Kanker apa yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia? Ternyata, kanker paru! Angka kematiannya mencapai 13,2% dibandingkan dengan seluruh angka kematian akibat kanker.Â
Menurut data Globocan 2020, terdapat 34.783 kasus baru kanker paru di Indonesia tahun lalu, dan 30.843 di antaranya meninggal dunia, atau sekitar 84 orang dalam sehari. Hampir mencapai angka 100. Tinggi, bukan?
Angka ini saya dapatkan saat mengikuti kegiatan dialog secara online bersama para pemangku kepentingan kanker paru Indonesia dengan tema "Kanker Paling Mematikan di Indonesia: Seberapa Jauh Telah Kita Atasi dan Apa yang Dapat Kita Lakukan?", Minggu (7/2/2021).
Kegiatan ini diadakan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia 4 Februari 2021.Â
Hadir sebagai narasumber yaitu Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, ahli kesehatan masyarakat, yang juga ahli jaminan sosial yang membidani BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan; Dr. dr. Tubagus Djumhana, SpPD-KHOM, Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN);Â
Dr. dr. Lisnawati, SpPA(K), mewakili Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI); Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK, sebagai salah satu ahli Farmakologi; Prof. Dr.dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP, Ketua Yayasan Kanker Indonesia;Â
dr. Sita Laksmi Andarini, SpP(K), PhD dari Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); dan Aryanthi Baramuli, Ketua Cancer Information and Support Center (CISC).
Dalam pengantarnya, Prof Hasbullah yang memoderatori dialog, menyampaikan, kanker paru menjadi penyebab kematian terbanyak bagi pria yang mencapai 18,5%. Ironisnya, juga menjadi salah satu penyebab kematian utama bagi perempuan sebanyak 7,1%.Â
Riwayat merokok bukan hanya satu-satunya penyebab kanker paru, walaupun masih menjadi penyebab utama. Di Asia Pasifik, jumlah wanita dan perokok pasif, menderita kanker paru lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di dunia.Â
Mengapa kematian akibat kanker paru begitu tinggi? Karena ternyata, seseorang baru menyadari dirinya terkena kanker paru saat sudah berada dalam stadium 4 atau stadium lanjut. Yang itu, berarti masa bertahan hidupnya hanya sebentar. Tinggal menghitung hari saja.Â
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, mengapa baru terdeteksi saat stadium lanjut? Nah, itulah bedanya kanker paru dengan jenis kanker yang lain. Tidak bisa diketahui secara kasat mata seperti ketika kita tertusuk jarum yang bisa merasakan sakit, atau ketika kulit kita terkena panas.Â
Atau seperti kanker payudara yang bisa diketahui dari adanya benjolan di payudara. Kalau kabker paru, hanya ada sedikit ujung saraf di paru-paru, tumor dapat tumbuh tanpa menimbulkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Itu sebabnya, banyak abai dan lengah.
Dr. Sita Laksmi Andarini, SpP(K), menyampaikan berdasarkan data RSUP Persahabatan dan di Kota Surabaya ada lebih dari 80 persen pasien kanker paru datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut.Â
Salah satu penyebabnya antara lain gejala kanker paru yang tidak mudah dikenali oleh orang awam karena paru menjadi organ tubuh manusia yang tidak memiliki sensor rasa sakit.
"Paru-paru tidak memiliki sensor sakit. Kalau sudah berat baru ketahuan. Biasanya diawali gejala nafas susah, batuk berdarah lebih dari dua pekan. Itu mengapa secara alamiah, kasus banyak yang datang terlambat," jelas dr Sita.
Belum diketahui pasti apa yang menyebabkan seseorang bisa terkena kanker paru. Meski rokok bukan menjadi penyebab utama, namun berdasarkan data orang yang aktif merokok 15 hingga 25 kali lipat beresiko terpapar kanker paru daripada mereka yang bukan perokok.
Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, yang ratusan bahan kimia di antaranya mengandung racun dan sekitar 70 persen dapat menyebabkan kanker.Â
Saat kita terkena paparan asap rokok, baik karena menjadi perokok aktif atau pasif, bahan kimia dalam asap rokok dapat memasuki aliran darah dan mempengaruhi seluruh tubuh.
"Paparan asap rokok akan meningkatkan risiko penyakit kanker paru. Itu sebabnya, usia di atas usia 40 tahun dan merokok aktif, sebaiknya melakukan deteksi dini dan diagnosis kanker paru yang dapat dilakukan melalui biopsy dan bronkoskopi," ujarnya.
Di sisi lain, sejak pandemi Covid-19 mewabah, orang-orang mulai aware dengan kesehatan parunya. Terlebih Covid-19 ini lebih banyak menyerang paru-paru. Justeru karena ada pemeriksaan thorax inilah -- untuk memastikan Covid-19 atau bukan, ditemukan pula kanker paru lebih dini, ungkap dr. Sita.Â
Sementara itu, dr. Tubagus Djumhana, SpPD-KHOM, menambahkan, banyak menemukan kasus keterlambatan pengobatan pada pasien kanker paru pada pria di atas 40 tahun yang sudah lama merokok.Â
'Ketika diperiksa, tiba-tiba sudah ada cairan di luar selaput paru-paru. Begitu disedot ada darahnya dan diperiksa dalam darahnya ada sel kanker," katanya.
Dikatakan, angka tahan hidup kanker paru sangat tergantung pada diagnosis. Umumnya, kasus kanker paru baru diketahui saat stadium lanjut 3 atau 4, dengan angka tahan hidup yang semakin rendah.Â
Karena itu, diagnosis yang tepat dan cepat sangat berarti guna memastikan pasien mendapatkan penanganan yang juga tepat, cepat, dan akurat sesuai tipe kanker paru.Â
"Diperlukan kerja sama multidisiplin yang baik agar dapat menangani pasien kanker paru secara menyeluruh dari mulai diagnosis, pengobatan hingga pemantauan," jelasnya.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof Aru Wisaksono Sudoyo, membenarkan pasien kanker paru banyak yang datang terlambat ke dokter. Mereka terdiagnosa kanker paru-paru sudah stadium 4. Penyebabnya, karena gejalanya yang tak jauh berbeda dengan penyakit paru-paru lainnya.Â
"Ketika terlambat ditangani pengidap kanker paru-paru harapan hidupnya terbilang pendek. Kebanyakan sih sudah ada di stadium 4, dengan angka harapan hidup antara lima tahun, hingga enam bulan saja. Namun mereka tetap bisa menjalani beberapa pengobatan medis," jelasnya.Â
Aryabthi Baramuli, Ketua CISC, mengatakan, kematian akibat kanker paru presentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian karena jenis kanker lainnya seperti kanker prostat, payudara, dan kolorektal.
Karena itu, masyarakat sangat membutuhkan informasi tentang kanker khususnya pemahaman dari segi risiko, gejala, diagnosa hingga metode pengobatan yang sesuai.
"Butuh adanya edukasi berkelanjutan kepada masyarakat luas terkait deteksi dini dan pengobatan kanker paru mengingat lebih dari 80 persen berobat dalam stadium lanjut," ujarnya.
Dalam dialog ini disepakati perlu tindakan pengendalian dan pencegahan kanker paru melalui promosi kesehatan (pengendalian rokok). Lebih menggiatkan usaha pengendalian rokok juga sangat penting untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahayanya rokok bukan hanya untuk perokok aktif, tapi juga perokok pasif.
Selain itu, meningkatkan kewaspadaan, dan deteksi dini, terutama pada kelompok risiko tinggi (perokok di atas usia 40 tahun). Deteksi dini dan diagnosis kanker paru seperti biopsi dan bronkoskopi harus tersedia secara luas.Â
Tersedianya akses ke diagnostik yang memadai menjadi salah satu kunci untuk mencapai penanganan yang baik. Saat ini, skrining dan diagnostik masih menjadi kendala yang mengakibatkan pasien baru dapat mengetahui kanker ketika sudah di stadium lanjut.
Rangkuman hasil diskusi mengenai peningkatan pencegahan dan diagnosis kanker paru, peningkatan akses untuk penanganan yang tepat dan akurat sesuai tipe-tipe kanker paru yang ada, dan pembiayaan yang inovatif untuk mendukung keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), ini oleh PKJD-UI akan dijadikan rekomendasi tertulis yang akan disampaikan kepada pemerintah untuk membantu peningkatan penanganan pasien kanker paru.Â
Terlebih berdasarkan studi komparatif tentang kebijakan terkait kanker paru antar negara di Asia Pacific yang dilakukan The Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2020 menghasilkan penilaian dan rekomendasi bahwa profil kebijakan kanker paru Indonesia masih berada dinilai sedang menuju rendah untuk semua parameter dibandingkan negara lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H