"Kemarin Emma juga udah tanya ke aku. Ya jawabanku sama dan masih tetap. Kalo misalnya besok-besok ada yang nembak kamu ya gak pa-pa. Aku gak masalah. Eh iya, kenapa kamu gak jadian sama Emma aja?"
"Aku sama Cuy, maksudku Emma gak ada apaapa. Aku menganggap dia udah seperti kakakku sendiri. Dia adalah teman curhatku." aku kebingungan mau menjawab gimana.
"Eh, eh kalo emang kamu dan Emma ada apaapa juga gak pa-pa kok." ucapnya lagi sambil tersenyum.
Aku merasa bosan dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Akhirnya aku menyudahi ketololanku itu.
Lima detik kemudian aku menghubungi Emma, konfirmasi kenapa dia tidak cerita padaku kalo dia telah tanya ke Tasya. Emma menceritakan semua dan dia minta maaf .karena tidak langsung menghubungiku saat itu.
Lilin yang tadinya berdiri dengan tegaknya pun meleleh. Air mataku pun tak mau kalah bersaing, dia terus mengalir membanjiri pipiku. Dan aku tak tahu bagaimana kelanjutan kejadian itu hingga aku terbangun di pagi harinya.
Waktu Ujian Tengah Semester aku merasa bahwa sikap Emma berubah padaku. Tiap kali aku berusaha ngajak ngobrol dia di sekolah, dia hanya bilang "Sorry, someone is waiting for me."
Aku pun memutuskan tanya sama dia lewat sms karena aku telfon tidak di angkat.
"Sorry. Kamu perlu tau bahwa sekarang aku lagi dekat sama seseorang. Aku tak ingin dia salah paham dan aku ingin menjaga perasaannya. Kita masih tetap berteman."
Seketika air mataku pun keluar perlahanlahan. Aku merasa hampa. Kini aku kehilangan dua orang yang aku sayangi. Sejak itu aku tak lagi menghubungi Emma. Semua teman dekatku pun membenci mereka berdua.
"Udahlah Zar,anggap aja kamu tak pernah kenal dengan mereka." ucap Muhammad