Assalamualaikum wr wb, Novel adalah salah satu seni yang ada pada dunia literasi. Mungkin banyak sekali novel novel yang dibahas dalam dunia pendidikan. Kali ini saya ingin memberikan sebuah contoh novel tentang cinta. Berikut Novelnya:
Sekolah Baru dan Percintaan ku
Saat itu aku sedang sibuk mengurusi dokumen pindahan ku dari sekolah lama ke sekolah baru.Tibalah hari disaat aku masuk ke sekolah baru dan juga lingkungan baru.Hari hari telah ku lalui dan aku mendapatkan teman teman baru.Mereka adalah Bintang, Muhammad,Ridho dan Aldi.Berbulan bulan aku lalui di sekolah itu.Sampailah pada bulan tersedih di sekolah itu.Hari itu aku sedang sedih galau gelisah merana.Pada Minggu pertengahan bulan Maret 2016 tepatnya. Aku sedang berada di puncak kebimbangan menunggu sebuah kepastian dari penantian selama kurang lebih 4 bulan. Iya, selama 4 bulan itu aku berusaha menyembunyikan dan mengingkari adanya sepercik api yang mampu membakar seluruh tubuhku dan selalu mengganggu ketenangan batinku setelah hampir 1 tahun membeku.
Hingga aku tak menyadari dan tak menyangka akan jadi bahan gosip orang-orang di sekolah. Kedekatanku dengan seorang cowok ternyata telah menyita sedikit perhatian para penghuni kampus, tak hanya siswa bahkan guru pun mengakui keberadaanku. Bagaimana tidak? Wanita yang pernah membuat aku merasa senang, sedih, kecewa bahkan marah ternyata orang yang cukup terkenal di sekolah ku. Dia terkenal dengan sebutan 'cewek berhati batu'. Hampir semua orang mengenal dia adalah cewek yang anti pacaran.
Sebagai pendatang baru aku tak mengerti mengapa sebutan itu begitu melekat pada dirinya. Sebut saja namanya Tasya. Dan di luar dugaan ternyata banyak juga orang yang membenci dia. Aku tak tahu jelasnya apa alasan mereka membenci Tasya tiap kali aku adu argumen dengan teman-teman, mereka selalu aja berkata
"Iya ya, dia adalah segalanya buatmu. Puji dan bela aja terus... udahlah gak ada gunanya kita debat sama orang yang lagi jatuh cinta, susah!"
Di suatu sore...
"Makanya banyak-banyak membaca biar pinter. Wawasanmu sempit banget sih..!" itulah kalimat yang pertama kali meluncur dari mulut Tasya saat aku tanya tentang tugas Bahasa Inggris.
"Ihh.... Mentang-mentang pinter terus seenaknya aja ngomong ma orang. Pantes aja banyak yang benci ini cewek. Sombong!" kataku dalam hati dengan tetap bersabar mendengarkan ceramah Tasya yang tak mengenal arah itu.
"Udah paham?" tanya Tasya mengagetkanku.
"Udah. Thanks ya..." jawabku singkat sambil berdiri seraya mau melangkahkan kaki, Tasya memanggilku..
"Mau kemana?" tanyanya.
"Pulang." aku memandang wajahnya yang tersenyum.
"Tumben senyum. Ada apa nih?" tanyaku dalam hati.
"Bentar. Eh kamu tahu gak lagu-lagu terbaru sekarang?" tanyanya.
"Enggak." aku menjawabnya dan secara tidak langsung aku kembali duduk.
"Kalo lagu ini tahu nggak?" tanyanya lagi.
Aku mendengarkan dengan seksama lagu yang dia puter di laptopnya .Aku menggeleng. Lalu dia bilang
"Ini lagunya Utopia  judulnya Antara ada dan tiada."
Aku menganggukan kepala seolah-olah ngerti lagu itu. Padahal dengar juga baru sekali ini.
"Kamu mau aku kasih lagu ini?" tanyanya tiba tiba.
"Boleh.." jawabku sambil memberikan flashdisk putihku "
Sejak itu, hubunganku dengan Tasya  semakin deket. Hampir tiap hari kita ketemu dan ngobrol. Entah ngobrolin apa aja, yang pasti selalu ada topik diskusi. Aku mulai mengenal satu per satu temen Tasya. Salah satunya adalah Tisa. Tisa itu cewek yang sangat sangat digandrungi oleh para siswi. Mungkin malah ada fans club Tisa kali. Aku tak tahu. Orang yang bisa di bilang masuk kategori cakep, apalagi dia jenius. Siapa sih yang gak mau deket sama dia? Sayangnya dia itu biang gosip. Parahnya lagi aku adalah salah satu patner dia dalam urusan gosip menggosip tentunya. Hahaha...
"Zar, ayo ikut aku. Ada yang pingin aku omongin." Ajak Tasya tiba-tiba saat dia lewat di depanku. Aku yang lagi asyik ngobrol sama okto langsung secepat kilat mengikuti Tasya masuk sebuah ruangan yang lumayan kecil dan adem itu.
Aku membuka pintu berniat mengeluarkan diri dari komunitas cewek pinter yang ada di ruangan itu, lalu
"Zar  kemana aja sih? Aku cariin dari tadi.
"Gak kebalik tuh? Aku dari tadi ada di sini kok." Jawabku.
Bukannya dari tadi dia nyuekin aku? Dia nongkrong gitu aja diskusi ma tementemannya. Entah lupa kalo ada aku atau sengaja, aku tak tahu.
"Nah, makanya jangan pergi dong Nazzar. Biar gak dicariin." Tisa ikut-ikutan. Seolah-olah emang aku yang salah, padahal dari tadi aku berdiam diri di deket kerumunan cewek cewek pinter itu.
Semua langsung tertawa dengan kompaknya. Mungkin kalo ikut lomba paduan suara komunitas kecil mereka bisa jadi juara tuh. Wah, ini membuat aku merasa seperti seorang terpidana yang akan di eksekusi. Tasya mengajakku pindah ruangan. Saat dia lagi curhat, Tisa dan kawan kawan datang dengan rame-nya. Topik diskusi pun berubah. Tisa si jenius cerita tentang pengalaman dia waktu ke Jogja. Dia bertemu dengan seorang ibu yang lagi hamil saat dia naik bis. Kebetulan tempat duduk mereka bersebelahan. Eh ibu hamil itu duduk mereka bersebelahan. Eh ibu hamil itu bilang
"Nak, kamu itu cantik  ya.."Tisa senyum tersipu malu mendengar pujian ibu itu.
"Mau nggak kamu jadi menantu ibu?" tambah ibu itu yang melihat Tisa tak ada komentar.
 "Emm..."
"Ya, biar ibu punya anak yang cantik." tambah ibu itu lagi
"Lho, kok gitu kenapa bu?" tanya Tisa.
"Iya, anak ibu kan cowok semua jadi gak ada yang cantik. Yang masih di dalam aja diramalkan akan keluar sebagai cowok lagi." Ucap ibu itu sambil mengelus perutnya yang buncit. Tisa tersenyum kecut. "Oh, kirain anaknya yang jelek." komentar Tisa dalam hati. Dengan semangat yang besar Tisa masih asyik melanjutkan ceritanya. Dan aku baru sadar bahwa sedari tadi ada banyak pasang mata yang memperhatikan ulahku.
"Mas, bisa bicara bentar?" tanya seorang siswa keren  saat mendapati aku keluar ruangan.
"Iya, ada apa?" tanyaku heran. Aku tak kenal dia bahkan teman-teman yang ada di sampingnya.
"Kamu Kok bisa akrab gitu sih ma geng-nya Tasya?" tanya siswa itu.
Waduh, ada apa nih? Kok mendadak aku jadi di interview gini sih.. Aku tak menjawab.
"Secara gitu Iho, kamu kan orang baru di sini. Kok bisa sedeket itu ma Tasya?" tanya dia.
Hah?! Apa nih maksudnya? Aku memutar otak mencoba mencari jawaban yang tepat. Sebelum aku sempat menjawab cowok itu berkata
"Selamat ya mas.."
Dia menjabat tanganku. Aku masih aja bengong. Ternyata cowok yang keren tadi namanya Robi. Aku mendengar ada orang yang memanggil nama itu, lalu dia yang merespon.
Aku menikmati semua yang telah terjadi. Hingga aku terlibat percakapan dengan seorang cewek imut. Dia juga merupakan komunitas Tasya tapi gak begitu ngorbit seperti Tasya dan Tisa. Namanya Emma. Usut punya usut ternyata aku dan Emma adalah satu kelas dan atas persetujuan dia akhirnya aku manggil dia "Cuy".
Tak di sangka dan tak di duga itu adalah awal renggangnya hubunganku sama Tasya.
"Ehm.. ehm... wuei... ce ile..." ucap segerombolan cewek yang lewat. Aku dan Emma yang sedang duduk santai di pojok sebuah ruangan Cuma nyengir. Di samping itu ada juga sekelompok cowok yang melihat sinis ke arah kami. Aku baru menyadari kalo ternyata banyak juga cowok yang ngefans sama Emma.
"Eh, ternyata cuy banyak yang ngefans ya?" tanyanku menggoda.
Emma tersenyum dengan manisnya.
"Nggak kalah dengan Tasya dan Tisa kan? Walo gak sebanyak fans mereka." Lalu mencibir.
Aku dan dia tertawa bebarengan. Tiba-tiba....
"O..O... kamu ketahuan?!" Nyanyian Tisa mengagetkan kami berdua. Ternyata acara nobar filmnya sudah usai.
Waktu aku dan Emma menoleh, Tasya langsung buang muka.
"Jadi selama ini?" ejek Tisa.
"It does not like what you see!" jawab Emma ketus. Tasya masih memandangi langit-langit putih ruangan itu. Sedang aku hanya senyum. Tisa melangkahkan kaki keluar ruangan.Tasya pun ikut berjalan, namun arah Tasya berbalikan dengan Tisa.Menyadari hal itu Tasya pun bergegas balik arah.
"Eh gimana?" tanyaku setelah jejak mereka hilang dari hadapan kami.
"Ihh... Kelihatan banget gitu kok kalo Tasya ada rasa sama kamu. Mukanya masam semasam jeruk nipis." Lalu kita tertawa ngakak.
"Iya Cuy bisa bilang gitu tapi sayang dia gak ngasih aku kepastian." Ucapku.
Satu minggu kemudian, waktu aku dan Kurnia bertemu, Tasya langsung menghampiri kami. "Mulai hari ini kalian saya restui."
Aku dan Emma berpandangan. Walau tanpa sepatah katapun kami saling tahu bahwa kami sama-sama tak mengerti maksud ucapan Tasya.
Tasya berdiri di tengah-tengah kami yang lagi duduk.
"| pronounce you to be a husband and wife." Lanjut Tasya.Aku dan Emma semakin tak mengerti.
"What did you say?! You don't have right to say like that!. You are neither her relative nor the chief!" Emma menimpali dengan ketusnya.
Perlahan-lahan Tasya menghilang dari pandangan kami. Aku dan Emma saling pandang dan tersenyum kecut. Kali ini senyumanku tak serasa jeruk nipis saja, namun senyuman dengan resep asem jeruk nipis cuka di campur jadi satu. Sepertinya Emma tahu betapa perihnya batinku.
Emma mengajakku pergi dari tempat itu.
Aku sudah membulatkan tekad untuk bertanya pada Tasya,bagaimana perasaan dia terhadapku. Dan bodohnya, aku bertanya lewat telepon. Jadi aku gak tahu dan gak pernah lihat ekspresi wajah Tasya. Dia menjawab pertanyaanku dengan nada yang tegas. "Hubungan kita hanya sebagai siswa dan siswa baru."Kita teman!" Pingin rasanya aku nangis seketika. Tasya melanjutkan.
"Kemarin Emma juga udah tanya ke aku. Ya jawabanku sama dan masih tetap. Kalo misalnya besok-besok ada yang nembak kamu ya gak pa-pa. Aku gak masalah. Eh iya, kenapa kamu gak jadian sama Emma aja?"
"Aku sama Cuy, maksudku Emma gak ada apaapa. Aku menganggap dia udah seperti kakakku sendiri. Dia adalah teman curhatku." aku kebingungan mau menjawab gimana.
"Eh, eh kalo emang kamu dan Emma ada apaapa juga gak pa-pa kok." ucapnya lagi sambil tersenyum.
Aku merasa bosan dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Akhirnya aku menyudahi ketololanku itu.
Lima detik kemudian aku menghubungi Emma, konfirmasi kenapa dia tidak cerita padaku kalo dia telah tanya ke Tasya. Emma menceritakan semua dan dia minta maaf .karena tidak langsung menghubungiku saat itu.
Lilin yang tadinya berdiri dengan tegaknya pun meleleh. Air mataku pun tak mau kalah bersaing, dia terus mengalir membanjiri pipiku. Dan aku tak tahu bagaimana kelanjutan kejadian itu hingga aku terbangun di pagi harinya.
Waktu Ujian Tengah Semester aku merasa bahwa sikap Emma berubah padaku. Tiap kali aku berusaha ngajak ngobrol dia di sekolah, dia hanya bilang "Sorry, someone is waiting for me."
Aku pun memutuskan tanya sama dia lewat sms karena aku telfon tidak di angkat.
"Sorry. Kamu perlu tau bahwa sekarang aku lagi dekat sama seseorang. Aku tak ingin dia salah paham dan aku ingin menjaga perasaannya. Kita masih tetap berteman."
Seketika air mataku pun keluar perlahanlahan. Aku merasa hampa. Kini aku kehilangan dua orang yang aku sayangi. Sejak itu aku tak lagi menghubungi Emma. Semua teman dekatku pun membenci mereka berdua.
"Udahlah Zar,anggap aja kamu tak pernah kenal dengan mereka." ucap Muhammad
"Itu artinya mereka tak layak dekat denganmu karena kamu terlalu baik untuk mereka." lanjut Aldi.
"Jangan down. Harus tetap semangat dong?! Kamu masih punya kita." tambah Ridho.
"Mana Nazzar yang ceria, ramah dan selalu membuat orang tertawa itu?" ucap Bintang tak mau kalah berargumen.
Karena merekalah aku hampir aja lupa dengan sakit hatiku dan aku mulai semangat lagi melanjutkan perjuangan hidup, tiba-tiba... Aku melongo melihat seorang cowok yang lagi jalan sama Tasya. Ternyata dia adalah Nico. Nico orang yang pernah lumayan dekat denganku.
"Nggak ada cowok lain apa?" ujar temantemanku dengan sewotnya.
Aku hanya tesenyum sinis.
"Pingin banget aku hadang Tasya lalu aku tonjok dia!" ucapan Aldi mengagetkan kami. Setahu kami Aldi adalah orang yang gak bisa marah. Muhammad, Ridho, juga Bintang masih sibuk berargumen.
"Gimana kabar hatimu sekarang bro?" tanya Tisa di smsnya.
Tisa adalah orang yang tak punya masalah denganku dan dia tahu semua perkembanganku. Aku menoleh, ternyata ada Tisa di belakang yang sedari tadi memperhatikanku. Kami pun tersenyum. "Tabahkan hatimu ya Bro." lanjut smsnya. Ternyata dalam satu bulan aku harus kehilangan dua orang yang aku sayang sekaligus. Betapa pedih dan rapuhnya hatiku menerima kenyataan hingga aku merasa enggan membuka hatiku untuk orang lain.
Mungkin hal tersebut yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi anda dan kita semua. Untuk dukungannya mohon like dan follow agar saya dapat terus update konten konten Kompasiana.Terims kasih Wassalamu'alaikum wr wb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H