Keempat, pengelolaan transhipment, di mana transhipment atau pemindahan muatan ditengah laut harus diawasi dengan tepat dan ketat agar tidak merugikan serta mampu menimbulkan pelanggaran lainnya.
Kelima, setup diigiital database. Mulai dari registrasi kapal, hasil tangkapan, hingga nama kru kapal. Selain itu, ada kejelasan pihak yang paling diuntungkan dari beroperasinya kapal (beneficial ownership). Semua ini harus terintegrasi dalam database yang nantinya publik juga bisa monitoring.
Pemerintah perlu ungkapkan pemilik dari kapal yang sedang beroperasi. Sebab, dalam banyak kasus, beberapa perusahaan memiliki perusahaan alihan yang terdaftar dalam register kapal. Terakhir, komitmen penegakan hukum bagi kapal yang melanggar.
Keenam, koordinasi dan kolaborasi antara pihak, hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan kegiatan pengawasan, koordinasi dan kolaborasi dilakukan dari tukar menukar informasi dan data hingga kegiatan pengawasam dilaut secara bersama dan terintegrasi.
Ketujuh, penguatan anggaran, sumberdaya manusia dan infrastruktur. Di mana pengawasan yang baik harus didukung oleh anggaran, SDM dan Infrastruktur yang baik pula. Ketiga variabel tersebut adalah kebutuhan dasar yang harus terpenuhi secara optimal agar pengawasan SDKP berjalan dengan baik.
Melihat luasnya lautan dan besarnya sumberdaya didalamnya tata kelola kelautan dan perikanan harus dijalankan dengan transparansi. Agar semua pihak mampu saling bersinergi untuk mendukung kegiatan pengawasan dan tata kelola sektor ini secara kolaboratif dan terintegrasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H