Mohon tunggu...
NellaLestari _07
NellaLestari _07 Mohon Tunggu... Penulis - Aktif

Pelajar SMA yang mencoba berimajinasi di sela-sela menumpuknya tugas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Amerta

21 November 2021   11:30 Diperbarui: 21 November 2021   11:42 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

   Waktu semakin berkurang, Ramdan pasrah, ia mengacak rambut frustrasi. Derit sakit menjerit dari relung hati Ayesha, ia mengakui ini salahnya. "Udah, kita nyerahaja," tukas Ramdan. Tanpa aba-aba Ayesha merampas laptop itu, ia menjerit pada Firza untuk berhenti, perdebatan panas menggelora terjadi, lalu reda. Ayesha turun dari bak mobil, berlarian ke atas bukit-bukit yang mereka lewati, mencari grafik jaringan terpenuhi.

   "Ada tiga koneksi!!" Kesepuluhnya menghampiri, sisa waktu lima belas menit mengirim karya yang diikutsertakan  festival literasi provinsi. Ayesha tak ingin menyerah begitu saja, alasannya bukan karena Pak Lurah serta Kepala Sekolah pernah mencegah Ayesha dan komunitasnya terlibat lomba. Namun, tekad kuat mengenalkan desa pada orang-orang kota, tunjuk pada mereka beras yang diubah jadi nasi berasal dari desa terpencil ini.

   "Bahwa, desa terpencil ini juga bagian dari negara yang patut diapresiasi. Berprestasi bukan cuma soal menang lomba--dapat piala--pujian. Namun, berkontribusi lebih untuk negara, daerah sendiri, dan mengabdi cerdaskan  negeri itu bagian dari berprestasi." Berputar kalimat itu di kepala Ayesha, si bijak Firza yang berkata ketika Ayesha ingin menyerah. Seratus delapan puluh detik penutupan, rintihan doa mengudara berharap Tuhan mengabulkan. Sepertinya setan-setan sedang taruhan, tepuk tangan bila mereka gagal; terjadi pertengkaran.

   Setelah mencoba beberapa kali untuk mengirimkan, akhirnya ... terkirim! Helaan napas lega keluar dari mereka, puji-pujian pada Tuhan mengalun dari tiap bibir yang gemetaran. Astungkara, setelah usaha-usaha.

  "Misi kita selesai, setelah ini KoPi bubar." Tercengang, semuanya mendengar pengakuan Ramdan. "Kenapa? Karena lo  cuma pengen punya nama, melengkapi CV lo doang, iya?" Santai, tapi sindiran Firza berhasil menyulut murka Ramdan. "Apa?!" Nada suara Firza meninggi. "Kalau dari awal kita buat komunitas cuma berakhir gini  ... mending lo nggak usah gabung. Ayesha yang teledor, masih mending daripada lo  ... " Firza mendekat, tersenyum miring, membisikkan di telinga si ketua. "Munafik!" Mereka membuang waktu menyelesaikan masalah mengutamakan nafsu, mencari celah jalan damai sepertinya sudah susah, karena mereka terlanjur kecewa  ... pada Ramdan si ketua. Saat itu juga ... Komunitas Pencinta Literasi yang dibanggakan, bubar.

***

  Jika teringat perdebatan yang  menciptakan kesan kekanak-kanakan, membuat kepala Firza berdenyut sakit. Saat ini pikirannya melalang buana, sering kali terpusat pada Ayesha, apa kabar gadis malang yang punya banyak impian itu? Mendirikan Komunitas Pencinta Literasi adalah impian gadis gigih itu, tapi  ... dalam sekejap semua lenyap. Keegoisan merampas tuntas pundi-pundi harapan. Ikrar dalam hati mewujudkan mimpi Ayesha  ... apakah sudah punah dalam dirinya?

  Netra hitam itu menatap sekitar, tawa bocah-bocah menggema indah---seolah mereka hanya tahu bahagia. Samar-samar Firza mendengar percakapan gadis kucir kuda bersama seorang bocah.

  "Kak, kenapa Kakak selalu suka berbagi ilmu?" Bocah laki-laki itu  bertanya sambil menjilat es krim nikmat.

  Ayesha yang membereskan buku-buku terkekeh kecil, ia menyejajarkan tubuh dengan si bocah yang berdiri. "Jadi, Kakak suka menulis. Kakak punya tokoh utama yang suka berbagi ilmu, pengen punya banyak prestasi, membanggakan negeri, pengen masuk berita lokal juga sih, biar  orang-orang pengen kayak Kakak yang suka berbagi ilmu. Jadi, kalau Kakak bisa buat tokoh fiksi yang punya banyak mimpi, Kakak harus bisa juga punya banyak mimpi kayak tokoh fiksi milik Kakak, 'kan?" Ayesha menjelaskan, kini ia berdiri kembali setelah dengkulnya jadi tumpu.

  Bocah itu mengangguk paham. Hati Firza teriris. Dalam banyak senyuman yang diukir Ayesha, mungkin ada kecewa  ... yang tak bisa disampaikan dalam kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun