Mohon tunggu...
Isadur Rofiq
Isadur Rofiq Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Kau lupa Ambo, cerita hikayat lama dongeng-dongeng itu ada penulisnya. tapi ceritamu, Allah Penulisnya. @negararofiq

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Kita yang Mengakhiri

12 Maret 2019   10:25 Diperbarui: 12 Maret 2019   10:52 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa aku juga terbawa perasaan sedih dan rasanya ingin ikut menangis. Kemudian, windi melanjutkan ceritanya lagi "Meskipun aku sekarang sudah sukses dengan jabatan direktur, tapi rasa bersalahku kepada kedua orang tua tetap ada". Aku mencoba menenangkan pikiran Windi yang telah terbawa ke masa lalu yang kelam, "Salahsatu jalan yang masih terbuka untuk kamu adalah berusaha menjadi pribadi yang taat kepada agama dan selalu mendoakan kedua orang tuamu agar ditempatkan yang terbaik di alam sana" Ujarku.

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan agar windi tidak laru dalam kesedihan masa lalu. Hampir satu jam kita bicara basa-basi, hingga pada akhirnya adzan dzuhur dikumandangkan. "Mohon izin keluar, saya mau shalat dzuhur Win," ujarku. "Iya silahkan Fej, terimakasih telah menjadi teman ngobrolku" kata windi. "Ayo kita shalat dzuhur di masjid, ingat, paling utamanya shalat adalah yang di awal waktu" ajakku pada windi. "Iya, ayo Fej" ujarnya.

Sejak saat itulah windi selalu meminta saya menjadi teman curhatnya. Entah apa yang ada dipikirannya, kenapa harus aku yang selalu diajak mendengarkan cerita. Kadang Ia bertanya tentang agama, maklum sebelumya tidak pernah belajar tentang agama, yang ia tau cuma shalat dan puasa. Dalam beberapa kesempatan, Ia juga mengajak aku makan dan memperkenalkan dengan teman-temannya.

Kadang juga risih, suatu saat windi mengajakku makan dan memeperkenalkan dengan temannya. Windi bilang bahwa aku adalah guru privatnya dalam urusan agama. Padahal, saya tidak pintar-pintar amat tentang keislaman. Tapi, biarkan saja apa kata windi. Intinya saya bisa berbuat baik kepada orang lain dan dapat mengamalkan ilmuku yang sedikit dan terbatas ini. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat untuk manusia lain?. Alhamdulillah, semoga saya diberi kekuatan dan kesempatan menjalankan prinsip ini.

****

Entah apa yang ada dibenak Windi, inilah yang membuat hidupku berubah yang semula aku belum siap menerima kenyataan ini. Suatu saat aku berpapasan dengannya di salah satu toko buah dekat alun-alun kota. Aku lihat, Ia membeli alpukat. Lalu Ia berkata "Hei Fejri, kebetulan nih, kamu mau nggak kalau aku ajak ke rumahku?" ujarnya. "Ada acara apa di rumahmu ya?" tanyaku. "Gak ada apa-apa sih, cuma makan-makan aja. Ayolah, kan besok kantor libur" jawab Windi. "Iya wes, ayo" kataku sedikit sungkan.

Saat tiba di rumahnya, aku lihat ada kakek yang duduk santai ruang tamu. Lalu aku hampiri dan bersalamannya dengannya. Lalu kakek itu berkata "Kamu Fejri calon suaminya Windi ya?". Aku termenung gak paham apa yang dimasud si kakek ini. "Windi sering menceritakanmu nak" imbuhnya. "Iya terimakasih kek" ujarku singkat. Apa benar Windi menceritakan bahwa aku adalah calon suaminya? Pikiranku bingung. Sudahlah, mungkin kakeknya Windi ini pikun.

Enak juga masakan Windi, sampai aku kekenyangan. Aku tiduran di kamar depan sambil menunggu jam 23.00 WIB. Dari dulu memang aku tidak bisa tidur kalau belum jam 23.00 WIB. Suara notifikasi WhatsApp mengagetkanku. Setelah aku buka, ternyata notifikasi dari Windi. "Mohon maaf sebelumnya Fej. Kakekku tadi bilang kamu adalah calon suamiku. Memang kakekku ingin sekali aku cepat menikah. Jadi aku bilang kamu adalah calon suamiku. Tapi jauh dari itu, aku benar-benar mencintaimu Fej" Isi pesan Windi. Astaga, ini aku mimpi apa sadar ya, kok benar-benar mengagetkan. "Maksudnya apa Win?"

"Jujur aku mencintaimu Fej"

"Jangan bercanda lah, aku kenal sama kamu baru seminggu yang lalu"

"Saya tidak memandang baru kenal atau tidak. Tapi kepribadianmu sangat aku kagumi"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun