Mohon tunggu...
Berita Nduga
Berita Nduga Mohon Tunggu... Relawan - Pemandangan senjah nduga

artikel berdasarkan fakta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tuan Benny Wenda Menggugat Indonesia di Forum Internasional atas Perampasan Hak-hak Bangsa West Papua

15 Juli 2019   14:48 Diperbarui: 15 Juli 2019   15:00 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Magnis menambahkan: "...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski kita dipakai senjata tajam" (hal. 257).

Aristoteles Masoka, sopir Theys Eluay yang ikut diculik belum pernah ditemukan. Pembunuh Theys dan sopirnya,  Letkol Hartomo Komandan Satgas Kopassus Tribuana, Hamadi-Jayapura pada 2001 (waktu itu) sekarang sudah menjadi Kepala BAIS.

Pendeta Elisa Tabuni ditembak mati pada 16 Agustus 2004 di Tingginambut, Puncak Jaya oleh Kopassus dibawah pimpinan Dansatgas BAN-II/Kopassus, Letkol Inf. Yogi Gunawan. Para pembunuh pendeta ini juga tidak pernah ditangkap dan diproses  dihukum. Para pembunuh rakyat Papua selalu dihormati karena dianggap pahlawan nasional.

TNI menembak mati Tokoh Gereja Kemah Injil di  Nduga,  Pendeta Geyimin Nigiri pada 19 Desember 2019 di rumahnya di Nduga.  Penembakan seorang pendeta ini masih dibantah bahkan disebarkan berita bohong kepada publik oleh Kapendam Mayor Muhammad Aidi. Sampai saat ini TNI dan Polri belum mengungkap pelakunya.

4. Perampokan Hak Tanah

Peramporan tanah rakyat dan bangsa West Papua terjadi sejak  Program Transmigrasi dilaksanakan oleh penguasa berkultur militer  Presiden Indonesia Jenderal (purn TNI). Suharto. Dalam perampasan dan penjarahan tanah itu pihak ABRI turut berperan mendekati para Kepala Suku Adat setempat untuk menyerahkan tanah-tanah rakyat. Rakyat pemilik dan pewaris tanah disingkirkan dan dibuat tidak punya tanah.

Kasus penyerahan tanah 90 hektar kepada TNI pada 26 September 2018 di Wuluwaga, Kampung Kimbim, Distrik Asologaima, Kabupaten Jayawijaya sebagai peristiwa pengulangan dari rentetan penjarahan tanah penduduk asli oleh pihak kolonial.

Dibinanya dan dipeliharanya Alex Doga oleh TNI itu bukan hal baru, itu sudah biasa watak dan perilaku TNI dimana-mana. TNI menggunakan suara Alex Doga untuk mewujudkan dan mencapai tujuan perampokan Tanah 90 hektar oleh TNI.

Penyerahan tanah sakral dan tanah sebagai "Mama" dan Tanah sebagai sumber dan investasi kelangsungan hidup masa depan anak dan cuku ini diserahkan dengan murahan. Alex Doga ikut terlibat langsung menciptakan kemiskinan dan kemelaratan anak cucu para pemilik tanah di Kampung Wuluwaga Kimbim.

Perampokan dan penjarahan tanah ini mendapat reaksi penolakan dari masyarakat di Kabupaten Jayawijaya, lebih khusus para pemilik ulayat di Wuluwaga, Kampung Tikawo.

Penolakan penyerahan tanah ini disampaikan di Kodim 1702 Jayawijaya di Wamena. Penolakan ini tidak didengarkan oleh Alex Doga dan kelompoknya dan TNI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun