.
Jumlah perokok anak di negeri ini memang cukup mencengangkan. Bisa dibilang mengkhawatirkan. Indonesia darurat perokok anak.
Kementerian Kesehatan tidak memungkirinya. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya.
Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menyebutkan pada 2013 prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 7,20%. Pada 2016 naik menjadi 8,80%.Â
Pada 2018 naik lagi menjadi 9,10% atau sekitar 3,2 juta. lalu kembali naik menjadi 10,70% pada 2019. Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16% di tahun 2030.
Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 5,4% pada 2019.
Hal ini menunjukkan pemerintah gagal mengendalikan konsumsi rokok, sementara industri rokok berhasil merekrut perokok baru, yaitu anak-anak, setiap tahunnya.