Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah yang Tertinggal

1 Maret 2024   14:41 Diperbarui: 1 Maret 2024   16:07 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kedatangan penjemput luka (sumber fhoto/ bing imsge kreator digital. Ai)

"Rara?" tanyanya setelah aku berada tepat di hadapannya. Aku mengangguk, lalu kutarik lengannya menuju tanah lapang dekat rumahku.

Tanah lapang yang biasanya ramai oleh orang-orang bermain bola, tapi kini nampak sunyi seakan memberiku waktu untuk berbicara dengan Fadil.

"Kamu tumbuh menjadi wanita idaman, Ra, kamu sangat cantik," ucapnya setelah kami duduk di bangku kayu sisi lapangan.

Aku tarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. "Kemana saja selama ini, Kak?" tanyaku dengan mata yang mulai berembun.

"Maafkan aku, Ra... aku pergi secara diam-diam, untuk meneruskan kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung," ucapnya lirih.

Aku tertunduk, diam-diam kuhapus air mata yang mulai menetes.

"Aku tidak tahu apakah kedatanganku, akan menjemput bahagia atau menjemput luka," suaranya terdengar bergetar dan aku tidak berani menatapnya.

"Hanya satu tekadku, ingin mengembalikan rasa cinta dan sayang yang telah kamu titipkan di hatiku," lanjutnya.

"Kak...Maafkan aku... lusa adalah hari di mana seorang laki-laki akan melamarku," ucapku lirih.

"Tidak perlu meminta maaf, aku yang salah," timpalnya, seraya berdiri. Ada gurat kecewa di wajahnya.

"Kak..." ucapku seraya mengenggam tangan kokohnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun