"Nanti ajalah, bukan waktunya sekarang"
Hari-hariku semakin menegangkan, entah apa yang akan terjadi, aku pasrah terhadap takdir yang Allah rencanakan. Lagi-lagi, Windi memanggilku di waktu istirahat kerja. "Duduk Fej" ujar windi menyambutku.
"Fej. Aku serius ingin mengenalmu lebih jauh"
"Apa dasarmu ingin mengenalku lebih jauh"
"Aku tidak memandang seseorang dari mana ataupun kaya tidaknya, pertimbanganku cuma satu, bisa menuntunku menjadi pribadi yang lebih baik"
"Seberapa yakin kamu percaya terhadapku?"
"Saya melihat pribadimu dari kelakuan setiap hari, taat shalat dan ngaji Alquran, aku belum menemukan karawan seperti kamu yang mempunyai kesibukan lebih, tetapi tidak meninggalkan urusan agama"
"Saya akan menerimamu, jika orang tuaku merestui"
"Baik saya tunggu"
Malamku terasa sangat menegangkan. Mengenai hubungan dengan seseorang adalah hal yang sakral. Maklum aku belum mengalaminya. Tapi aku sadar, umurku sudah hampir kepala tiga, saatnya mengambil keputusan. Dengan itu, aku menelpon orang tuaku utuk meminta restu terhadap hal yang saya alami ini.
"Iya Fej, sehat kamu?"