Mohon tunggu...
Naura Yasmin
Naura Yasmin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adam

6 November 2018   13:20 Diperbarui: 8 November 2018   13:47 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto oleh Kurdi, Masjid Baitunnur Pesantren Nuris Jember

"Ibu udah disini"

Aku sedikit bingung dengan perkataan ayah. Namun ya sudahlah yang penting aku bertemu Ibu hari ini.

"Sana ke nenek dulu diruang mawar 3, ayah masih mau kesana bentar"

Aku memasuki ruang mawar 3 , kulihat nenek yang masih tertidur dan aku tak ingin menggangu tidurnya.

"Dam. Keluar dulu ikut ayah. Perawat rumah sakit datang memeriksa nenek", aku dan ayah menunggu diluar.

"Oh ya, Ibu mana yah?" tiba tiba ayah langsung merangkulku

"Ibu lagi istirahat sekarang" Aku diam, pikiranku berjalan mundur mengingat wajah Ibu yang begitu lemas dan pucat pada saat itu. Saat Ibu terakhir memelukku dan menyuruhku bersemangat untuk belajar di pondok pesantren. Juga saat ayah dan adik mengunjungiku. Tak pernah Ibu datang mengunjungiku. Kurasakan kedua lututku mulai gemetar.

"Jangan pernah berhenti berdoa buat Ibu. 1 jam perjalanan keluar dari pondok saat mengeantarkan Adam, kami kecelakaan dengan sepeda motor yang menyerempet mobil ayah karena memaksa menyalip dari kiri. Ayah dan adik baik baik saja, Ibu yang terluka. Kaki dan tangannya terkena pecahan kaca jendela yang pecah. Salah ayah pada saat itu karena tidak langsung mebawa Ibu kerumah sakit, karena ayh pikir lukanya bisa diobati dan dibersihkan di runah saja. Namun beberapa hari kemudian Ibu sering pusing hingga kejang kejang. Ternyata setelah diperiksa Ibu sudah mengindap penyakit tetanus yang kata dokter bisa mematikan jika dibiarkan. Akhirnya Ibu dirawat dirumah sakit, ayah takut semakin parah maka dari itu Ibu tidak ikut mengirim ke pondok saat itu."

 Aku tak dapat berkata apa-apa.

"Ayo ayah antar bertemu Ibu" Air mataku menetes, aku tahu ayah juga sedang menahan tangisnya. Aku langsung beranjak dari tempat duduk menarik tangan ayah yang kekar namun rasanya tak ada lagi semangat yang seperti biasanya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun