Bahwa kita jangan mudah putus asa dari bencana dan musibah. Kita tetap harus bersabar dan senantiasa memohon ampun dan petunjuk kepada Allah. Harus percaya bersama kesulitan ada kemudahan.
Ada kisah seorang kiai yang memiliki anak yang bandel hingga mengarah ke musyrik. Dinasihati tidak mempan. Bayangkan anak seorang kiai tapi kehidupan di luar jalan yang benar. Tapi sang kiai tidak putus harapan terus berdoa hingga akhir hayatnya.
Setelah sang ayah wafat, anak tersebut sadar dan taubat. Ia kini menjadi seorang kiai juga. Meneruskan dakwah sang ayah.
Ustadz menyampaikan mendakwahi seseorang tidak bisa langsung jadi. Butuh waktu. Jangan terburu-buru mengklaim orang tersebut "sudah tertutup hatinya". Siapa tahu dalam beberapa tahun kemudian dia baru kembali ke jalan yang lurus.
Kalau tidak bisa dengan cara A, gunakan dengan cara B. Tidak bisa dengan cara B, gunakan cara C. Begitu seterusnya. Jangan buru-buru. Jangan juga patah semangat. Tetap tawakal dan bersandar pada Allah SWT.
Hikmah lain yang bisa kita petik bahwa Nabi Yunus adalah seorang hamba yang senantiasa mengingat Allah, bertasbih, dan juga selalu mengharap ampunan dari Allah. Sebagaimana  diceritakan juga di dalam Al-Quran surat Ash-Shaafat ayat 143 -- 144 :
"Maka, kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit".
Mengingat Allah di sini bukan hanya ketika keadaan sulit saja, tapi juga di waktu senang atau lapang. Allah menjanjikan kemudahan dan jalan keluar dari kesulitan untuk orang--orang yang senantiasa mengingat Allah di waktu senangnya.
Mari kita jadikan kisah Nabi Yunus ini sebagai pengingat bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Terlebih di momen puasa Ramadan. Saatnya sucikan hati, sucikan badan, sucikan pikiran, sucikan jiwa.
Bagaimanapun kita menyakini, kisah-kisah di dalam Alquran adalah peringatan bagi seluruh alam. Termasuk kita sebagai manusia. Maka, sering-seringlah berintekasi dengan Alquran.
Wallahu'alam bisshowab