Karena itu, aksi protes lebih massal dan lebih terorganisir menolak penyerahan tanah adat 90 hektar yang rencananya akan dibangun fasilitas militer, yakni Brigade.
Selama bulan September-November 2018, masyarakat adat di Wuluwaga, Kimbim dan didukung mahasiswa asal Jayawijaya dengan aksi demo di kantor DPRD Jayawijaya, di Jayapura aksi demo di kantor MRP, di Manokwari, Jawa, Bali dan Manado. Â
Akhirnya Gereja sebagai Benteng Terakhir, Pelindung dan Penjaga umat Tuhan dan tanah umat Tuhan mendukung penuh untuk tanah rakyat dikembalikan kepada rakyat. Dalam siaran perss para pemimpin Gereja pada 11 April 2019 di Susteran Maranatha Waena, Jayapura, Papua, dikeluarkan 11 butir pernyataan. Butir pada nomor 2, 3 dan 4 para pemimpin Gereja dengan tegas berdoa dan menyampaikan dalam Nama TUHAN Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus bahwa:
"TNI menghentikan proses pengambilanalihan 90 hektar tanah milik Masyarakat Adat wilayah Aliansi Omarikmo-Huwula-Balim. TNI, dalam hal ini KODAM XVII Cenderwasih supaya menghormati peraturan adat dan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat guna menghindari konflik. TNI, KODAM Cenderawasih, supaya mensosialisasikan dalam kalangan intern mengenai sejarah penderitaan masyarakat adat di seluruh wilayah di Papua, termasuk wilayah adat Omarikmo-Kimbim."
Para pemimpin yang tidak setuju dan menolak dengan tegas pengambilalihan tanah rakyat 90 hektar ialah Uskup Keuskupan Jayapura, Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM; Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu, M.Th.; Ketua Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, Pdt. Dr. Benny Giay; Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis di Papua, Dr. Socratez S.Yoman; dan Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pdt. Dorman Wandikmbo, S.Th.
Penolakan pengambilalihan atau perampokan tanah 90 hektar di Omarikmo ini menjadi pintu dan kesadaran rakyat dan bangsa West Papua untuk menggugat kembali tanah-tanah adat yang telah diambil oleh TNI dengan cara-cara yang tidak wajar selama ini. Dan juga ke depan, seluruh tanah-tanah rakyat di West Papua dari Sorong-Merauke harus dilindungi dan dijaga. Â
Para pemimpin Gereja telah menyatakan iman dan suara kenabian dalam penggembalaan dan perlindungan umat Tuhan bahwa dalam memperjuangkan dan mempertahankan hak hidup dan hak  tanah milik mereka tidak berjuang sendirian. Gereja-gereja di seluruh Tanah Papua, Gereja-gereja di Pasifik, Gereja-gereja di benua Australia, gereja di benua Asia, gereja di benua Afrika-Karabia, gereja-gereja di Eropa dan Amerika melalui Dewan Gereja Sedunia dengan setia bediri bersama-sama dengan rakyat dalam keadaan apapun.
Perlu digarisbawahi,  selama ini, para pemimpin Gereja  jarang bersuara bersama tentang tanah umat Tuhan, tetapi sekarang para pemimpin Gereja di Papua sudah bersuara bersama-sama berarti tanah-tanah milik rakyat Papua sudah dirampok dan dijarah dimana-mana, maka GEREJA harus berdiri bersama umat. Karena, "Rakyat dan bangsa West Papua bisa hidup tanpa uang tapi tidak hidup tanpa tanah."
Ita Wakhu Purom, Senin, 15 Â Juli 2019.
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H