Setelah menunggu, anak saya pun dipanggil. Saya ikut mendampingi dan menyampaikan pandangan saya mengenai kondisi kejiwaan anak saya. Saya pun diminta untuk menunggu di luar karena dokter ingin bertanya lebih pribadi pada anak saya.
Tak lama saya pun dipanggil, dokter pun menyampaikan hasil diagnosis sementara. Dokter bilang anak saya lebih kepada gejala sibling rivalry atau kondisi kejiwaan akibat kompetisi antar saudara kandung yang diwarnai oleh rasa iri, cemburu, dan persaingan.
Katanya, bisa disembuhkan karena masih dalam taraf ringan. Jadi, tidak perlu dirujuk ke rumah sakit kelas B atau kelas A.
Dokter kemudian memberikan resep obat yang nanti diambil di farmasi. Anak saya pun diminta kontrol pada bulan berikutnya.
Karena anak saya peserta BPJS Kesehatan, jadi tidak ada biaya yang saya keluarkan, kecuali untuk 10 kapsul obat, karena yang dicover JKN hanya 20 kapsul. Tidak masalah, biayanya juga tidak banyak (tapi pengobatan selanjutnya full dicover).
Setelah tiga bulan berobat, Alhamdulillah kondisi kejiwaan anak saya membaik. Setidaknya terlihat dari adanya perubahan perilaku yang tidak seperti sebelumnya. Komunikasi dengan saya dan ayahnya kembali lancar.
Anak saya juga mampu mengejar ketertinggalannya dalam pelajaran, mengerjakan semua tugas yang belum dikerjakan hingga akhirnya dinyatakan lulus dari SMP.
Meski terlihat membaik, anak saya masih tetap harus kontrol pada bulan berikutnya karena dokter akan mengevaluasinya.
Demikianlah manfaat yang anak saya dapatkan sebagai peserta BPJS Kesehatan. Jadi, jangan ragu untuk memanfaatkannya jika kita merasa kesehatan jiwa kita tidak dalam kondisi baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H