Ruang Melati 1.
Disitu orang yang paling kucintai terbaring lemas tak sadarkan diri setelah setiap hari menahan sakit karena gejala dari penyakit yang diindapnya. Aku berteriak dalam hati, air mataku memberontak ingin keluar namun kutahan karena aku tahu bukan menangis yang harus kulakukan. Kugenggam tangan dan kucium dahi Ibu kubiarkan setetes air mataku membasahi pipinya. Waktu sholat ashar sudah tiba, langsung kuambil wudhu dan sholat disebelah Ibu. Aku memohon agar Ibu cepat sadar dan sembuh tapi disatu sisi aku juga harus pasrah dengan takdir Tuhan.
"Adam" diakhir doaku terdengar suara lembut menggetarkan hatiku. kuakhiri doaku, terlihat Ibu sedang tersenyum dengan air mata kerinduannya. Langsung kugenggam tangan Ibu yang masih lemas selama mungkin.
"Senang ya di pondok? Coba ayo cerita sama Ibu"
"Senang sekali bu, ada banyak perubahan yang Adam rasakan"
Aku terus melanjutkan percakapan sore itu, kuceritakan semua rasa bahagia dan kisah seruku di pesantren. Hingga tak terasa adzan magrib berkumandang, kami dikejutkan oleh Ayah yang masuk ruangan Ibu. Terpancar wajah bahagia dari Ayah mengetahui Ibu sudah siuman. Ayah mengajakku sholat berjamaah di masjid namun aku menolak karena tak ada yang menjaga Ibu. Akhirnya aku dan ayah sholat berjamaah tepat disamping Ibu. Selesai sholat aku dan ayah duduk disebelah Ibu, tiba-tiba nafas Ibu semakin cepat dan perutnya terasa kaku. Ayah menggenggam tangan Ibu sangat erat. Aku mengelus kepala Ibu yang dipenuhi keringat. Air mataku sudah mengambang di pelupuk mata, tapi ini bukan saatnya. Aku memanggil dokter, dan Ibu langsung ditangani.
"Bagaimana jika Ibu seperti ini terus?" Ayah mengeluh tertunduk lemas.
"Bergantunglah hanya kepada Allah, dan jangan kau gantungkan harapanmu pada manusia yang binasa.karena Jika kau gantungkan sebuah harapan pada seseorang dan saat orang itu mati , maka harapanmu juga ikut mati. Namun jikau letakkan harapanmu kepada Allah , harapan itu tak akan pernah mati karena Allah Maha Kekal. Bahkan harapan harapan itu akan Allah jawab asal kau bayar dengan sabar, ikhlas, dan taqwamu. Adam selalu mengingat perkataan Kyai saat mengisi pengajian malam di masjid pesantren. Tidak perlu resah yah, Adam akan selalu berdoa untuk Ibu dan ayah. Allah selalu bersama kita."
***
Pagi itu langit cerah-cerah kelabu. Sedikit gerimis membuat pagi itu begitu nyaman untuk beristirahat. Semua orang meletakkan pekerjaan mereka. Ada satu hal yang wajib mereka lakukan. Kifayah hukumnya. Tapi satu yang membuat prosesi pemakaman hari itu sedikit lebih ramai dari pemakaman umumnya. Adam Surya Pamungkas, anak Ibu Syahida tak meneteskan air mata sedikitpun di pemakaman Ibunya.
Jember, 5 Nopember  2018