Tahap terakhir adalah pengembalian dokumen kepada wajib pajak. Setelah semua dokumen diperiksa dan hasil ditemukan, dokumen yang dipinjam dikembalikan. Ini menandai akhir dari proses dan simbolisnya sama seperti "Ma-ga-ba-tha-nga," di mana setelah semua kebenaran ditemukan, semua alat yang digunakan dalam proses tersebut dikembalikan.
Bagaimana transsubstansi hanacaraka dapat diterapkan dalam prosedur audit dan pelaporan keuangan?
Transsubstansi Hana Caraka dalam prosedur audit dan pelaporan keuangan diterapkan melalui konsep dialektika, yang melibatkan tiga tahap utama: tesis, antithesis, dan sintesis. Filosofi Hana caraka, yang dalam aksara jawa mengandung makna "ada utusan" diterapkan untuk menggambarkan peran auditor sebagai utusan yang bertanggung jawab untuk Menyusun dan menguji kebenaran laporan keuangan.
- Tesis (Penulisan Laporan Awal) : Tesis dimulai dengan penulis teks (auditor atau pelapor) yang menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, seperti SAK IFRS, ETAP, Syariah, dan sebagainya. Tahap ini mewakili Hana Caraka, di mana auditor sebagai utusan bertugas untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi secara objektif sesuai dengan aturan yang ada. Auditor bertanggung jawab untuk menterjemahkan data keuangan perusahaan ke dalam format yang dapat dipahami dan diakui secara umum oleh pemangku kepentingan.
- Antitesis: Kritik dan Tantangan Terhadap Tesis Di dalam proses audit, antitesis adalah tahapan di mana laporan keuangan dan audit yang telah disusun menghadapi berbagai tinjauan kritis. Ini mencerminkan Data Sawal dalam filosofi Hana Caraka, dimana muncul pertentangan atau perbendaan dalam hal interpretasi dan penerapan aturan. Diagram ini menjelaskan bahwa proses dialektika antitesis terjadi dalam beberapa tahapan :
- Antitesis I : Coso Internal Audit, pada tahap ini, laporan keuangan atau tekss yang disusun diaudit secara internal oleh bagian audit internal organisasi. COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) adalah kerangka kerja yang digunakan dalam audit internal untuk memastikan bahwa pengendalian internal perusahaan memadai. Audit internal bertindak sebagai pemeriksa pertama yang melihat apakah ada kelemahan atau ketidaksesuaian dalam laporan keuangan yang telah disusun
- Antitesis II: Komite Audit, GCG Setelah laporan keuangan melewati tahap audit internal, laporan ini kemudian diserahkan kepada komite audit dan pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam memastikan bahwa laporan keuangan memenuhi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Komite audit memainkan peran yang lebih strategis dengan meninjau bagaimana laporan keuangan tersebut mengikuti prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Ini adalah bentuk kritik kedua yang menguji kekuatan argumen atau laporan keuangan dari sisi governance dan tata kelola.
- Antitesis III: Eksternal Audit, tahapan terakhir dari antitesis adalah audit eksternal. Ini adalah proses di mana pihak independen, yaitu auditor eksternal, memeriksa laporan keuangan untuk menilai kebenaran dan keandalannya. Di sini, peran SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) menjadi penting dalam memastikan bahwa laporan keuangan telah disusun dan diaudit sesuai dengan aturan yang berlaku. Audit eksternal memberikan tinjauan objektif dari luar organisasi, memastikan bahwa tidak ada bias atau kesalahan yang signifikan dalam laporan keuangan.
Antitesis ini mencerminkan Padha Jayanya, di mana perlawanan terhadap tesis yang diuji secara seimbang melalui berbagai lapisan audit. Setiap pihak yang terlibat memiliki kekuatan dan argument yang sama kuat.
- Sintesis: Penyelesaian dan Publikasi Final Teks Laporan Keuangan, setelah melalui tahap antitesis dan dialektika dalam proses audit, laporan keuangan mencapai tahap sintesis. Pada titik ini, semua tinjauan, revisi, dan kritik telah diakomodasi, dan laporan keuangan siap untuk dipublikasikan sebagai teks final. Diagram ini menggambarkan bahwa setelah membaca (reader memahami laporan keuangan), hasil akhir yang diterbitkan menjadi laporan keuangan final yang siap digunakan oleh pemakai informasi, seperti investor, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
- Sintesis ini mencerminkan Maga Bathanga, dimana semua pihak yang terlibat dalam proses audit telah mencapai titik akhir yang sama, yaitu kesepakatan tentang validasi dan kebenaran laporan keuangan. Tahap ini mengisyaratkan bahwa laporan keuangan yang telah diuji dan diterima merupakan hasil final yang siap digunakan
Transsubstansi Hana Caraka dalam proses audit menunjukkan bahwa filosofi tradisional dapat diterapkan dalam konteks modern seperti pelaporan dan audit keuangan. Dengan pendekatan dialektika, setiap laporan keuangan melewati tahapan tesis (penulisan awal), antitesis (kritik dan tinjauan), dan sintesis (publikasi final) sebelum dapat dianggap akurat dan valid. Filosofi ini mengajarkan bahwa audit yang baik harus melalui proses pertentangan dan dialog yang kritis untuk mencapai hasil yang optimal dan dapat dipercaya oleh para pemangku kepentingan.
Kesimpulan :
Menggabungkan dialektika Hegelian dan Hanacaraka dalam pemeriksaan pajak memberikan sebuah kerangka kerja yang tidak hanya filosofis tetapi juga praktis, memungkinkan pendekatan yang lebih mendalam terhadap dinamika hubungan antara negara dan wajib pajak. Dialektika Hegelian, dengan konsep tesis, antitesis, dan sintesis, menawarkan cara pandang yang dinamis dalam mengelola konflik atau perbedaan pandangan antara otoritas pajak dan wajib pajak, di mana konflik tersebut tidak dilihat sebagai hambatan, melainkan sebagai bagian integral dari proses menuju solusi yang lebih baik dan lebih matang. Pendekatan ini memungkinkan munculnya kesepahaman baru yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan dan rasionalitas yang lebih luas. Sementara itu, filosofi Hanacaraka, dengan nilai-nilai harmoni, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap elemennya, mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang saling menghormati antara auditor dan wajib pajak, di mana dialog yang sehat dan transparan menjadi kunci dalam menemukan kebenaran. Kombinasi kedua pendekatan ini tidak hanya membantu memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap regulasi yang ada, tetapi juga mendorong terciptanya transparansi dalam proses pemeriksaan, meningkatkan akuntabilitas pihak-pihak yang terlibat, dan yang lebih penting, menciptakan hubungan yang harmonis dan berkesinambungan antara negara sebagai otoritas pemungut pajak dan masyarakat sebagai kontributor utama dalam mendukung pembangunan nasional.
Citasi :
Arianto, T. (2024). Retorika dan Dialektika Komunikasi Publik. Padang: Gita Lentera.
Filsafat sejarah: Profetik, Spekulatif, dan Kritis. (2019). : Prenada Media.
Hidayat (ed), R. S. (2018). Hakikat Ilmu Pengetahuan Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.