Mohon tunggu...
NENG APRIANTI
NENG APRIANTI Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110012 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.e., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Dialektika Model Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

30 November 2024   15:07 Diperbarui: 30 November 2024   15:07 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Modul TB2, Prof Apollo

Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan Pajak?

Pada pasal 1 angka 25 UU KUP tertulis bahwa arti dari pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Apa penyebab Wajib Pajak diperiksa?

Mengacu pada PMK Nomor 18/PMK.03/2021, penyebab Wajib Pajak yang diperiksa, yaitu :

  • Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
  • terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  • Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  • Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  • Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
  • Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  • Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
  • Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko;
  • Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
  • Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Bagaimana mekanisme dan alur pemeriksaan pajak ?

  • SP2DK (Surat Pemberitahuan Daftar Kewajiban Pajak): Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), dimana data dan/atau keterangan tersebut diminta oleh DJP karena diduga adanya pemenuhan kewajiban yang belum sesuai dengan ketentuan perpajakan.
  • Surat Perintah Pemeriksaan: Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas pajak yang menginstruksikan pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak tertentu.
  • Permintaan Data dan Peminjaman Dokumen: Proses di mana petugas pajak meminta data dan dokumen relevan dari wajib pajak untuk mendukung pemeriksaan.
  • Pemeriksaan dan Pengujian: Tahap di mana petugas pajak melakukan analisis terhadap data dan dokumen yang telah diperoleh, serta melakukan wawancara jika diperlukan.
  • SPHP (Surat Pernyataan Hasil Pemeriksaan): Surat yang menyatakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan, dan biasanya diberikan kepada wajib pajak untuk diketahui.
  • Risalah Pembahasan Akhir: Dokumen yang mencatat hasil pembahasan antara petugas pajak dan wajib pajak mengenai temuan dan kesimpulan dari pemeriksaan.
  • Berita Acara Hasil Pemeriksaan: Dokumen resmi yang mencatat semua temuan dan keputusan yang diambil selama pemeriksaan pajak.
  • Laporan Hasil Pemeriksaan: Laporan tertulis yang merangkum hasil pemeriksaan, termasuk rekomendasi dan tindak lanjut yang diperlukan.
  • Produk Hukum: Keputusan atau dokumen hukum yang dihasilkan dari proses pemeriksaan, seperti penetapan pajak yang harus dibayar.
  • Pengembalian Dokumen: Proses pengembalian semua dokumen yang dipinjam kepada wajib pajak setelah pemeriksaan selesai, memastikan semua dokumen dikembalikan dalam keadaan baik.

Menganalisis pemeriksaan pajak ini bisa dengan menggunakan dua pendekatan filosofis yang dapat memberikan pandangan yang lebih dalam. Dialektika Hegelian dan Hanacaraka, kedua pendekatan ini tidak hanya menjelaskan proses administratif pemeriksaan pajak, tetapi juga mengungkapkan dinamika perubahan, transformasi, dan pencapaian harmoni antara negara dan wajib pajak.

Apa yang dimaksud dengan dialektika ?

Dialektik merupakan pendekatan filosofi yang berfokus pada proses argumentasi dan kontradiksi sebagai cara untuk mencapai kebenaran dan pemahaman yang lebih mendalam. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh fisuf Yunani kuno, Socrates, yang menggunakan dialog sebagai metode untuk mengeksplorasi dan menguji ide-ide. Selanjutnya dialektika berkembang melalui pemikiran Plato dan Aristoles. Plato dalam karyanya seperti "dialog Dialogu," mengadopsi metode dialektik untuk mengeksplorasi ide ide tentang bentuk-bentuk ideal dan realitis. Disisi lain Aristoteles mengembangkan pendekatan dialektik yang lebih sistematis dalam "topik", dimana menggabungkan logika dan argumentasi untuk menganalisis.

Sumber : Modul TB2, Prof Apollo
Sumber : Modul TB2, Prof Apollo

Apa yang dimaksud dengan dialektika dengan model Hegelian?

Abad ke-19 melihat revolusi besar dalam metode dialektik dengan kontribusi dari Georg Wilhem Friedrich Hegel . George Wilhelm Frederick Hegel adalah filsuf dari Jerman. Dilahirkan di Stuttgart, Jerman, tanggal 27 Agustus 1770. Hegel banyak dipengaruhi pemikiran dari filsuf seperti Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya. Pemikiran yang terkenal dari Hegel berkaitan dengan filsafat sejarah adalah idealisme. Menurut Hegel bahwa sejarah terwujud dari ide-ide. Hampir semua hal yang terjadi atau struktur yang muncul di dunia ini berasal dari ide. Karena itu, segala sesuatu berasal dari ide, termasuk sejarah pun digerakkan dengan ide (manusia) yang melakukan dialektika dengan realitas. Ide disebut tesis dan realitas yang dihadapinya sebagai antithesis, dari dialektika ini melahirkan sintesis, kemudian sintesis ini berubah lagi posisi menjadi tesis dan berhadapan dengan antitesis kemudian melahirkan sintesa. Begitulah dialektika dalam sejarah, yaitu tesis-antitesis-sintesis.

