"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)." (QS. An-Nisa': 31)
Idulfitri identik dengan "kembali ke fitrah". Apa makna fitrah?
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS al-Rum/30:30).
Fitrah mempunyai makna "asal kejadian", "keadaan yang suci", dan "kembali ke asal". Maka, Idulfitri sering dimaknai sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa dosa" setelah sebulan penuh ditempa berbagai amalan Ramadan.
Karena itu, ustadz mengajak umat  untuk merawat intensitasnya ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah agar tidak berhenti pada saat Ramadhan saja. Keistiqamahan mesti dijaga, terutama naluri untuk mengenal Allah yang merupakan fitrah tiap manusia.
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS. Ar-Rum: 30)
Dengan kata lain, Idulfitri adalah konsep kehambaan yang mengantarkan kita untuk kembali mengenal Allah subhanahu wata'ala.
Bukankah tanpa kita sadari bahwa Ramadan yang telah berlalu mengantarkan sekaligus mengajarkan kita untuk kembali mengenal Allah melalui beragam ibadah?
Kita terselamatkan oleh puasa kita, terutama mengendalikan hawa nafsu. Puasa mengendalikan mental kita. Sebenarnya, persoalan zaman sekarang dengan zaman-zaman sebelumnya adalah sama, yaitu menyangkut hawa nafsu.
Seperti halnya raja-raja kesultanan yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk tetap mempertahankan kekuasaannya. Bisa saja para raja ini menolak untuk bergabung dengan Indonesia, tapi nyatanya tidak.
Â
"Ketika nafsu tidak terkendali, manusia menjadi seorang diktator, ia menginginkan kekuasaan-kekuasaan lain.
Hanya hawa nafsu dan ketidaktahuan (jahil) yang membuat seseorang tidak beriman Islam atau merasa berat mengamalkan syariat Islam.