Mereka tetap berhubungan melalui telepon dan surat. Namun, jarak dan kesibukan masing-masing membuat intensitas komunikasi mereka berkurang. Bagas, yang sibuk dengan kegiatan sekolah dan mengikuti berbagai lomba menggambar, merasa sulit untuk meluangkan waktu untuk Reza. Reza, yang sibuk dengan latihan terbang dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah penerbangan, juga merasa kesulitan untuk menghubungi Bagas.
Lama-kelamaan, komunikasi mereka semakin jarang. Hubungan mereka terasa renggang, seperti benang yang terputus. Mereka masih saling merindukan, namun jarak dan kesibukan membuat mereka merasa semakin jauh.
Beberapa tahun kemudian, Bagas kembali ke kota asalnya. Dia telah menyelesaikan kuliahnya dan berhasil menjadi arsitektur muda yang berbakat. Dia ingin bertemu dengan Reza, sahabat yang selalu ada untuknya.
Bagas mencari tahu kabar Reza dari teman-teman lama mereka. Dia mendengar kabar bahwa Reza telah berhasil menjadi pilot dan bekerja di maskapai penerbangan ternama. Bagas merasa bangga dan ingin bertemu dengan Reza untuk berbagi kebahagiaan.
Suatu hari, Bagas melihat Reza di sebuah kafe yang dulu sering mereka kunjungi. Reza tampak lebih dewasa, lebih tenang, dan lebih fokus pada pekerjaannya. Reza tak lagi seperti dulu, yang selalu ceria dan penuh semangat.
Bagas menghampiri Reza, hatinya berdebar. "Reza, kamu?"
Reza terkejut. "Bagas? Wah, lama gak ketemu! Kamu makin ganteng, Bro!"
Bagas tersenyum, namun hatinya terasa sesak. "Kamu juga, Reza. Kamu makin sukses."Mereka berbincang panjang lebar, mengenang masa lalu, dan berbagi cerita tentang kehidupan mereka. Bagas menceritakan tentang kesibukannya sebagai arsitektur, sementara Reza bercerita tentang pengalamannya sebagai pilot.
Namun, di balik canda dan tawa, mereka merasakan kejanggalan. Jarak dan waktu telah mengubah mereka. Bagas merasa Reza lebih dingin dan sulit didekati. Reza merasa Bagas lebih pendiam dan tertutup.
"Reza, kamu berubah," ucap Bagas, sedikit kecewa.
Reza tersenyum, namun senyumnya tak sampai ke matanya. "Aku harus berubah, Bagas. Aku harus fokus pada pekerjaanku. Aku tak bisa lagi bersikap kekanak-kanakan."