Pada gilirannya sintesis akan menjadi tesis (baru) dan kembali akan berhadapan dengan antitesis (yang baru). Terjadi dialektika yang bermuara pada sintesis. Dari dialektika yang terjadi dalam sejarah akan lahir perubahan dan perkembangan sejarah manusia. Hubungan tesis-antitesis-sintesis ini sebagai dialektika historis sebagai filsafat sejarah dari Hegel, yang dianggap bersifat rasionalistis

Berikut penjelaskan lebih rinci mengenai setiap komponen dari metode dialektik Hegel :

  • Tesis adalah proposisi atau pernyataan awal yang menggambarkan suatu ide, pandangan, atau keadaan tertentu. Dalam konteks Hegel, tesis tidak hanya sekadar argumen yang diusulkan, tetapi juga mencerminkan kondisi yang ada pada suatu waktu tertentu. Tesis berfungsi sebagai titik awal untuk diskusi dan eksplorasi lebih lanjut.
  • Antitesis adalah proposisi yang bertentangan dengan tesis. Ini muncul sebagai reaksi terhadap tesis dan berfungsi untuk menyoroti konflik, ketidaksesuaian, atau keterbatasan yang terdapat dalam tesis. Antitesis adalah elemen yang penting dalam proses dialektika karena menantang pandangan awal dan mendorong eksplorasi yang lebih mendalam.
  • Sintesis adalah hasil dari interaksi antara tesis dan antitesis. Ini bukan sekadar kompromi antara dua posisi, tetapi merupakan integrasi yang lebih tinggi yang menciptakan pemahaman baru. Sintesis mencerminkan cara di mana elemen-elemen dari tesis dan antitesis saling berinteraksi untuk menghasilkan wawasan yang lebih mendalam dan komprehensif.

Mengapa Pendekatan Hegelian penting dalam penerapan audit perpajakan di Indonesia?

Pendekatan Hegelian penting dalam penerapan audit perpajakan di Indonesia karena mencerminkan dinamika proses pemeriksaan pajak yang melibatkan interaksi antara otoritas pajak (Direktorat Jenderal Pajak/DJP) dan wajib pajak (WP).

1. Memahami Konflik Sebagai Bagian dari Proses

  • Hegelian Tesis-Antitesis-Sintesis memungkinkan pemahaman bahwa konflik atau perbedaan pandangan antara DJP dan WP (misalnya, terkait penafsiran aturan pajak atau penghitungan kewajiban) bukanlah hambatan, tetapi bagian integral dari proses. Proses ini membantu membangun solusi yang lebih matang melalui interaksi dan negosiasi dalam audit pajak.

2. Mencapai Solusi yang Adil dan Komprehensif

  • Dengan pendekatan ini, DJP tidak hanya memaksakan interpretasi pajaknya (tesis), tetapi juga mempertimbangkan tanggapan Wajib Pajak (antitesis). Melalui diskusi seperti dalam pembahasan akhir, DJP dan WP dapat menemukan solusi yang lebih komprehensif dan adil (sintesis). Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik pada sistem perpajakan.

3. Meningkatkan Kualitas dan Akuntabilitas Audit Pajak

  • Pendekatan Hegelian menekankan pentingnya Quality Assurance (QA) sebagai tahap pengujian sintesis, di mana hasil audit ditinjau kembali untuk memastikan kepatuhan dengan aturan hukum dan kualitas temuan. Hal ini membantu mengurangi risiko konflik berkepanjangan, seperti sengketa pajak di Pengadilan Pajak, dengan memastikan proses audit yang transparan dan objektif.

4. Mendukung Kepastian Hukum dalam Sistem Perpajakan

  • Dalam konteks hukum pajak di Indonesia, yang sering kali kompleks dan multi interpretasi, pendekatan ini mendorong keselarasan antara pandangan DJP dan WP, sehingga menciptakan kepastian hukum. Hal ini juga membantu mengurangi perbedaan interpretasi dasar hukum yang sering kali menjadi penyebab sengketa pajak.

5. Meningkatkan Kepatuhan dan Kolaborasi Wajib Pajak

  • Proses yang mengakomodasi dialog antara tesis pandangan DJP dan argumen WP memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak. Ini berkontribusi pada peningkatan tingkat kepatuhan sukarela dan memperkuat hubungan kolaboratif antara WP dan DJP.

Bagaimana Pendekatan Dialektika Hegelian diterapkan dalam Audit Perpajakan?

1. Tesis, Antitesis, dan Sintesis:

Tesis: Proses audit dimulai dengan analisis terhadap laporan keuangan atau deklarasi pajak yang disampaikan oleh wajib pajak. Pada tahap ini, auditor memahami dokumen atau informasi yang ada dan menyusun kesimpulan awal terkait ketaatan pajak wajib pajak.

Antitesis: Kemudian, auditor akan mencari kontradiksi atau ketidaksesuaian antara data yang diberikan dan data eksternal (seperti informasi dari bank, laporan pihak ketiga, atau pemeriksaan lainnya). Ini mungkin mencakup inkonsistensi atau penghindaran pajak yang tidak dilaporkan dengan benar.

Sintesis: Melalui dialektika, auditor dapat mengidentifikasi solusi yang lebih kompleks, seperti meminta klarifikasi atau penyempurnaan data untuk menyelaraskan kontradiksi yang ada, dan menghasilkan rekomendasi atau temuan yang mendalam. Sintesis ini berfokus pada menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana pajak dihitung, dan jika ada kebijakan atau keputusan yang perlu disesuaikan.

2. Proses Dinamis dalam Perpajakan:

Dalam konteks perpajakan, dialektika Hegelian juga bisa mengarah pada pemahaman bahwa sistem perpajakan dan audit perpajakan adalah sistem yang dinamis. Kebijakan pajak, peraturan, dan interpretasi perpajakan sering kali berkembang seiring waktu. Kontradiksi antara kebijakan pajak yang ada dan realitas ekonomi dapat menciptakan ruang bagi penyesuaian kebijakan (sintesis) yang lebih relevan dan adil.

3. Konflik antara Kepatuhan dan Penghindaran Pajak:

Sering kali terdapat konflik antara kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan pajak dan upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh beberapa pihak. Dialektika Hegelian membantu auditor untuk memahami kedua sisi dari konflik ini: di satu sisi adalah keinginan untuk mematuhi undang-undang perpajakan, sementara di sisi lain adalah dorongan untuk mengurangi kewajiban pajak melalui perencanaan pajak yang agresif atau penghindaran pajak.

4. Evaluasi terhadap Kebijakan Perpajakan:

Penerapan dialektika Hegelian juga bisa diterapkan pada evaluasi kebijakan perpajakan itu sendiri. Misalnya, sebuah kebijakan pajak yang diterapkan oleh pemerintah mungkin menyebabkan dampak yang berbeda pada kelompok yang berbeda, menciptakan kontradiksi antara tujuan pemerintah dan efek nyata di lapangan. Dengan menganalisis kontradiksi ini, sintesis atau solusi dapat ditemukan untuk memperbaiki kebijakan yang ada.

Pendekatan dialektika Hegelian dalam audit perpajakan memungkinkan auditor untuk melihat kontradiksi antara laporan keuangan dan peraturan pajak serta mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kebijakan pajak dan kepatuhan berkembang seiring waktu. Ini memungkinkan auditor untuk memberikan rekomendasi yang lebih berbasis pada analisis mendalam.

Analisis mekanisme alur pemeriksaan pajak berdasarkan model Hegel (tesis-antitesis-sintesis)

Sumber : diolah penulis
Sumber : diolah penulis

1. Tesis

Deskripsi Tesis: Pada tahap awal, terdapat kebutuhan untuk memastikan kepatuhan wajib pajak (WP) dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini diawali dengan penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), yang bertujuan untuk menggali informasi lebih lanjut atas dugaan ketidaksesuaian kewajiban pajak.

Elemen Tesis dalam Mekanisme Pemeriksaan Pajak:

  • SP2DK diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
  • Surat Perintah Pemeriksaan dibuat berdasarkan temuan awal untuk memulai pemeriksaan formal.
  • Permintaan data dan dokumen dilakukan sebagai tindak lanjut dari surat tersebut.

2. Antitesis

Deskripsi Antitesis: Pada tahap ini, dapat muncul berbagai konflik atau perbedaan pandangan antara WP dan DJP, terutama terkait dengan interpretasi data, ketentuan hukum, atau temuan pemeriksaan. Ini menciptakan potensi penolakan atau pembelaan dari WP terhadap hasil pemeriksaan.

Elemen Antitesis dalam Mekanisme Pemeriksaan Pajak:

  • Pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh DJP terhadap data dan dokumen WP.
  • Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) diterbitkan oleh DJP, yang berisi temuan pemeriksaan.
  • WP dapat memberikan tanggapan tertulis atas temuan tersebut.
  • Undangan Pembahasan Akhir diberikan untuk membahas hasil pemeriksaan yang tidak disepakati.
  • Jika masih terdapat perbedaan interpretasi, mekanisme Quality Assurance dilakukan untuk memastikan temuan dan prosedur sesuai dengan standar.

3. Sintesis

Deskripsi Sintesis: Tahap akhir menghasilkan kesepakatan atau keputusan yang mengikat. Keputusan ini didasarkan pada diskusi, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan selama proses pemeriksaan.

Elemen Sintesis dalam Mekanisme Pemeriksaan Pajak:

  • Risalah Pembahasan Akhir disusun untuk merangkum hasil pembahasan antara DJP dan WP.
  • Berita Acara Hasil Pemeriksaan dibuat sebagai dokumen resmi.
  • Jika kesepakatan tercapai, dokumen yang dipinjamkan dikembalikan kepada WP.
  • Produk hukum, seperti Surat Ketetapan Pajak (SKP), diterbitkan sebagai langkah penyelesaian.
  • Laporan Hasil Pemeriksaan dibuat untuk mendokumentasikan keseluruhan proses.

Sumber : Modul TB2, Prof Apollo
Sumber : Modul TB2, Prof Apollo

Dalam tradisi Jawa, istilah "Jawa" memiliki makna yang melampaui sekadar identitas suku atau geografis. Secara mendalam, "Jawa" merujuk pada kemampuan memahami dengan refleksi mata batin, yang terintegrasi dengan rasionalitas dan seni tiruan (mimesis). Pemahaman ini tidak hanya bersifat logis tetapi juga metaforis, mencerminkan kompleksitas makna yang tidak dapat direduksi menjadi satu konsep tunggal. Dalam tradisi ini, setiap kata atau konsep sering kali bersifat dasanama, yaitu memiliki banyak nama dan makna yang mengandung kekayaan penafsiran.

Konsep dasar Jawa ini berpijak pada dialektika alam semesta sebagai logos. Jagat Gumelar (dunia yang tampak/terbuka) dan Jagat Gumulung (dunia yang tersembunyi/tertutup) saling berinteraksi, menghasilkan Buwono Langgeng sebagai representasi kesadaran abadi. Dalam kosmologi Jawa, dunia terbagi menjadi tiga lapisan besar: Buwono Agung (makrokosmos), Buwono Alit (mikrokosmos), dan Buwono Langgeng (kekekalan yang melampaui ruang dan waktu). Ketiga lapisan ini menggambarkan kesatuan antara individu, masyarakat, dan kosmos dalam siklus kehidupan yang disebut Cakra Manggilingan, siklus waktu yang terus berputar dari lahir, hidup, dan menuju kematian, di mana kematian dipandang sebagai awal dari keabadian.

Sumber : Medcom.id
Sumber : Medcom.id

Di tengah filsafat Jawa ini, muncul simbol "Hanacaraka" sebagai inti dari pandangan kosmologis. Hanacaraka adalah aksara Jawa yang tidak hanya merepresentasikan sistem tulisan, tetapi juga mengandung narasi filosofis tentang harmoni dan dualitas.

Apa yang dimaksud dengan Hanacaraka?

Hanacaraka disebut juga aksara jawa.  Aksara adalah lambang atau simbol dari suara atau bunyi. Dalam KBBI disebutkan pengertian aksara sebagai sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran atau ucapan. Aksara juga disebut sebagai huruf. (Miswanto, 2022)

Aksara Jawa Kuna atau Kawi diyakini sebagai sebagai pendahulu bagi aksara-aksara Nusantara yang lebih modern, seperti aksara Jawa dan aksara Bali. Aksara Kawi tidak serta merta ada begitu saja. Ada mata rantai sejarah yang mengawali perkembangan aksara Kawi. Perkembangan aksara Kawi ini tidak lepas dari bentuknya yang lebih kuno yaitu, aksara Pallawa.

Aksara Pallawa yang mengalami pengubahan bentuk huruf, diperkirakan terjadi pada abad ke-8. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan aksara Brahmi dan berasal dari India. Aksara Pallawa ini diyakini juga menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara seperti aksara Thai, aksara Batak, dan aksara Burma.

Ragam aksara Pallawa dan Kawi sendiri tidaklah homogen, baik bentuk maupun pengejaannya. Hanya sistem abjadnya saja yang tidak berubah tetap mengikuti aksara Brahmi atau seperti Devangari yang menjadi pendahulunya. Ini yang sebenernya juga menjadi esensi dari aksara itu sendiri, karena aksara adalah 'keabadian' (Monier-Williams, 1899:3)

Sumber : Modul TB2, Prof Apollo
Sumber : Modul TB2, Prof Apollo

Legenda mengatakan bahwa aksara jawa diciptakan oleh Ajisaka yang mana susunan aksara jawa dengan pangram "hanacaraka" mengisahkan pertarungan dua abdinya, Dora dan Sembada hingga gugur. Dari sisi Sejarah, aksara Jawa merupakan kelanjutan transformasi aksara Kawi yang bentuk modernnya telah tetap ortografinya sejak abad ke -17.

Dalam bukunya Amir Rochkyatmo menjelaskan (Menurut Wiryamartana 1994) Secara ringkas urutan aksara jawa yang menjadi hafalan adalah : (Rochkyatmo, 1996)

Ha na ca ra ka : ada utusan

Da ta sa wa la  : (mereka) saling tidak cocok

Pa dha ja ya nya : sama-sama unggul

Ma ga ba tha nga : sama-sama menjadi mayat 

"ada utusan" disini dapat diartikan bahwa setiap individu memiliki tugas atau panggilan tertentu dalam hidup yang harus dijalankan dengan amanah. Utusan ini adalah perwakilan dari kebenaran, aturan, dan ketertiban yang dibawah oleh Aji Saka, yang biasa diinterpretasikan sebagai lambang dari peradaban dan nilai-nilai moral.

Mengapa Pendekatan hanacraka penting dalam penerapan audit perpajakan di Indonesia?

Pendekatan Hanacaraka dalam filosofi Jawa, dengan prinsip harmoni, dualitas, dan keterhubungan antara aspek lahiriah dan batiniah, memiliki relevansi yang menarik untuk diterapkan dalam audit perpajakan di Indonesia. Berikut beberapa alasan mengapa pendekatan ini relevan:

  • Filosofi Hanacaraka menekankan pentingnya keseimbangan (padha jayanya) antara dua kekuatan, dalam konteks ini adalah kepentingan negara untuk memungut pajak dan hak wajib pajak untuk diperlakukan secara adil. Dalam audit perpajakan, auditor harus memastikan bahwa implementasi regulasi tidak hanya formalistik, tetapi juga mencerminkan rasa keadilan sosial. Dengan pendekatan ini, auditor tidak hanya mengandalkan data, tetapi juga memahami konteks sosial, ekonomi, dan etika yang melibatkan wajib pajak.
  • Hanacaraka mencerminkan dualitas (data sawala), audit perpajakan juga melibatkan aspek lahiriah (dokumen, laporan keuangan, dan data administratif) serta aspek batiniah (niat, motivasi, dan transparansi wajib pajak). Pendekatan ini mengingatkan auditor untuk tidak hanya terpaku pada angka-angka, tetapi juga mendalami maksud di balik tindakan wajib pajak.
  • Hanacaraka mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan siklus (cakra manggilingan), yang relevan dengan audit perpajakan karena siklus usaha dan ekonomi wajib pajak sering kali berpengaruh pada kepatuhan pajak. Dengan memahami siklus ini, auditor dapat mengidentifikasi potensi penyimpangan secara kontekstual.
  • Pendekatan Buwono Alit (mikrokosmos) dan Buwono Agung (makrokosmos) dalam filosofi Jawa mengajarkan hubungan erat antara individu dan sistem besar. Dalam konteks audit perpajakan, ini berarti memahami bagaimana tindakan wajib pajak (mikro) berdampak pada keuangan negara (makro).
  • Hanacaraka mengajarkan kebijaksanaan melalui dualitas, auditor juga harus menerapkan kebijaksanaan dalam menyeimbangkan kepatuhan terhadap aturan dengan etika profesional. Keputusan dalam audit tidak boleh hanya berbasis formalitas, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap hubungan negara dengan wajib pajak.

Pendekatan Hanacaraka mengajarkan harmoni, keseimbangan, dan kebijaksanaan, yang sangat relevan dalam audit perpajakan di Indonesia. Dengan memadukan prinsip-prinsip ini, audit perpajakan dapat menjadi lebih manusiawi, etis, dan efektif. Pendekatan ini juga mendukung pencapaian tujuan besar sistem perpajakan: meningkatkan kepatuhan secara sukarela, menciptakan keadilan, dan mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan. Dalam praktiknya, pendekatan Hanacaraka mendorong auditor untuk tidak hanya menjadi pengawas, tetapi juga mitra strategis dalam membangun sistem perpajakan yang berkeadilan.

Sumber : diolah penulis
Sumber : diolah penulis

Bagaimana Hanacaraka dapat dikaitkan dengan prosedur audit pajak?

Terkait audit pajak, makna mendalam hanacaraka dapat dihubungkan dengan proses yang dialami auditor saat menjalankan tugas pemeriksaan pajak.

  • Ada dua utusan (tesis), pada mulanya, Hanacaraka menyimbolkan adanya dua utusan. Dalam konteks audit pajak, kedua utusan ini dapat dipahami sebagai auditor dan wajib pajak. Auditor bertugas sebagai pengawas yang melakukan verifikasi atas kewajaran laporan pajak, sementara wajib pajak bertindak sebagai pihak yang memberikan data dan informasi terkait laporan tersebut. Keduanya memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses audit berjalan transparan dan sesuai aturan. Auditor, sebagai utusan kebenaran, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga integritas dan menjalankan tugas sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
  • Saling Bertentangan (Antitesis), filosofi Data Sawala, atau adanya pertentangan, menggambarkan dialektika yang sering terjadi dalam audit pajak. Wajib pajak dan auditor mungkin memiliki pandangan yang berbeda terkait interpretasi aturan pajak atau data yang disajikan. Pertentangan ini mencerminkan sifat alami dari proses audit, di mana auditor harus menggali lebih dalam untuk memahami kebenaran yang tersembunyi di balik angka-angka. Antitesis ini menggambarkan situasi di mana auditor menemukan ketidaksesuaian atau ketidakwajaran dalam laporan pajak, dan kedua pihak (auditor dan wajib pajak) akan terlibat dalam diskusi untuk menyelesaikan perbedaan tersebut.
  • Sama-sama kuat argumentasinya, Filosofi Padha Jayanya menggambarkan bahwa baik auditor maupun wajib pajak memiliki argumen yang kuat dalam mempertahankan posisinya. Dalam proses audit pajak, wajib pajak mungkin memiliki alasan atau justifikasi yang kuat terkait pengisian laporan pajak mereka, sementara auditor, dengan berdasarkan aturan yang ada, akan mencari kepastian bahwa laporan tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Proses ini mencerminkan keseimbangan antara dua pihak yang sama-sama memiliki argumen logis. Auditor harus menjalankan tugasnya secara objektif, menimbang bukti-bukti yang ada, dan tidak menghakimi tanpa dasar yang kuat.
  • Kebenaran itu ada pada ruang waktu sesuai raga, cipta, rasa, karsa, akhirnya kebenaran ditemukan melalui sintesis antara tesis dan antitesis. Dalam audit pajak, kebenaran ini ditemukan melalui proses yang teliti dan sistematis, di mana auditor melakukan pemeriksaan berdasarkan bukti-bukti yang ada dan interpretasi aturan pajak. Proses ini melibatkan pendekatan yang mendalam, serupa dengan metode hermeneutika, di mana auditor tidak hanya memeriksa data secara teknis, tetapi juga memahami konteks dari setiap transaksi yang dilaporkan oleh wajib pajak. Filosofi Maga Bathanga, yang mengajarkan pentingnya memahami seluruh unsur (raga, cipta, rasa, dan karsa), menggarisbawahi bahwa kebenaran tidak bisa dipaksakan, melainkan harus ditemukan melalui proses yang seimbang dan menyeluruh.

Menghubungkan dengan prosedur audit pajak

Dalam audit pajak, auditor menjalankan serangkaian prosedur yang ketat untuk memastikan bahwa wajib pajak telah melaporkan kewajiban pajaknya dengan benar. Filosofi Hanacaraka dapat memberikan wawasan tambahan yang memperkuat prinsip-prinsip profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas tersebut. Berikut adalah beberapa aspek bagaimana Hanacaraka terhubung dengan prosedur audit pajak:

a. Dialektika antara Wajib Pajak dan Auditor

Seperti yang dijelaskan dalam filosofi Data Sawala dan Padha Jayanya, audit pajak sering melibatkan proses dialektika antara auditor dan wajib pajak. Pertentangan ini tidak selalu merupakan hal negatif, melainkan merupakan bagian dari proses verifikasi yang sehat. Auditor harus bersikap objektif, mendengarkan argumen dari pihak wajib pajak, dan mencari kebenaran melalui pembuktian yang logis dan rasional. Prosedur audit pajak mengharuskan auditor untuk mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung atau membantah informasi yang disampaikan oleh wajib pajak, serta memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menjelaskan posisinya.

b. Pencarian Kebenaran Melalui Sintesis

Sejalan dengan konsep sintesis dalam Hanacaraka, auditor tidak hanya bertugas untuk menemukan kesalahan, tetapi juga untuk memahami konteks dari setiap data yang diperiksa. Proses audit yang baik bukan hanya tentang menemukan ketidaksesuaian, tetapi juga tentang menemukan cara untuk memperbaiki ketidaksesuaian tersebut dan mencapai kesimpulan yang adil. Auditor harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, transaksi bisnis, serta niat dari wajib pajak. Dengan demikian, hasil audit pajak yang benar-benar objektif dan adil adalah hasil dari proses dialektika yang matang, di mana kebenaran ditemukan melalui penyeimbangan argumen dari kedua belah pihak.

c. Pentingnya Integritas dan Profesionalisme

Filosofi Hanacaraka juga menekankan pentingnya moral dan etika dalam menjalankan tugas sebagai utusan. Bagi seorang auditor, integritas adalah fondasi utama dalam menjalankan audit pajak. Auditor harus menjaga netralitas dan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau tekanan dari pihak luar. Hal ini sesuai dengan filosofi Ha-na-ca-ra-ka, di mana auditor bertindak sebagai utusan yang menjalankan amanah untuk menemukan kebenaran.

d. Kesimpulan yang Tepat Berdasarkan Bukti yang Kuat

Akhir dari proses audit pajak adalah publikasi laporan final, di mana auditor harus memastikan bahwa kesimpulan yang diambil sudah didasarkan pada bukti yang kuat dan analisis yang mendalam. Ini selaras dengan prinsip Maga Bathanga, di mana kebenaran harus diperoleh melalui proses yang teliti, melibatkan berbagai aspek seperti logika, rasa, dan kehendak. Auditor harus mampu menjelaskan temuan audit secara logis dan berdasarkan bukti yang kuat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum.

Bagaimana jika mekanisme dan alur pemeriksaan pajak dikaitkan dengan filosofi hanacaraka?

Hanacaraka sebagai sebuah sistem aksara juga mencerminkan proses dialogis dan dinamis, sama seperti alur pemeriksaan pajak yang melibatkan interaksi antara otoritas pajak dan wajib pajak. Berikut ini penjelasan rinci tentang bagaimana setiap tahap dalam alur pemeriksaan pajak berkaitan dengan elemen-elemen Hanacaraka:

1. SP2DK (Surat Pemberitahuan Daftar Kewajiban Pajak) -- "Ha-na-ca-ra-ka"

Makna aksara "Ha-na-ca-ra-ka" adalah "ada utusan". Ini merupakan tahap awal di mana otoritas pajak mengirim Surat Pemberitahuan Daftar Kewajiban Pajak (SP2DK) kepada wajib pajak, yang menandai adanya permulaan proses audit. Sama seperti filosofi "ada utusan," SP2DK adalah langkah pertama yang menandakan adanya pihak yang ditugaskan (auditor) untuk memulai pemeriksaan terhadap kewajiban pajak yang mungkin belum dipenuhi oleh wajib pajak.

2. Surat Perintah Pemeriksaan -- "Da-ta-sa-wa-la"

Elemen "Da-ta-sa-wa-la" berarti "terjadi perdebatan atau dialog". Ketika Surat Perintah Pemeriksaan dikeluarkan, ini menandai awal dari proses diskusi dan interaksi antara auditor dan wajib pajak. Auditor meminta dokumen atau data yang relevan untuk memulai pemeriksaan. Tahap ini mengindikasikan potensi munculnya pertanyaan atau klarifikasi yang akan diajukan oleh auditor untuk memperjelas posisi keuangan wajib pajak.

3. Permintaan Data dan Peminjaman Dokumen -- "Da-ta-sa-wa-la"

Pada tahap ini, auditor mengajukan permintaan data dan peminjaman dokumen kepada wajib pajak. Ini melanjutkan konsep "perdebatan" dalam "Da-ta-sa-wa-la," di mana wajib pajak harus memberikan dokumen-dokumen yang relevan untuk diperiksa. Pertukaran informasi terjadi, dan mungkin ada diskusi atau negosiasi terkait data yang diajukan oleh wajib pajak.

4. Pemeriksaan dan Pengujian -- "Pa-dha-ja-ya-nya"

Makna "Pa-dha-ja-ya-nya" adalah "keduanya sama-sama kuat". Dalam tahap pemeriksaan dan pengujian, auditor melakukan evaluasi atas dokumen yang diberikan oleh wajib pajak. Di sini, auditor dan wajib pajak berhadapan dalam dialog yang seimbang. Wajib pajak menyajikan data, sedangkan auditor menggunakan keahlian teknisnya untuk memverifikasi kebenaran data tersebut. Keduanya memiliki argumen dan bukti masing-masing yang diuji dalam proses ini.

5. SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) -- "Ma-ga-ba-tha-nga"

Elemen "Ma-ga-ba-tha-nga" berarti "kebenaran yang terungkap setelah pertarungan". Setelah tahap pemeriksaan dan pengujian, auditor mengeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang berisi temuan-temuan audit. Ini adalah momen di mana kebenaran yang dicari selama proses audit akhirnya terungkap. SPHP merupakan ringkasan dari semua temuan, yang menandai akhir dari pertarungan argumen antara auditor dan wajib pajak.

6. Risalah Pembahasan Akhir -- "Pa-dha-ja-ya-nya"

Tahap risalah pembahasan akhir adalah kelanjutan dari dialog yang terjadi antara auditor dan wajib pajak. Di sini, wajib pajak masih memiliki kesempatan untuk memberikan tanggapan atau klarifikasi sebelum hasil audit final ditetapkan. Ini masih berada dalam ranah "kekuatan yang seimbang", di mana kedua pihak terus berinteraksi untuk mencapai keputusan akhir.

7. Berita Acara Hasil Pemeriksaan -- "Ma-ga-ba-tha-nga"

Ketika berita acara hasil pemeriksaan dikeluarkan, hasil akhir dari seluruh proses audit dituangkan dalam dokumen resmi. Ini adalah kesimpulan dari pertarungan argumen dan pemeriksaan data, yang mencerminkan kebenaran final yang dicapai setelah dialog panjang. Hasil pemeriksaan ini menyegel hasil akhir dari pemeriksaan pajak.

8. Laporan Hasil Pemeriksaan -- "Ma-ga-ba-tha-nga"

Laporan hasil pemeriksaan adalah dokumentasi lengkap dari seluruh temuan yang dibuat selama proses audit. Sama seperti "Ma-ga-ba-tha-nga," di sini diungkapkan seluruh kebenaran yang telah ditemukan selama proses pemeriksaan. Laporan ini menjadi bukti resmi dari apa yang telah diperiksa dan diverifikasi.

9. Produk Hukum -- "Pa-dha-ja-ya-nya"

Setelah semua temuan dan diskusi dilakukan, produk hukum yang dihasilkan mencerminkan kesetaraan antara hukum dan fakta yang ditemukan. Produk hukum ini bisa berupa tagihan pajak, sanksi, atau keputusan lain berdasarkan hasil audit. Dalam tahap ini, hukum dan fakta harus bekerja secara seimbang untuk menghasilkan keputusan yang adil dan tepat.

10. Pengembalian Dokumen -- "Ma-ga-ba-tha-nga"

Tahap terakhir adalah pengembalian dokumen kepada wajib pajak. Setelah semua dokumen diperiksa dan hasil ditemukan, dokumen yang dipinjam dikembalikan. Ini menandai akhir dari proses dan simbolisnya sama seperti "Ma-ga-ba-tha-nga," di mana setelah semua kebenaran ditemukan, semua alat yang digunakan dalam proses tersebut dikembalikan.

Sumber : Modul TB2, Prof Apollo
Sumber : Modul TB2, Prof Apollo

Bagaimana transsubstansi hanacaraka dapat diterapkan dalam prosedur audit dan pelaporan keuangan?

Transsubstansi Hana Caraka dalam prosedur audit dan pelaporan keuangan diterapkan melalui konsep dialektika, yang melibatkan tiga tahap utama: tesis, antithesis, dan sintesis. Filosofi Hana caraka, yang dalam aksara jawa mengandung makna "ada utusan" diterapkan untuk menggambarkan peran auditor sebagai utusan yang bertanggung jawab untuk Menyusun dan menguji kebenaran laporan keuangan.

  • Tesis (Penulisan Laporan Awal) : Tesis dimulai dengan penulis teks (auditor atau pelapor) yang menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, seperti SAK IFRS, ETAP, Syariah, dan sebagainya. Tahap ini mewakili Hana Caraka, di mana auditor sebagai utusan bertugas untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi secara objektif sesuai dengan aturan yang ada. Auditor bertanggung jawab untuk menterjemahkan data keuangan perusahaan ke dalam format yang dapat dipahami dan diakui secara umum oleh pemangku kepentingan.
  • Antitesis: Kritik dan Tantangan Terhadap Tesis Di dalam proses audit, antitesis adalah tahapan di mana laporan keuangan dan audit yang telah disusun menghadapi berbagai tinjauan kritis. Ini mencerminkan Data Sawal dalam filosofi Hana Caraka, dimana muncul pertentangan atau perbendaan dalam hal interpretasi dan penerapan aturan. Diagram ini menjelaskan bahwa proses dialektika antitesis terjadi dalam beberapa tahapan :
    • Antitesis I : Coso Internal Audit, pada tahap ini, laporan keuangan atau tekss yang disusun diaudit secara internal oleh bagian audit internal organisasi. COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) adalah kerangka kerja yang digunakan dalam audit internal untuk memastikan bahwa pengendalian internal perusahaan memadai. Audit internal bertindak sebagai pemeriksa pertama yang melihat apakah ada kelemahan atau ketidaksesuaian dalam laporan keuangan yang telah disusun
    • Antitesis II: Komite Audit, GCG Setelah laporan keuangan melewati tahap audit internal, laporan ini kemudian diserahkan kepada komite audit dan pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam memastikan bahwa laporan keuangan memenuhi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Komite audit memainkan peran yang lebih strategis dengan meninjau bagaimana laporan keuangan tersebut mengikuti prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Ini adalah bentuk kritik kedua yang menguji kekuatan argumen atau laporan keuangan dari sisi governance dan tata kelola.
    • Antitesis III: Eksternal Audit, tahapan terakhir dari antitesis adalah audit eksternal. Ini adalah proses di mana pihak independen, yaitu auditor eksternal, memeriksa laporan keuangan untuk menilai kebenaran dan keandalannya. Di sini, peran SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) menjadi penting dalam memastikan bahwa laporan keuangan telah disusun dan diaudit sesuai dengan aturan yang berlaku. Audit eksternal memberikan tinjauan objektif dari luar organisasi, memastikan bahwa tidak ada bias atau kesalahan yang signifikan dalam laporan keuangan.

Antitesis ini mencerminkan Padha Jayanya, di mana perlawanan terhadap tesis yang diuji secara seimbang melalui berbagai lapisan audit. Setiap pihak yang terlibat memiliki kekuatan dan argument yang sama kuat.

  • Sintesis: Penyelesaian dan Publikasi Final Teks Laporan Keuangan, setelah melalui tahap antitesis dan dialektika dalam proses audit, laporan keuangan mencapai tahap sintesis. Pada titik ini, semua tinjauan, revisi, dan kritik telah diakomodasi, dan laporan keuangan siap untuk dipublikasikan sebagai teks final. Diagram ini menggambarkan bahwa setelah membaca (reader memahami laporan keuangan), hasil akhir yang diterbitkan menjadi laporan keuangan final yang siap digunakan oleh pemakai informasi, seperti investor, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
  • Sintesis ini mencerminkan Maga Bathanga, dimana semua pihak yang terlibat dalam proses audit telah mencapai titik akhir yang sama, yaitu kesepakatan tentang validasi dan kebenaran laporan keuangan. Tahap ini mengisyaratkan bahwa laporan keuangan yang telah diuji dan diterima merupakan hasil final yang siap digunakan

Transsubstansi Hana Caraka dalam proses audit menunjukkan bahwa filosofi tradisional dapat diterapkan dalam konteks modern seperti pelaporan dan audit keuangan. Dengan pendekatan dialektika, setiap laporan keuangan melewati tahapan tesis (penulisan awal), antitesis (kritik dan tinjauan), dan sintesis (publikasi final) sebelum dapat dianggap akurat dan valid. Filosofi ini mengajarkan bahwa audit yang baik harus melalui proses pertentangan dan dialog yang kritis untuk mencapai hasil yang optimal dan dapat dipercaya oleh para pemangku kepentingan.

Kesimpulan :

Menggabungkan dialektika Hegelian dan Hanacaraka dalam pemeriksaan pajak memberikan sebuah kerangka kerja yang tidak hanya filosofis tetapi juga praktis, memungkinkan pendekatan yang lebih mendalam terhadap dinamika hubungan antara negara dan wajib pajak. Dialektika Hegelian, dengan konsep tesis, antitesis, dan sintesis, menawarkan cara pandang yang dinamis dalam mengelola konflik atau perbedaan pandangan antara otoritas pajak dan wajib pajak, di mana konflik tersebut tidak dilihat sebagai hambatan, melainkan sebagai bagian integral dari proses menuju solusi yang lebih baik dan lebih matang. Pendekatan ini memungkinkan munculnya kesepahaman baru yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan dan rasionalitas yang lebih luas. Sementara itu, filosofi Hanacaraka, dengan nilai-nilai harmoni, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap elemennya, mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang saling menghormati antara auditor dan wajib pajak, di mana dialog yang sehat dan transparan menjadi kunci dalam menemukan kebenaran. Kombinasi kedua pendekatan ini tidak hanya membantu memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap regulasi yang ada, tetapi juga mendorong terciptanya transparansi dalam proses pemeriksaan, meningkatkan akuntabilitas pihak-pihak yang terlibat, dan yang lebih penting, menciptakan hubungan yang harmonis dan berkesinambungan antara negara sebagai otoritas pemungut pajak dan masyarakat sebagai kontributor utama dalam mendukung pembangunan nasional.

Citasi :
Arianto, T. (2024). Retorika dan Dialektika Komunikasi Publik. Padang: Gita Lentera.

Filsafat sejarah: Profetik, Spekulatif, dan Kritis. (2019). : Prenada Media.

Hidayat (ed), R. S. (2018). Hakikat Ilmu Pengetahuan Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Miswanto. (2022). Tata Bahasa Jawa Kuna. Perkumpulan Acarya Hindu Nusantara (Pandu Nusa.

Rochkyatmo, A. (1996). Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Suhaeni, N. (2024). Hegel: Filosof termasyhur dari Jerman. Bandung: Nuansa Cendekia.

PMK 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

PMK 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

PMK 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

PMK 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

TB2_Diskursus Dialektika Model Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan, oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun