Mohon tunggu...
NENG APRIANTI
NENG APRIANTI Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110012 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.e., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Dialektika Model Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

30 November 2024   15:07 Diperbarui: 30 November 2024   15:07 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abad ke-19 melihat revolusi besar dalam metode dialektik dengan kontribusi dari Georg Wilhem Friedrich Hegel . George Wilhelm Frederick Hegel adalah filsuf dari Jerman. Dilahirkan di Stuttgart, Jerman, tanggal 27 Agustus 1770. Hegel banyak dipengaruhi pemikiran dari filsuf seperti Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya. Pemikiran yang terkenal dari Hegel berkaitan dengan filsafat sejarah adalah idealisme. Menurut Hegel bahwa sejarah terwujud dari ide-ide. Hampir semua hal yang terjadi atau struktur yang muncul di dunia ini berasal dari ide. Karena itu, segala sesuatu berasal dari ide, termasuk sejarah pun digerakkan dengan ide (manusia) yang melakukan dialektika dengan realitas. Ide disebut tesis dan realitas yang dihadapinya sebagai antithesis, dari dialektika ini melahirkan sintesis, kemudian sintesis ini berubah lagi posisi menjadi tesis dan berhadapan dengan antitesis kemudian melahirkan sintesa. Begitulah dialektika dalam sejarah, yaitu tesis-antitesis-sintesis.

Pada gilirannya sintesis akan menjadi tesis (baru) dan kembali akan berhadapan dengan antitesis (yang baru). Terjadi dialektika yang bermuara pada sintesis. Dari dialektika yang terjadi dalam sejarah akan lahir perubahan dan perkembangan sejarah manusia. Hubungan tesis-antitesis-sintesis ini sebagai dialektika historis sebagai filsafat sejarah dari Hegel, yang dianggap bersifat rasionalistis

Berikut penjelaskan lebih rinci mengenai setiap komponen dari metode dialektik Hegel :

  • Tesis adalah proposisi atau pernyataan awal yang menggambarkan suatu ide, pandangan, atau keadaan tertentu. Dalam konteks Hegel, tesis tidak hanya sekadar argumen yang diusulkan, tetapi juga mencerminkan kondisi yang ada pada suatu waktu tertentu. Tesis berfungsi sebagai titik awal untuk diskusi dan eksplorasi lebih lanjut.
  • Antitesis adalah proposisi yang bertentangan dengan tesis. Ini muncul sebagai reaksi terhadap tesis dan berfungsi untuk menyoroti konflik, ketidaksesuaian, atau keterbatasan yang terdapat dalam tesis. Antitesis adalah elemen yang penting dalam proses dialektika karena menantang pandangan awal dan mendorong eksplorasi yang lebih mendalam.
  • Sintesis adalah hasil dari interaksi antara tesis dan antitesis. Ini bukan sekadar kompromi antara dua posisi, tetapi merupakan integrasi yang lebih tinggi yang menciptakan pemahaman baru. Sintesis mencerminkan cara di mana elemen-elemen dari tesis dan antitesis saling berinteraksi untuk menghasilkan wawasan yang lebih mendalam dan komprehensif.

Mengapa Pendekatan Hegelian penting dalam penerapan audit perpajakan di Indonesia?

Pendekatan Hegelian penting dalam penerapan audit perpajakan di Indonesia karena mencerminkan dinamika proses pemeriksaan pajak yang melibatkan interaksi antara otoritas pajak (Direktorat Jenderal Pajak/DJP) dan wajib pajak (WP).

1. Memahami Konflik Sebagai Bagian dari Proses

  • Hegelian Tesis-Antitesis-Sintesis memungkinkan pemahaman bahwa konflik atau perbedaan pandangan antara DJP dan WP (misalnya, terkait penafsiran aturan pajak atau penghitungan kewajiban) bukanlah hambatan, tetapi bagian integral dari proses. Proses ini membantu membangun solusi yang lebih matang melalui interaksi dan negosiasi dalam audit pajak.

2. Mencapai Solusi yang Adil dan Komprehensif

  • Dengan pendekatan ini, DJP tidak hanya memaksakan interpretasi pajaknya (tesis), tetapi juga mempertimbangkan tanggapan Wajib Pajak (antitesis). Melalui diskusi seperti dalam pembahasan akhir, DJP dan WP dapat menemukan solusi yang lebih komprehensif dan adil (sintesis). Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik pada sistem perpajakan.

3. Meningkatkan Kualitas dan Akuntabilitas Audit Pajak

  • Pendekatan Hegelian menekankan pentingnya Quality Assurance (QA) sebagai tahap pengujian sintesis, di mana hasil audit ditinjau kembali untuk memastikan kepatuhan dengan aturan hukum dan kualitas temuan. Hal ini membantu mengurangi risiko konflik berkepanjangan, seperti sengketa pajak di Pengadilan Pajak, dengan memastikan proses audit yang transparan dan objektif.

4. Mendukung Kepastian Hukum dalam Sistem Perpajakan

  • Dalam konteks hukum pajak di Indonesia, yang sering kali kompleks dan multi interpretasi, pendekatan ini mendorong keselarasan antara pandangan DJP dan WP, sehingga menciptakan kepastian hukum. Hal ini juga membantu mengurangi perbedaan interpretasi dasar hukum yang sering kali menjadi penyebab sengketa pajak.

5. Meningkatkan Kepatuhan dan Kolaborasi Wajib Pajak

  • Proses yang mengakomodasi dialog antara tesis pandangan DJP dan argumen WP memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak. Ini berkontribusi pada peningkatan tingkat kepatuhan sukarela dan memperkuat hubungan kolaboratif antara WP dan DJP.

Bagaimana Pendekatan Dialektika Hegelian diterapkan dalam Audit Perpajakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun