"Maukah kamu menjadi pacarku?" ujarnya langsung tanpa basa-basi, aku tersedak latte yang sedang kuminum, ucapannya seperti menutup lubang kerongkonganku secara tiba-tiba. Tidak kusangka Aryo secepat ini menyatakan isi hatinya. Seandainya dia tau jakunku sedang turun naik di balik mulusnya kulit leherku.
"Maaf, Aryo... kita baru saja berkenalan! Kamu belum tau siapa aku?" seruku.
"Aku rasa, sudah cukup mengenalmu. Tidak perlu waktu lama untuk mengenal wanita secantik kamu," ucapnya dengan keyakinan penuh. Duuuuuh...!!! Aku serasa melayang di udara mendengar ucapan laki-laki tampan di hadapanku. Namun aku segera tersadar sebelum aku terjatuh dalam khayal.
Jujur aku berada di tengah kebingungan, haruskah aku menerima Aryo? Tapi dia belum tahu siapa aku? Bagaimana jika dia tau masa laluku?
Aku berdiri dan berlalu meninggalkannya. Setengah berlari aku keluar dari kaffe, aku yakin Aryo pasti merasa heran dan bingung dengan reaksiku.
Aku terus berjalan menyusuri trotar. Tanpa menoleh apakah Aryo mengejarku atau tidak.
Aku duduk di bangku taman sisi jalan, memandang lalu lalang mobil yang hilir mudik di hadapanku.
"Sefia!" sebuah suara membuatku menoleh, ternyata Aryo mengejarku, ia mengikutiku.
'Kenapa kamu pergi? Apakah kamu menolakku?" tanyanya setelah berada di dekatku.
Menolak? Siapa yang bisa menolak pria setampan dan semapan Aryo? Hanya wanita bodoh yang bisa melakukan hal itu.