"10 malam menatap foto lama, plus satu draft pesan yang tak terkirim," Bu Kemuning menjawab pelan. "Tapi biasanya orang membayar lebih."
"Apa... ada garansi? Atau kebijakan return?"
Bu Kemuning menggeleng. "Sayang sekali, seperti waktu, penyesalan tidak bisa dikembalikan. Setiap pembelian bersifat final, seperti keputusan yang sudah lewat."
Aku mengangguk mengerti. "Lalu, apa yang membuat orang tetap membeli?"
"Karena kadang," dia tersenyum bijak, "hanya dengan mengakui harga dari sebuah 'seandainya', kita bisa mulai membayar untuk 'sekarang'."
Aku melihat sekeliling sekali lagi. Toko ini penuh, tapi anehnya sunyi. Hanya ada suara detik jam dan bisikan-bisikan samar 'coba waktu itu...'
"Jadi," Bu Kemuning menatapku, "apa yang ingin kamu beli hari ini?"
Aku memandang bingkai foto di tanganku, lalu ke ponselku. Ada nomor yang sudah lama tidak kukubungi.
"Mungkin... tidak hari ini," jawabku pelan.
Bu Kemuning tersenyum lebih lebar. "Ah, pelanggan yang bijak. Kamu tahu, kadang keputusan terbaik di Toko Seandainya adalah untuk tidak membeli apa-apa."
Ketika aku berbalik untuk pergi, aku mendengar suaranya sekali lagi: