Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haruskah Kusebut Pahlawan

10 November 2024   15:37 Diperbarui: 10 November 2024   15:42 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Fhoto Bing Image Kreator Digital Ai

Seorang sahabat melempar senjata kearahku, tanpa menunggu aba-aba, kulepaskan peluru.

"Sial!" lagi-lagi aku marah dan emosi, satu peluru gagal sasaran, aku mencoba lebih fokus, meski cuaca membuatku sulit untuk melihat satu titik.

Kembali kulancarkan tembakan, kali ini peluru bersarang di paha kiri sasaran. Dengan jarak beberapa meter darinya aku meloncat dan menarik jaket dan tudung yang ia kenakan.

Bersama dengan cahaya kilat, dengan jelas aku melihat sosok yang berada dalam genggamanku. Aku gematar. Mataku terbelalak. Segumpal daging dalam dada seketika terasa nyeri dan remuk.

"Ayah!"

Pagi ini aku berdiri di tanah becek sisa hujan semalam. Di hadapan semua teman-teman berseragam dan seorang buronan yang siap dieksekusi mati.

Hanya jarak beberapa senti dari sang target, pelatuk senjata siap memuntahkan peluru, tanganku gemetar. Jantungku berdetak lebih cepat.

"Lakukan tugasmu, Nak," ucap lelaki itu.

"Bagaimanapun aku bukanlah seekor hiu, yang mampu memangsa induknya demi bertahan hidup." Aku berucap dengan bibir bergetar.

"Tapi, kenyataan menuntutmu untuk melakukan sebuah tugas mulia, Ayah bangga padamu," kembali ia berucap.

Dadaku terasa semakin sesak. Bulir keringat menetes di kening, air mata mulai mengalir dari kelopak mataku, seiring tarikan pelatuk senjata di dalam genggamanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun