Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sapu Tangan Usang

24 April 2024   14:54 Diperbarui: 24 April 2024   15:02 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber  Gambar Bing image Kreator digital Ai

Hujan baru saja reda menyisakan gerimis kecil di luar sana. Tetesan bocor dari atap rumah yang jatuh ke dalam ember. Letaknya tidak jauh dari tempat nenek tertidur. Suara itu menjadi penyemangat tersendiri, bahwa hidup bukan untuk berpangku tangan apa lagi mengemis atau meminta-minta. Bismillah.

Kulihat nenek sedang mengecek bahan makanan yang masih tersisa. Agar dapat dimanfaatkan untuk membuat beberapa makanan tanpa harus berbelanja banyak.

"Nek," ucapku lirih. Ku tuntun nenek menuju bangku kayu yang terletak di sudut dapur. Aku berimpuh di pangkuannya.

Seperti biasa air mataku selalu membasahi kain di pangkuannya.

"Ada apa?" tanyanya lembut seraya mengusap kepalaku yang masih kurebahkan di pangkuannya.

Aku merubah posisiku, duduk di lantai dengan memeluk kedua lututnya. Kuberikan amplop tebal berwarna putih. Meski ia tidak bisa membaca.

"Apa ini?" tanyanya. Aku menundukkan kepala, lagi-lagi air mataku terus berurai, aku tak kuasa menatap wajahnya. Tenggorokanku tercekat menahan segala rasa dalam dada. Hijabku sudah lusuh sebeb sejak tadi kujadikan penyeka air mata.

"Beasiswa," jawabku lirih. Tenggorokanku benar-benar terasa sakit saat ini, seperti menelan sebongkah batu besar. Bagaimana tidak, aku yang terkenal sebagai anak orang 'miskin' anak orang 'tidak benar' lulus dalam list beasiswa Universitas ternama. Sesuatu yang mustahil, tapi tidak untuk kuasaNya.

Dalam isak tangis. Nenek terus menciumiku. Mengucap syukur tak terkira ata semua kuasaNya. Saat ini justru aku yang di landa kebingungan. Apakah aku harus meninggalkannya sendirian di sini? Di rumah yang atapnya penuh dengan lubang.

"Berangkat, Nak..." ucap nenek setelah melihat keraguan dalam mataku. Ia berjalan menuju tempat tidurnya. Mengeluarkan sebuah lipatan kecil yang terselap diantara tumpukan baju miliknya.

"Nak... Nenek hanya punya ini, gunakanlah untuk kebutuhanmu," ucapnya seraya membuka lipatan saputangan yang sudah usang, ada beberapa lembar uang yang terlipat sangat rapih. Aku menatapnya nanar.... Perih benar ya Nek.... Untuk dapat merubah keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun