PROLOG
Drap..Drap..Drap..
Suara langkah kaki yang terdengar tegas mengisi kesunyian lorong A24.00, Albaran. Pemilik dari suara langkah kaki tersebut melenggang masuk ke dalam ruangan rapat dengan rambut yang sedikit acak serta lengan baju yang disisingkan nya sudah cukup untuk menggambarkan betapa kusut nya ia sekarang,
"Hei, Baran! Mengapa lama sekali huh? Jenderal sudah menunggu sedari tadi bodoh!" Ucap Gibran berbisik, pasalnya mereka sudah menunggu sang Letnan Bella Spada yang tengah berjalan beriringan dengan nya ini hampir satu setengah jam lamanya,
"Berisik! kau pikir aku tak punya kerjaan lain selain rapat sialan ini?!" Baran tak kalah kesal menjawab pernyataan yang ia anggap konyol itu keluar begitu saja tanpa beban dari mulut rekan satu Asrama nya.
"Ekhem," sebuah suara menghentikan kegiatan beragumen mereka berdua. Lyo, asisten Tuan besar menatap mereka dengan intens. Baran dengan sigap mengambil tempat duduk yang berhadapan langsung dengan Jenderal Cyber Sicurezza, Jenderal Alvario Axelyn Ziburg. Sosok tokoh yang berwibawa, berkharisma, gagah dan sangat disegani seluruh masyarakat Planet 0045fZ dan seluruh anggota Cyber Sicurezza.
Cyber Sicurezza sendiri merupakan organisasi penjaga keamanan Planet 0045fZ, terdiri dari orang-orang yang unggul yang disembunyikan profil pribadi nya.
"Jadi, Baran apa kau tidak menyukai rapat ini?" Jenderal menatap nya dengan tatapan teduh. "Tuan, bukan begitu tapi apakah tidak apa mengundang saya dirapat kali ini sedangkan saya pribadi memiliki banyak sekali tugas yang harus diurus dengan tempo waktu yang singkat? bukan kah Tuan sendiri yang menyuruh saya agar menyelesaikan nya dengan segera?"
Baran berusaha memilih kata yang masih terdengar sopan walau ia memasukkan banyak kalimat protes didalam nya.
"Hahaha..begitu ya, aku tentu ingat Baran, tapi ku rasa tugas ini lebih penting dibanding tugas-tugas yang menumpuk di daftar pertugasan mu itu," Jenderal mencoba meyakinkan Baran agar tertarik dengan tugas baru nya, namun seperti nya usahanya tersebut malah membuat Baran semakin ingin lari dari hadapan Sang Jenderal.
"Apa kau tidak penasaran?" Tanya Jenderal mencoba mengusik Baran yang terlihat sudah tidak lagi betah duduk di kursi nya,
"Haruskah?" Baran menjawab dengan kesal, oh ayaloh ia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan semua tugas-tugas nya agar dapat dengan cepat mengambil cuti nya.
mendengar itu membuat Jenderal tersenyum penuh kemenangan, setelah itu ia tegakkan tubuhnya sempurna lalu mengangkat dagunya dengan angkuh seraya berkata,
"Esok pagi lakukan lah peninjauan ke Planet Alderan! ada laporan yang masuk jika Planet tersebut terancam hancur, ada dua kemungkinan yg dapat menjadi penyebabnya, pertama karena Asteroid dan kedua karena penyerangan oleh Kaum Blackbon ataupun Bajak Laut. Namun firasat ku mengatakan, pilihan oleh sebab ke dua belah pihak itulah yang lebih memungkinkan dibanding Asteroid." Ucap panjang Jenderal dengan wajah yang serius menatap tajam pada Baran yang kini menatapnya dengan wajah terkejut,
"Alderan? Terancam? Rasanya tidak mungkin Tuan. Bukankah terdapat legenda yang mengatakan jika di sana memiliki penjaga disetiap generasi nya? Guaritor disana tidak akan membiarkan Planet nya hancur, lagi pun kekuatan mereka tidak bisa dianggap enteng.
Lalu untuk apa kita harus melindunginya? Kekuatan alam mereka lebih kuat dibanding makhluk semesta lain," Jelas Baran, ia hanya tak ingin dibebani dengan tugas yang konyol, ia tahu seperti apa Alderan. Meskipun belum pernah datang langsung tetapi banyak buku tua mengatakan bahwa Guaritor Alderan adalah satu-satu nya kekuatan yang tidak boleh dianggap enteng.
"Jangan konyol!! Meskipun begitu tugas kita sebagai Cyber tetap harus ada! Sekuat apa pun itu yang namanya wajib terlindungi tetap harus dilindungi! Buang jauh pemikiran bocah mu itu!! lagi pun jika ditinjau melalui teknologi, tingkat perlindungan Alderan mulai melemah, entah apa yang sedang terjadi disana, juga titik koordinat nya berubah..Alderan semakin menjauh, hal itu dapat berbahaya.Â
Apa kau tahu? Kekuatan Alderan menjadi incaran makhluk-makhluk yg haus akan kuasa, mendapatkan jantung Alderan merupakan keberuntungan sekali seumur hidup, jika jantung Alderan sampai jatuh ke tangan yang salah, itu akan berakibat fatal! Maka dari itu aku menyuruh mu kesana.Â
Tinjau lah Alderan periksa ada apa disana, dan pastikan kau menjaga jantung Alderan sampai semua dirasa aman jika kau dipanggil kembali. Bagaimana? Bersediakah kau Letnan?" Walaupun itu sebuah pertanyaan namun Baran yakin jika disana terdapat sebuat paksaan, lagi pun jika ia tolak ia akan tetap dipaksa untuk menyetujui.
"Haah.. Baiklah, besok saya akan kesana. Namun pastikan anda benar benar memanggil saya kembali jika semua sudah terkendali, Ayah!" Baran menggertak kesal pada Jenderal, sang Ayah.
"AHAHAHA..iya iyaa baik, semua akan dalam kendali, kau cukup melaksanakan tugas mu disana."
Gibran dan Lyo hanya memandang diam pemandangan yg ada dihadapan mereka,
drama Ayah dan Anak lagi, pikir mereka.
Baran menggerakkan kaki nya ke arah pintu untuk segera keluar dari ruangan yg sungguh tidak nyaman itu, ia segera pergi menuju Asrama nya, saat setelah tiba di kamar nya ia tidak menyadari jika seseorang telah ikut memasuki ruangan pribadinya. "Hei, kau tak apa? Mau ku temani ke sana? Jika kau mau, aku bisa mengajukan diri untuk menjadi Partner mu disana nanti, bagaimana?" Sungguh Gibran sangat jengkel melihat wajah rekan satu kamar nya itu, ditekuk masam dengan tatapan setajam silet, ya--meskipun Ekhem masih tetap tampan.
Ya, Ia mengakui wajah teman nya satu ini boleh dikatakan tampan, bagaimana tidak? postur tubuh yg ideal, kulit yang berwarna kuning langsat, bola mata yang berwarna silver serta dilengkapi dengan tatapan tajam miliknya, alis tebal mengukir sempurna disana, serta rambut hitam ke cokelatan.
wajah? Ayolah, apa pendeskripsian itu kurang untuk menjelaskan ketampanan nya?
Wajah yang terukir sempurna, dengan hidung bak seluncuran, dan tubuh tinggi semampai.
Banyak rumor mengatakan bahwa Baran sangat mirip dengan Jenderal saat muda, yg membedakan hanya warna mata. Jenderal memiliki warna mata biru aquamarine , sedangkan Baran memiliki warna mata silver, pahatan yg sempurna.
"Ck, tidak perlu seperti itu aku bisa mengurus sendiri! Oh? atau kau meremehkan ku hah?! Ck argh, lebih baik kau lanjutkan saja pekerjaan mu!" demi Sang Dewi Bulan sungguh Gibran benar benar tidak menyukai Baran yang sedang kesal, pasalnya saat ia sedang kesal ia akan melampiaskannya pada siapapun atau apapun itu yang tidak ada sangkut paut nya dengan masalah yg tengah ia alami.
"Kau kenapa bodoh! Jangan melampiaskan kekesalan mu padaku! Berani nya kau," daripada takut atau memilih mundur, Gibran lebih memilih untuk maju dan menantang emosi Rekan nya itu. "Shhhh, ck." Baran hanya bisa menanggapi dengan desisan penuh kesal nya saja dan berharap sesosok makhluk yang berada di belakangnya pergi ditelan bulan.
"Hahh..jika kau masih ingin bicara tolong keluar saja, aku ingin beristirahat untuk besok pagi, karna kau tau bukan aku akan pergi bertugas besok, tugas yang panjang nan melelahkan menunggu ku saat Planet tercinta kita terkena sinar Matahari, jadi enyahlah dari hadapan ku," Setelah mengucapkan beberapa kalimat, Baran mendorong tubuh Gibran agar keluar dari kamar nya.Â
Melihat Baran memperlakukan nya sedemikian rupa membuat Gibran menarik napas panjang, ia sadar tak seharusnya ia berkata seperti itu disaat Baran mempunyai kesibukan yg padat.
"Aku tahu cara apa yg dapat meringankan tugasnya,"
KEBERANGKATAN
Sinar Mentari telah pun tiba mengintip malu pada Planet 0045fZ. Planet itu tidak memiliki malam maupun siang, Planet mereka pun tidak dilapisi dengan lapisan Atmosfer, mereka dapat bernapas begitu saja tanpa menggunakan alat bantu, makhluk yg tinggal disana merupakan alien namun dengan wujud manusia. Memang ada kehidupan seperti itu di luar bumi, Alam semesta merupakan wilayah yg tidak memiliki cakupan, ia tidak memiliki ujung maupun dasar, kehidupan seperti Galaksi milik Planet 0045fZ dapat nyata.Â
Wilayah yg tidak pernah diketahui oleh manusia Bumi, namun para manusia biasa menyebutnya dengan Dunia Paralel. Sebuah dimensi yg banyak mengandung Pro dan Kontra dari para Ilmuan. Namun siapa yang sangka? Jauh dari letak nya Galaksi Bima Sakti, terdapat Kehidupan yang beraneka ragam diberbagai Galaksi yang ada. Miliaran Bintang miliaran Kehidupan.
"Baiklah, semua sudah lengkap aku siap berangkat," Baran telah mengecek kembali peralatan yang ia butuhkan untuk bertahan disana kelak, setelah selesai ia lanjut mengecek Speedboat Spy 200x yang akan di tungganginya. Baran menolehkan kepala saat merasakan sebuah tangan singgah di pundaknya,
"Sebelum kau pergi ada hal yg harus ku beritahu padamu," hanya jengkitan alis yang diterima Gibran sebagai jawaban,
"Alderan memiliki penjagaan yang ketat, aku tidak yakin kau bisa singgah disana dengan aman, jadi jika bisa kau harus berkompromi dengan penjaga disana, kau jelaskan kedatangan baik mu kesana dan buat mereka percaya denganmu.Â
Dengan begitu akan mudah menjalankan tugasmu nanti, jadi lakukan lah dengan baik disana," Pada dasarnya Gibran merupakan rekan yang pengertian, dalam lubuk hati nya ia menaruh rasa khawatir pada teman masa kecil nya ini.Â
Bagaimana tidak? Teman bodohnya ini akan pergi ke Si Lembah Sakral julukan legendaris yg melekat pada Planet Alderan. Planet tersebut banyak memakan korban jiwa, konon katanya tak pernah ada yang bisa melewati tumbuhan berduri yang terdapat disana kecuali satu orang, seseorang yang berhasil melewati tumbuhan tersebut namun nahas, keberhasilannya hanya sampai disana sebelum ia kembali menjadi orang yang kurang waras.
Lalu bagaimana ia bisa kembali?
Salah satu anggota Cyber yg sedang berpatroli menemukannya mengambang di luar jalur angkasa, ia hampir mati tertubruk Asteroid, sebelum diajukan ke kantor keamanan Planet 0045fZ, orang tersebut meracau aneh, sebelum benar benar kehilangan kewarasannya ia sempat meracau bahwa ia melihat sosok yang begitu menyilaukan mata, begitu panjang dengan dua bola hijau menyala begitu terang.
 Begitu ungkap sang korban sebelum tidak sadarkan diri dan segera dilarikan kerumah sakit. Setelah tersebarnya rumor tersebut banyak yang mengatakan bahwa sosok tersebut merupakan penjaga Alderan, Guaritor .Â
Namun hal tersebut tidak membuat para makhluk yang haus akan kuasa gentar, justru mereka semakin gencar untuk mendapatkan jantung Alderan, apalagi berita mengenai Alderan yg mulai melemah, menyebabkan Alderan banyak disinggahi para Blackbon maupun Bajak Laut luar Angkasa.
"Maksud mu Guaritor? kau gila? Dimana otak udang mu itu? Apa pindah ke anus?"
Baran menjawab sarkas ajuan yg dilempar oleh Gibran untuknya
"Sialan, aku berkata serius," Ucap Gibran tidak suka
"Aku juga serius," Baran menjawab tidak mau kalah
Gibran hanya bisa menghela napas, mengapa sulit sekali membuat mengerti bahwa ada baiknya lebah membuat sarang rumah di tangkai pohon bukan di atap rumah, pikirnya.
"Kali ini anggap lah serius, aku BENAR BENAR serius mengatakannya. Kau tidak bisa meneliti Alderan melalui alat atau hanya sekedar melihatnya dari jauh, kau harus menelusuri nya," Sengaja ia tekan kan beberapa kata yang ia ucapkan, sungguh menasehati kepala terumbu karang sangat melelahkan.
"Kau benar-benar gila," Ucap Baran seraya bersiap untuk berangkat, "Kau mengatakan itu hanya karena ingin mendapat kan bingkisan kotak kan," lanjut Baran.
Melihat Gibran dengan wajah bingungnya membuat Baran tersenyum miring, "Karena jika aku mati kau akan mendapatkan bingkisan lebih banyak."
Gibran dibuat terkejut akan pernyataan yang keluar dari mulut Baran, "Sungguh aku berani bersumpah demi wajahku yang rupawan, itu benar-benar diluar kepala ku! bagaimana mungkin kalimat itu bisa keluar dari mulut mu?" Oh ayolah wajah apa itu yang sedang dilihat Baran? Sangat berlebihan.
"Tapi..apa menu nya?,"
Sesuai dugaan, itulah kalimat yang keluar dari mulut kurang ajar milik makhluk yang berada di dekatnya.
Memuakkan, Pikir Baran.
"Sudah selesai drama mu?, aku akan berangkat sekarang," Dengan cepat Baran menutup pintu Speedboat nya dan menyalakan mesin untuk keberangkatan nya, sebelum sesaat ia berangkat pintu kaca Speedboat nya di ketuk dari luar, "Berhati-hatilah, kita sama-sama tidak mengetahui ada marabahaya apa yang menunggu disana, dan jaga sikap mu!" Ucap Gibran memperingati Baran.Â
Nyatanya meskipun mereka kerap bertengkar, Gibran selalu menyayangi Baran seperti Adik nya sendiri begitupun dengan Baran yg mengayomi serta menghormati Gibran seperti ia menghormati Kakak nya sendiri.
"Ya, aku mengerti. Aku titip semua hal yg disini padamu, kalau begitu aku pamit,"
Kalimat itu entah mengapa terdengar tidak bersahabat bagi Gibran, hanya anggukan dengan senyum tipis yang bisa ia berikan untuk mengiyakannya. Gibran melihat dengan jelas kepergian Baran, Speedboat yang meluncur dengan cepat meninggalkan pos roket Cyber. Disaat itu ia tersadar bahwa Baran benar-benar telah pergi menuju Planet Alderan.
SIAPA?
8 Jam lamanya telah terlewati, sopir dari sebuah Speedboat yang terkenal cepat masih setia menegakkan punggungnya pada kursi yg ia tempati. Sejujurnya Baran sedikit ragu akan misinya kali ini, walaupun ia telah banyak melewati misi kelas A yang terkenal dengan misi kelas tinggi namun entah mengapa Planet Alderan menjadi salah satu misi yang dapat ia rasakan aura gelap nya meskipun ia belum sampai disana.
Terang, sebuah bintang yang tidak jauh dari nya mengeluarkan cahaya, itu dia. Tidak diragukan lagi, salah satu Planet yang terkenal terang benderang. Seperti sebuah Berlian yg berkilauan diantara tumpukan perak, Alderan.
Baran mulai menghentikan dan mengatur ke stabilan roket nya agar tetap diatas sana, ia membuka pintu dengan ragu dan saat pintu terbuka sempurna, ia disuguhi dengan kenampakan Alderan. Sungguh ini baru pertama kali nya ia melihat Alderan secara langsung bukan dari buah bibir ke telinga maupun dari sebuah buku tua.
Jika begini, aku jadi tidak yakin apakah benar ia memiliki julukan Sang Lembah Sakral?, batin Baran berkata.
Baran dengan hati-hati mulai menapakkan kedua kaki nya diatas tanah, sangat berbeda dibanding pemandangan yang ia lihat dari atas, saat ia turun ia hanya disuguhi dengan tanah gersang yang hanya memiliki tumbuhan berduri yang berukuran raksasa. Saat ini mungkin ia bisa menarik kembali kata-kata yang sempat diucapkan nya.
Ia mulai bergelut dengan serius, melawan apapun yang mencoba menghalangi jalannya.
Seakan hilang ingatan, ia tidak ingat mengenai nasihat yang telah dianjurkan Gibran, sampai tanpa ia sadari ia mengganggu kegiatan hibernasi seseorang.
"Hah..hah..hahh..., sudah? Akh--"
Baran terengah-engah, sungguh bukan hal yang mudah berlawanan dengan tumbuhan hidup berduri itu, hal tersebut pun membuatnya terluka dibagian pinggang kirinya dan Baran terkulai diatas rumput segar perlahan ia mengerjap kan matanya, remang-remang ia melihat cahaya-cahaya kecil dihadapannya lalu angin ringan menerpa wajahnya, hal tersebut mendatangkan kehadiran sesosok makhluk, terang begitu terang.Â
Sanking terangnya membuat Baran sulit melihat dengan jelas sosok tersebut, sampai ia bisa melihat dengan jelas dan sadar bahwa sosok disana merupakan seorang Guaritor
Baran tidak bisa membuka mulutnya, seakan-akan terdapat paku yang menyatukan kedua belah bibirnya keringat dingin hanya dapat menjadi jawaban keadaannya saat ini, dan sosok tersebut hanya menatap diam Baran yang berada di rumput.
Tuhan kumohon lindungi aku, batin Baran.
"Pergi," sepenggal kata yang berhasil mengguncang keyakinan seorang Albaran Kalvando Axelyn Ziburg, sungguh sosok yang menyeramkan. "A-aku disini berniat baik dengan ingin membantu, sungguh. Aku dari Cyber Sicurezza, penjaga Planet sungguh," dengan gagap Baran menerangkan niat nya,
"Per--" Belum sempat menyelesaikan kata, sekumpulan Kapal Bajak Laut berada di langit langit Alderan. Guaritor menatap datar pada sekelompokan Kapal tersebut, "Mereka..Bajak Laut." Dengan cekatan Baran mengulurkan tangan nya didepan Guaritor berniat untuk melindungi.
"Hah..siapa ini nona? Jadi kami pengunjung ke 2 setelah nya ya hahaha," Ucap salah satu anggota, yang diduga Baran merupakan Ketua nya.
Nona? Guaritor ini..wanita?, Batin Baran.
Belum sempat Baran menolehkan kepalanya kebelakang, ia dikejutkan dengan sebuah ledakan yg berasal dari belakang punggungnya. Guaritor maju tanpa hambatan menepis semua yang menjadi targetnya, ia melesat bagai sekelibat cahaya. Baran membantu se sisa nya, pengalaman seperti ini baru pertama kali ia alami, sungguh Alderan benar benar unik.
Terlalu gesit melawan musuh membuat Guaritor tidak memperhatikan sekelilingnya hingga,
Trangg..
Bunyi gesekan pedang menyapa daun telinga sang Guaritor , ia cukup terkejut melihat terdapat seseorang yang mencoba untuk melindungi nya. Tidak ingin berlarut terlalu lama, ia pusingkan badannya berniat menyudahi perang dengan cepat.
Huusshhh..whushhh...
Hanya desiran angin yang terdengar setelah perang usai, mereka ber dua benar benar berusaha dengan keras,
"Akh..hah--ha.." sampai suara kesakitan Baran terdengar, ia mengalami cedera cukup berat dibagian dada setelah mencoba melindungi Guaritor,
Guaritor hanya menatap datar ke arah Baran seakan sengaja membiarkan Baran merasai sakit nya. Sampai ia akhirnya menghampiri Baran,
"Kenapa? Kau sudah tahu resikonya,"
"J-jika kau terluka pasti akan berpengaruh pada Alderan bukan? Tugas ku disini untuk menjagah--hah..keamanan disini..jika kau terluka--akh..sama saja aku gagal bukan?"
Ditengah kerintihannya Baran mencoba menjelaskan tanpa ada kalimat yang ia buat buat, sungguh itu berasal dari dirinya sendiri. Uluran tangan menyentuh luka nya, mengeluarkan cahaya yang begitu terang, sampai saat uluran tersebut terangkat, luka Baran menghilang, sembuh total. Bertepatan dengan itu, Guaritor tersebut berubah wujud, menampilkan punggung seorang wanita,
"Arcelia, namaku." Sungguh jika boleh Baran ingin berteriak saja.
Bagaimana bisa sesosok putih yang menyeramkan dapat berubah menjadi sosok wanita yang cantik setelah menyebut namanya? pikir Baran.
Meski hanya terlihat punggungnya saja, namun Baran dapat menjamin bahwa wanita di hadapannya ini memiliki paras yang bisa dikatakan cantik.
"Terimakasih..maaf kau jadi terluka," Arcelia berucap dengan nada yang terdengar lembut. Sedangkan Baran masih termenung dengan keadaan yang sedang berlaku.
"Aku tidak pernah menyangka jika Guaritor seorang wanita..maksudku wanita yang kuat..lalu--apa penyebab dari lemahnya keadaan Planet?"
                            *sumber:Pinterest
Tatapan itu seakan menghunus tubuh Baran seakan pertanyaan nya barusan dapat menyebabkan sebuah perang besar.
"Aku hanya bertanya, ini merupakan bagian dari tugas ku.."
"Hahh.. Aku tidak tahu apakah ini bagus untuk dibicarakan dengan orang asing sepertimu." Kata-kata itu seakan menjadi sebuah tembok besar untuk Baran.
"Ahh, maaf kan aku tapi kupikir kau bisa mempercayai ku Nona,"
"Kemari biar kutunjukkan,"
Baran pergi mengikuti langkah Arcelia, sampai ia ikut memberhentikan langkahnya dan terkesima akan pemandangan yg berada dihadapannya
"Ini adalah tempat berdiam nya Diamante atau yang biasa kalian sebut dengan Jantung Alderan, tempat ini bernama Residenza," Jelas Arcelia, ia memandang sayu pemandangan dihadapannya, "Sungguh luar biasa! Ini diluar dugaan ku! Ah sepertinya aku akan menangis sekarang," Arcelia hanya tersenyum tipis mendengarnya Pria yang berada disampingnya,
"Mengenai hal yang kau tanyakan tadi, Alderan semakin lemah karena..aku. Aku tidak bisa menjaga ke stabilan diriku, kekuatan maupun kesehatan. Lagi pun seharusnya tiap 200 tahun sekali akan datang pengganti Guaritor tapi itu tidak terjadi,"
"Apa aku boleh tahu alasannya?" Entah sejak kapan, tapi Baran sungguh penasaran akan kisah Wanita disampingnya ini, bukan hanya sekedar penasaran namun tersirat rasa peduli disamping itu,
"Alderan sudah berumur tua, sungguh benar-benar tua. Jika Alderan memperoleh penjaga baru dikhawatirkan keturunan baru tersebut melenceng, karena semakin berbeda nya zaman, serta..satu fakta yang nyata bahwa semakin tua Alderan semakin banyak generasi yang dihasilkan maka semakin lemah pula kekuatan yang diperoleh. Aku adalah bukti nyata nya,"
Jelas panjang Arcelia.
"Apa kau baik-baik saja? Kurasa..kau tidak sehat.." Baran sungguh khawatir akan keadaan wanita disampingnya ini, sungguh rasa ini tidak ada yang dilebih-lebihkan.
"Aku baik-baik saja tidak perlu dipikirkan,"
"Tidak apa untuk tidak baik-baik saja, kau juga hanya sebatas makhluk yang dapat merasakan sakit, tak apa aku disini. Aku berada di dekat mu, di samping mu,"
Kalimat per kalimat itu meluncur dengan lancar dari mulut Baran tidak ada kata tipuan di dalam sana, tidak ada kata yang bertujuan untuk memanfaatkan situasi. Kalimat itu sungguh tulus, layaknya setulus hati seorang Pria yg sedang jatuh hati untuk pertama kalinya.
Dan kalimat tersebut berhasil membuat Arcelia luluh, ia menangis. Menangis sakit dan senang, sakit yang berhasil ia keluarkan dan senang karena akhirnya setelah sekian lama ia mendapatkan bahu lebar yang hangat untuk sandarannya.
"Apa aku diizinkan memeluk dirimu?" Tanya Baran hati-hati, Arcelia menganggukan kepalanya perlahan. Setelah mendapat izin, dengan perlahan Baran menarik tubuh ramping Arcelia agar didekap oleh nya. Saat ini Residenza menjadi saksi kedua insan disana, dan menjadi saksi bahwa seorang Letnan sedang jatuh cinta pada insan milik Alderan.
Sial, aku luluh pada Guaritor Alderan,
Batin Baran.
MULAI TERBIASA
Setelah kejadian di Residenza keduanya kini berada di padang rumput saling menatap langit bebas.
"Hei, bagaimana keadaan di luar sana?"
"Rumit, rasanya seperti kau sedang terbang. Naik dan turun tidak karuan terkadang kau dapat merasa senang terkadang juga kau dapat merasa sedih dan sakit secara bersamaan. Tapi..itu yang membuatnya terasa sungguh luar biasa," Baran memberikan gambaran alur kehidupan dunia luar disertai dengan senyum tipis yang tercetak di bibir nya, membayangkan kehidupannya diluar sana.Â
Arcelia menatap iri, sungguh impiannya sejak dulu hanyalah dapat keluar dari Planet ini. Ia bahkan belum pernah melihat Bintang Aldebaran maupun Orion yang terkenal itu, sungguh ia sangat iri pada Baran.
"Ada apa dengan wajah itu? Apa kau iri?" Goda Baran,
"Ahaha...iya," Ucap Arcelia lesu
"Kau mau kemana jika diizinkan keluar dari sini?"
"Aku..aku ingin melihat apa yang berada diluar Planet, setidaknya tidak jauh dari sini pun tak apa," Arcelina berucap diiringi cengiran imut nya
"Hanya itu?"
"Untuk sekarang iya..hanya itu,"
"Kalau begitu ayo, genggam tangan ku maka aku akan membawa mu terbang mencapai keinginan manis mu itu,"
Arcelia hanya menatap bingung pada Baran, sejujurnya ia tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan Baran padanya ia hanya menurut saat Baran mengulurkan tangan untuk ia genggam. Terkejut ketika Baran mengalungkan lengan kekarnya di pinggang miliknya, ia dapat merasakan tangan hangat yang merangkulnya.
"Apa yang kau--AAAA," Sungguh Arcelia sangat ingin mencekik pria yg merangkul nya tanpa izin ini, bagaimana tidak terkejut ketika tanpa pemberitahuan apapun mereka terbang keatas dengan cepat. Arcelia mengatupkan kedua mata nya rapat hingga suara menginterupsi nya
"Buka mata mu itu! Bagaimana kau ingin melihat apa yang kau impikan jika kau menutup mata rapat begitu,"
Perlahan Arcelia membuka kedua kelopak matanya, ia tercengang sungguh.
"Bar-Baran...," ia tercekat saat membuka suara, ini merupakan salah satu dari banyaknya impian yang dimiliki!.
"Ini adalah pemandangan satu dari miliaran Galaksi yang kita tempati..bagaimana? Apa indah?" Baran mengucapkan dengan suara rendah nya dan sedikit menundukkan kepala agar sampai tepat dibelakang telinga sang Nona
"Hikss....hiks.. in-ini benar-benar indah Baran..hiks..aku tidak kuasa menahan air mata ini..hiks terimakasih..," Arcelia menangis bahagia, sungguh tidak pernah terbanyangkan oleh nya bahwa impian kecil nya dapat diwujudkan secepat ini oleh seseorang yang akan ia bunuh beberapa jam yang lalu
"Katakan apa yang kau inginkan, aku akan memberikan semuanya padamu," Baran menatap lurus kedepan, ia benar-benar serius dalam mengatakannya. Untuk seseorang yang pertama kali ia cintai selain Ibu-nya, ia akan memberikan sisa hidup nya pada wanita manapun yang berhasil membuatnya jatuh hati. Namun siapa sangka Letnan Bella Spada sudah jatuh ke dalam pesona Guaritor Arcelia.
KENYATAAN
Sudah berjalan hampir dua bulan Baran menghirup udara dari Planet Alderan dan Pria jangkung itu tak ada niat untuk kembali, selama itu pula ia menaruh rasa terhadap satu-satunya makhluk selain dirinya di sini.
"Huftt," Baran menghirup napas nya dalam-dalam, ia benar-benar frustasi akan perasaan nya.
"Ada apa?" Arcelia bertanya sembari memainkan bunga di sampingnya,
"Emm..hei boleh--boleh kah aku bertanya sesuatu?" Setelah mendapatkan jawaban berupa anggukan Baran mulai memberanikan diri,
"Apa..kau merasakan cinta? Maksudku pernah mungkin?"
"Tentu, aku mencintai semua yang ada disini," jawab Arcelia
"Bukan, bukan itu maksudku--maksudku adalah..mencintai seseorang,"
"Oohh..tidak. Hal itu dilarang," Baran menatap Arcelia dengan tatapan yang sukar diartikan.
"Maksud mu?" Baran memberanikan diri untuk bertanya,
"Di sini rasa cinta hanya sebatas cinta terhadap alam, aku tidak ditakdirkan untuk dapat mencintai sesama makhluk seperti dirimu. Lagi pun..memangnya seperti apa cinta terhadap seseorang?"
Baran sebenarnya tak sanggup untuk menjawab pertanyaan itu, ia kehilangan suasana diri ketika kenyataan Arcelia menusuk raga nya.
"Ah..itu--hhh..cinta terhadap seseorang itu ketika kau merasa senang melihatnya tersenyum, cinta itu ketika kau selalu ingin melindungi nya, cinta itu ketika kau akan memberikan apapun untuk kebahagiannya," Baran menatap lurus kedepan tanpa mengedipkan matanya, menatap lurus pemandangan yang disuguhkan.
"Ou aku melindungi semua tumbuhan disini dengan segenap jiwaku dan akan marah jika ada yang merusak nya. Eh? Apa cinta juga berarti rela berkorban untuk apa yang ia cinta?" Arcelia bertanya dengan wajah penasaran,
"Iya..cinta dapat berarti pengorbanan," Baran melirik kearah Arcelia sebelum ia menolehkan kepalanya secara menyeluruh kearah Arcelia, dengan tatapan teduh dan suara yang lembut, Baran mengatakan hal yang selama ini menjadi sebuah batu besar di hati nya,
"Arcelia--sama seperti itu, aku menyayangi mu sama seperti kau menyayangi Planet disini, aku akan melindungi mu seperti kau melindungi Planet disini, aku akan memberikan semua--apapun itu agar kau bahagia dan tetap tersenyum..lebih--lebih besar dari itu," Baran memeluk kedua lutut yang ia tekuk, menangkup kan kepala diatas tangan yang ia lipat sebagai bantalan dan tersenyum manis menatap lurus Arcelia,
"Kau tahu? Saat aku ditugaskan kemari aku berpikir akan segera menyelesaikan tugas ku disini lalu lekas kembali, namun setelah bertemu dengan mu--aku ingin lebih lama lagi disini..Arcelia," Entah sejak kapan namun setiap kali Baran menyebut namanya, Arcelia merasakan darah dalam tubuhnya berdesir laju.
"Bagaimanapun takdir kita nanti, kau akan selalu menjadi wanita yang kucintai setelah Ibu ku," pernyataan itu berhasil membuat Guaritor Alderan menatapnya dengan tatapan yang sukar diartikan,
"Meskipun kita tidak akan bersama?"
Ah, mengapa ia memperjelas fakta itu? Baran sengaja memperjelas perasaannya agar Arcelia melupakan kenyataan sialan yang ia miliki berharap agar Arcelia fokus pada nya dan kata kata nya saja, namun ternyata pernyataan rasa Baran untuknya malah menjadi umpan yang besar untuk menarik fakta itu kembali diantara mereka.
"Ya. Meski kita tidak akan bersama,"
PULANG
"Disini kau rupanya..aku mencari daritadi tahu!" Datangnya Arcelia tak membuat Baran menoleh,
"Aku akan kembali hari ini,"
5 kata yang berhasil membuat Arcelia termenung, Apa Baran meninggalkannya karena kejadian kemarin gelap?
"Apa karena kemarin?" Tanya Arcelia hati-hati sedangkan Baran hanya dapat terkekeh geli mendengarnya,
"Tentu saja tidak, aku bukan Pria seperti itu hei! Ada panggilan dari Cyber yang memerintahkan ku untuk kembali kesana, mungkin karena tugas ku disini sudah selesai?" Ungkap Baran.
"Begitu? Jadi jika aku membuat kerusuhan disini apa kau akan berada disini terus?"
Baran menolehkan kepala untuk melihat wajah sang Nona, Baran tidak melihat wajah meledek atau sebagainya. Ia hanya melihat wajah polos yang menatapnya serius,
"Jika iya apa kau akan melakukannya?" Tanya Baran penasaran,
"Eum!" Baran tertawa renyah mendengar jawaban dari Arcelia, sungguh lucu dimatanya.
"Tidak! Jangan lakukan itu! Aku akan kembali kesini, tenang saja ya?"
Ditempat lain, Â
"Senang melihat kau kembali dengan selamat dan sehat," Gibran memeluknya selayaknya seorang Kakak yang merindukan Adiknya,
"Aku ingin ke ruangan ku," Gibran menatap heran Baran, seperti terjadi sesuatu padanya.
Disebuah ruangan khusus, Baran menatap langit dari dalam ruangannya mengingat kata-kata Arcelina kemarin gelap yang membuat tekad hatinya semakin kuat untuk kembali dengan tujuan menenangkan perasaannya.
'Layaknya nabastala dan bentala, aku dan kau adalah dua daksa dan atma yang tak diizinkan semesta untuk bersama. Tolong jangan simpan perasaan itu terlalu lama, kau akan sakit.'
Mengingat perkataan Arcelia semalam membuat Baran memejamkan matanya, merasakan rasa sakit dan kecewa yang menjadi satu menjalar ke seluruh tubuhnya.
Ditempat lain,
Arcelia menatap kosong setangkai bunga yang ia petik, adakah ia bicara terlalu berlebihan semalam? Namun itu ia lakukan untuk kebaikan Baran sendiri. Ia tidak mau menjadi alasan seseorang merasakan sakit, apa lagi ia merupakan sosok wanita pertama yang dicintai Baran sebagai orang lain.
"Hei Nona, lama tak bertemu ya? Terakhir kali kapan yaa? AHAHAHA..apa kau--merindukan ku?"
Arcelia menatap waswas pada sosok yang berdiri beberapa meter dari nya,
Sial, bagaimana aku bisa tidak menyadari kedatangannya? Terlalu memikirkan nha membuat ku tidak fokus pada penjagaan ku, batin Arcelia
Di lain tempat.
Saat dimana seorang Pria sedang menikmati tidurnya sesaat sebelum sebuah gebrakan pintu terdengar,
"Hei bangun cepat! Ini bukan waktunya kau berleha-leha!"
"Tsk," Baran merasa terganggu dengan kebisingan yang terjadi, sungguh ia hanya ingin merehatkan diri.
"Kubilang bangun sialan!" Kesal akan tidak adanya tanda-tanda akan bangun, Gibran menarik kasar kaki Baran hingga sang Empu terjatuh.
"ADA APA HA?! tidak bisa kah kalian membiarkan ku istirahat sebentar saja?! Dasar sialan," kesal Baran.
"Alderan..dikepung dua aliansi Blackbon dan Bajak La--," Belum selesai Gibran berbicara, ia dikejutkan dengan Baran yang tiba-tiba bangun dan berlari dengan cepat meninggalkan nya
Pikiran Baran sudah kalut, ia tidak bisa berpikir jernih. Hanya satu orang yang terlintas dibenaknya,
Adakah Arcelia baik-baik saja?
Adakah Arcelia dapat menanganinya seorang diri??
Adakah Arcelia terluka?
Adakah situasi ini akan segera teratasi?
Begitu banyak pertanyaan dibenak Baran, hingga tidak sadar ia menubruk tubuh tegap seseorang didepannya
"Tenang kan dirimu," perintah Jenderal,
"Minggir! Lepaskan tangan mu dari ku," Baran semakin meronta ketika kedua lengannya ditahan tanpa izin oleh ajudan sang Ayah,
"Akan kulepas jika kau bisa bersikap sedikit profesional, ingat kau berada dimana," peringatan dari Jenderal membuat Baran melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa ia telah bertindak ceroboh ditengah lorong. Melihat Baran yang mulai tenang membuat Jenderal sedikit lega,
"Saya telah mengirim pasukan kesana segera, kau ikut aku untuk menyusul," jelas Jenderal, namun penjelasannya tersebut mengundang raut yang sukar diartikan dari Baran,
"Berapa?"
"10 Grande Aereo beserta 20 lainnya," penjelasan Jenderal sudah cukup membuat Baran mengetahui situasi disana, bukankah kegaduhan itu parah? Sampai menimbulkan turunnya 30 transportasi yang dikhususkan untuk para prajurit perang tersebut?
"Apa separah itu?"
"Lebih baik kita segera menyusul,"
Jika mengikut situasi tentu ia tidak sanggup sekadar melangkah kan kedua kaki, namun logika serta hati mendobrak kewarasannya agar cepat mengambil langkah.
GAMA
Setelah menempuh beberapa waktu, Pasukan yang datang bersama Jenderal dan Baran akhirnya sampai di lokasi dengan cepat, tentu karena bantuan teknologi disana. Setelah sampai mereka dapat melihat Planet Alderan jauh dari kata indah maupun sakral, kini Alderan berubah menjadi medan tempur. Baran menatap tak percaya pemandangan yang ia lihat dari atas,
"Jaga kewarasan mu, semua ayo turun!" Perintah dari Jenderal seakan sebuah batu besar yang membuatnya tersadar,
"AYOOOO!!!" Jawaban semangat dari prajurit lain
Baran dengan cekatan turun dari Grande Aereo melesat maju melawan musuh dengan senjata yang membekalinya, fokus nya menjadi terbagi. Sebisanya ia mencari sekelibat seseorang, seseorang yang menyita fokusnya sedari tadi. Sampai satu suara membuatnya menolehkan kepala,
"KEMARI KAU JALANG HAHAHA," suara menggelegar yang ikut meriuhkan situasi disana, membuat Arcelia kehilangan kesabarannya, ia marah. Sungguh marah, tempat tinggal nya, Planet nya, tempat yang telah ia jaga selama beratus tahun lamanya, tempat yang telah ia rawat, yang ia sayangi, kini hancur hangus terbakar.
"Bajingan.. berani sekali--BERANI SEKALI KAU MEMBUAT KERUSUHAN DISINI!! Tidak akan pernah ku ampuni kalian semua," Arcelia tidak bisa lagi mengontrol emosi nya, ingin sekali ia menangis. Menangis sedih dan kecewa, sedih tempat ia tinggal menjadi hancur dan kecewa pada dirinya sendiri karena ceroboh tidak fokus pada kewajibannya menjaga gerbang serta gagal melindungi Planet nya.
Baran yang melihatnya dari jauh berusaha untuk mendekat sembari ia melawan musuh yang menghalangi,
"Kemari kau jantung Alderan!! Bagaimanapun caranya kau akan menjadi milikku!!"
"Terus lah berenang dalam mimpi mu jangan pernah kau membuka mata, karena saat kau membuka mata mu, kau kehilangan masa depan. Harapan mu--akan mati," Ucap Arcelia sinis
Mendengar itu, membuat Baran menghentikan langkahnya,
"Apa itu benar?" Baran menanyakan sebuah fakta yang menurutnya asing kepada Jenderal yang tidak jauh dari nya, merasa tidak mendapat jawaban apapun membuatnya geram,
"Apa kau sudah mengetahui nya sejak awal?" Sekali lagi tanpa sebuah jawaban,
"JAWAB," gertakan dari Baran berhasil membuat Jenderal membuka mulut,
"Ya," satu kata yang berhasil membuat Baran merasakan gejolak emosi dalam dirinya, pasalnya jika ia mengetahui fakta itu lebih awal tentu ia akan memperketat kewaspadaannya sejak awal dan ia tidak akan menerima tawaran untuk kembali dan melupakan rasa kecewa nya terhadap perasaan yang ia alami.
"Sialan," Baran berlari lebih cepat menuju Arcelia, ia akan melindunginya. Ia rela jika dirinya menjadi korban, tapi jangan lukai Arcelia nya.
"Ku lihat sepertinya kau mulai lengah ya, heh!"
"Bukan urusan mu,"
Disela pertarungan sengit mereka, Mouton ketua dari pasukan Blackbon memancing Arcelia dengan persoalannya,
"Katakan siapa lelaki itu, apa kau menyukai nya? Apa dia seseorang yang berhasil membuat jatuh nya benteng pertahanan milik Guaritor Alderan?" Arcelia menutup pendengaran nya rapat rapat, ia terus menangkis dan membalas serangan dari musuh dihadapannya,
"Lelaki itu..berada disini," pancing Mouton
Ctrangg
Bunyi gesekan yang membuat senjata Arcelia jatuh begitu saja beserta sang Empu yang turut jatuh ke tanah, belum sempat ia berdiri sekelibat pedang berayun ke arahnya, tak sempat untuk menghindar Arcelia hanya mampu menutup kedua matanya rapat, sampai suatu suara pedang beradu terdengar di indra pendengar nya.
Traaangg
"Jangan kau berani menyentuh atau bahkan melukai nya seujung jari pun,"
Baran, ia berada tepat didepan Arcelia untuk melindungi nya.
"Wah wah lihat lah ini..bukan kah dia yang baru saja kita bahas? Bagaimana pendapat mu Guaritor?" Mouton mengintip Arcelia yang sudah berdiri dibelakang Baran,
"Aku akan mengurusnya, selama itu--bolehkah kau mengumpulkan energi mu untuk menyelesaikan mereka?" Lirik Baran,
"Ya," Setelah mendapat jawaban, Baran dengan cekatan mendorong Mouton menjauh dari Arcelia, sementara itu Arcelia berusaha fokus untuk dapat mengumpulkan energi nya.
Aku harus cepat, batin Arcelia
"Seperti nya ini akan menarik, Baran sang Letnan Cyber berada dihadapan ku sekarang hahaha..HEI JINBA, KEMARILAH AKU PUNYA MANGSA YANG LEBIH MENARIK DISINI HAHAHA,"
Jinba, pemimpin pasukan Bajak Laut menghampiri Mouton dengan tatapan nyalang sebelum ia melirik Baran,
"Ohh..hahaha sekarang aku mengerti, kau tidak akan menang kali ini--karena Dunia cahaya telah ku kuasai sekarang hahaha,"
Baran mengeratkan pegangan pada senjata nya, "Sudah? Bisa kita mulai?"
"Ayo habisi dia Mouton,"
Dua lawan satu, tidak seimbang memang apalagi kekuatan mereka yang sudah naik tingkatan akibat mencuri kekuatan dari dunia lain akan menjadi tantangan yang berat untuk Baran, tetapi Baran akan berusaha melawan mereka sampai ujung titik darah penghabisan nya.
Brukkk
Baran terduduk lemas dengan banyak simbahan darah yang melukis wajah dan tubuhnya
"Uhukk..uhukk..kh," Baran meremas perutnya yang tercetak bekas tusukan pedang disana,
"Sudah kubilang kau bukanlah tandingan kami sekarang Baran," ucap Jiba angkuh
"Grrhh--sialan..kau kuat hasil rampas kekuatan seseorang, mana bisa disamakan dengan ku yang sudah berbakat dari sananya," Baran berucap dengan memasang muka meremehkannya, dalam hati ia memaki. Bagaimana bisa ia disamakan dengan seseorang yang kuat tapi bukan dari usaha sendiri melainkan dari orang lain dengan ia yang berlatih keras sedari kecil untuk mendapatkan tubuh yang atletis serta kekuatan yang boleh di adu oleh sang Ayah?
Ohh tidak, ini seperti menjatuhkan harga dirinya.
"Sialan kau," saat pedang Jinba hendak mengenai leher nya, saat itu pula Baran menahannya dengan tangan kosong,
"Jangan pernah kau memperlihatkan wajah mu lagi dihadapan ku, sungguh hina," sesaat setelah itu Baran meninju tepat di wajah Jinba, lalu menyerang menangkis meninju wajah Mouton. Sesaat setelah itu ia menghampiri Mouton yang terkulai lemas, menarik lengannya lalu menginjak engsel lengannya dengan kuat,
"ARRRKKKKKHHHH," teriak Mouton kesakitan
"Berani sekali kau mengucapkan kata jalang pada nya," Baran memperkuat injakannya.
Bagi Baran, semakin Mouton meringkih kesakitan semakin ia bersemangat untuk melakukan hal gila lainnya,
Mungkin membunuhnya secara perlahan tidaklah buruk, batin Baran.
Terlalu asik dengan apa yang ia mainkan membuat Baran terlupa akan sosok seseorang yang ia tinju beberapa saat yang lalu, sampai membuatnya tidak sadar bahwa satu pedang kini bertengger di pinggang nya,
"Mati kau," umpat Jiba.
Baran melepaskan lengan Mouton, ia merasa sesak sekarang. Sesak karena sudah terlalu banyak sayatan yang ia terima, untuk kedua kalinya ia jatuh setengah badan, menjadikan kaki kiri sebagai tumpuan tubuhnya. Jinba tidak ingin melepaskan kesempatan begitu saja, ia melepas pedang nya secara kasar yang masih bertengger di tubuh Baran, ketika hendak mengayunkannya ia tersilaukan oleh sebuah cahaya.Â
Bukan, bukan hanya ia seorang melainkan seluruh makhluk  disana, mereka melihat kearah cahaya itu dan dapat dilihat sosok yang melayang dengan mata yang begitu terang disana,
Arcelia,
Sosok itu berubah, bahkan bola matanya tidak lagi hijau melainkan biru sapphire yang menyala, tidak lama setelah itu ia kembali berubah wujud, kini wujud tersebut mampu membuat sesiapun yang melihatnya bergidik takut, pasalnya sosok inilah yang merupakan perwujudan sesungguhnya dari Guaritor Alderan
atau.. Diamante Alderan,
Tidak ada yang membuka mulut, seakan mereka semua tertunduk pada sosok tersebut, sampai suatu suara menggema ditelinga mereka.
"Kalian para binatang bejat yang berani merusak wilayah ku, selalu diperingati namun selama itu pula kalian mengabaikannya seakan wilayah ini adalah tempat bermain main. Aku Diamante murni akan menurunkan konsekuensi yang pantas. MASA KEHIDUPAN ALDERAN AKAN KU TUTUP!Â
Akan kusudahi perang berkepanjangan ini, beserta kalian para makhluk bejat haus kekuatan. Aku akan membawa semua kekuatan Alderan bersama ku. Daivat Amerta Acintya Calya Gamel Sagala," sesaat setelah itu cahaya yang amat terang keluar dari tangkupan tangan Arcelia. Cahaya tersebut semakin besar dan besar hingga suara ledakan yang amat dahsyat terdengar dari sana, badai datang, semua terhempas dengan kuat akibat ledakan tersebut.
Baran terhempas kuat, namun sebelum itu ia melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi pada Arcelia.
"A--akh..rghh..ah..hhh," Baran terengah ketika hendak mendirikan tubuhnya, tubuhnya mati rasa karena banyaknya luka yang menghiasi wajah serta tubuhnya. Namun bukan itu yang ia pikirkan sekarang, ia berjalan lurus perlahan namun pasti, sesekali ia melirikkan kedua bola matanya untuk mencari seseorang. Hingga dari kejauhan nampak seseorang yang sedang berdiri cukup jauh dari nya, tidak begitu jelas terlihat karena banyaknya kabut asap yang menghalangi. Namun meski demikian Baran cukup hapal dengan siluet itu.
Baran perlahan melangkahkan kaki nya kearah siluet tersebut hingga kabut asap perlahan menghilang seperti itu pula siluet tersebut perlahan menampakkan sosok Empu nya, memperlihatkan seorang gadis yang nampak kacau dengan pakaian yang tidak lagi teratur serta darah yang perlahan keluar dari sudur bibirnya. Baran tergeming ketika sosok wanita tersebut meregangkan kedua lengannya, seakan mempersilahkan Baran untuk mendekapnya.
Baran perlahan mempercepat tempo berjalannya sampai ia benar benar berlari dengan laju, dapat ia rasakan ia telah menubruk tubuh seseorang yang lebih kecil dari nya. Sesaat mereka saling mendekap tubuh ringkih yang mereka peluk, seseorang yang lebih kecil dari nya terasa amat lemas namun sebelum ia terjatuh Baran lebih dulu merangkulnya. Menduduki nya di tanah dan memapah kepalanya dalam dekapan Baran. Arcelia, ia terjatuh tidak berdaya,
"Kau terluka Baran, biar ku bantu," Arcelia meletakkan telapak tangannya pada luka yang terus mengucur di sela sela bajunya, disana Arcelia dapat melihat beberapa sayatan besar sungguh hal itu menyayat hati nya juga.
"Bisa kah kau perhatikan dirimu saja? Simpan tenaga mu untuk mu bukan untuk orang lain! Hei--apakah kau dapat diobati dengan semacam tabib, jika iya aku akan segera membawa mu sekarang," ketika hendak mengangkat tubuh Arcelia, Baran dikejutkan dengan serpihan cahaya yang bertaburan terbang ke atas. Ia pun dengan cepat menolehkan kepala menatap Arcelia meminta penjelasan,
"Kau sudah tahu jawabannya, kau pun--sudah mengira apa yang akan terjadi selanjutnya," Arcelia menatap Baran lembut, mengusap wajah yang telah membuatnya terkesima selama ini dengan lembut dan penuh hati hati, takut jika ia menimbulkan keluarnya cairan mirip kristal yang biasa keluar dari kedua bola mata tersebut.
Namun seperti nya usaha nya tersebut tidak membuahkan hasil yang ia harapkan, Baran meneteskan air matanya dengan tatapan tak percaya menatap tepat pada manik mata Arcelia,
"Aku melakukannya dengan tujuan yang baik, tidak akan ada perebutan kekuatan Alderan, setidaknya hal ini dapat mengurangi kekacauan yang ada. Baran..apa ada yang ingin kau sampaikan?"
Baran terus meneteskan air mata nya tanpa bisa ia hentikan, kekecewaan begitu ia rasakan. Ia ingin marah, namun tak kuasa untuk sekedar melampiaskannya.
Rasa takut kehilangan semakin menjalar di raga nya ketika melihat semakin banyak serpihan cahaya yang dihasilkan Arcelia.
Tidak, Baran tidak ingin kehilangan dunia nya.
"Baran..ku rasa aku mulai mengerti apa yang kau rasa, tanpa sadar aku melakukan ini untuk mu. Aku mulai merasa amat marah ketika melihatmu bersimbah darah dengan pedang yang menancap ditubuh mu, tanpa berpikir panjang aku merubah wujud ke dalam wujud Diamante. Aku--benar benar hilang akal, yang ada dalam fokus ku adalah cara agar mereka berhenti melukai dirimu. Ku rasa..arti cinta sebagai pengorbanan, kini kurasai untuk mu.
aku merasakan cinta untuk mu Baran,"
Arcelia meneteskan air matanya, sakit melihat pria dihadapannya meneteskan begitu banyak air mata, serta rasa sakitnya bertambah ketika ia merasakan dekapan Baran semakin erat padanya, jelas mengisyaratkan bahwa lelaki ini tidak ingin melepaskannya.
"Jangan pergi kumohon..hiks..Arcelia..kumohon," pinta Baran disela tangisnya,
"Aku akan meninggalkan bibit pohon disini, kurasa ia bisa menjadi bukti bahwa aku pernah menjadi dunia mu," senyum Arcelia
"Aku hanya ingin kau..hikss..maaf..aku menangis dihadapan mu..hiks..tapi aku sama sekali tidak bisa menghentikan nya..hiks.. ini diluar kuasa ku,"
"Haha..tidak apa, menangis saja tidak apa--Baran apa kau percaya reinkarnasi benar adanya?" tanya Arcelia lembut,
"Ada apa? Apa kau akan be reinkarnasi?" Bukan nya menjawab Baran memilih untuk bertanya balik pada Arcelia,
"Jika memang benar adanya, aku ingin be reinkarnasi menjadi wanita yang mencintai dan dicintai oleh dirimu kembali. Dan jika boleh minta lebih, aku ingin di izinkan menghabiskan sisa cintaku dengan mu, aku ingin menatap rembulan di saat kau sibuk menghangatkan ku dengan syal yang berlapis lapis saat gelap menyapa.. namun, Baran jika aku tidak bereinkarnasi tolong jangan terlalu melupakan ku," penjelasan dari Arcelia membuat Baran tersenyum, ia menatap Arcelia yang semakin lama semakin lepas dari dekapannya, terbang secara perlahan menjauh dari nya.
Ah apakah waktunya sisa sedikit lagi?
"Terlalu indah untuk dilupakan, mari bertemu di kehidupan selanjutnya sebagai dua insan yang dapat bersatu hingga masa tua tiba," Ungkap Baran,
"Arcelia--jika kau berharap benar adanya reinkarnasi, aku akan memohon pada Tuhan agar diberikannya reinkarnasi diantara kita, karena pada dasarnya--dimanapun aku berada kau akan selalu menjadi rumah hati untuk ku pulang," Baran akan membiarkan nya pergi, tidak apa jika ia kehilangan. Ia tahu jika terus menahan Arcelia, ia akan merasa lebih sakit lagi.
"Baran..hiks..terimakasih..terimakasih,"
  Â
Baran menutup kelopak mata nya, merasakan keringkihan raga. Sesaat setelah ia membuka kelopaknya, ia melihat sebuah bibit berada ditelapak tangannya.
Ah Arcelia, ia benar benar mengejutkan.
EPILOGUE
Drap..Drap..Drap
Suara langkah kaki yang terdengar di padang rumput, menjadikannya satu satu nya suara yang mengisi ladang sunyi selama lima tahun lamanya, tentu waktu tersebut berbeda dengan waktu di Galaksi manapun. Baran menatap sebuah pohon yang menjadi teman nya selama lima tahun belakangan ini,
"Apa kabar? Maaf ya aku jadi jarang kemari, aku mendapat tugas baru sekarang. Seperti biasa, Jenderal tidak pernah senang bila melihat ku santai sebentar saja haha--aku ditugaskan ke Bumi, sebuah Planet di Galaksi Bima Sakti. Akan memakan waktu yang lama untuk sampai kesana belum lagi menjalankan tugasnya, itu artinya aku tidak bisa bertemu dengan mu dalam kurun waktu yang tidak ditentukan, eum..hei? Apa reinkarnasi mu akan hadir disana? Ahahaha aku hanya bercanda, baiklah aku pamit ya? Selamat tinggal, sampai jumpa lagi,"
Baran pergi setelah menatap cukup lama pohon yang berada di hadapannya, pemberian seseorang yang memiliki tempatnya sendiri di hati nya. Ia tersenyum tipis, lalu melenggang meninggalkan ladang tersebut.
"Halo?..Ya, aku sudah mempersiapkan nya----- ya baik aku kesana," langkah nya semakin menjauh dari tempat ia mencurahkan rasa rindunya pada seseorang selama lima tahun terakhir, Prova. Sebuah bukti akan terjaganya perasaan insan kesayangan Cyber Sicurezza terhadap Diamante Alderan.
 Kini Baran mendapat tugas baru di Planet Bumi, ia hanya berharap agar mendapat takdir baik disana,
Bumi, Planet manusia ya? Menarik. Batin Baran.
Kini, Baran akan memulai masa berkelana nya. Mencari berbagai macam informasi mengenai kehidupan di muka Bumi untuk dijadikan bahan penelitian Laboratorium.
Selamat berkelana Tuan,
'The Moon getting darker and the Sunset getting brighter, didn't you see?'
Â
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H